Friday, May 15, 2015

Review Film: 'The Lazarus Effect' (2015)

Review Film: 'The Lazarus Effect' (2015) - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Review Film: 'The Lazarus Effect' (2015), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Horor, Artikel Review, Artikel Thriller, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'The Lazarus Effect' (2015)
link : Review Film: 'The Lazarus Effect' (2015)

Baca juga


Review Film: 'The Lazarus Effect' (2015)

Premis di awal cukup menjanjikan, namun semakin ke belakang terasa membosankan dengan adegan-adegan klise, hingga pada akhirnya film ini tak bisa keluar dari kastanya sebagai film horor kelas B.

““Evil will rise.”
Konsep cerita "bangkit dari kematian" bukanlah barang baru dalam perfilman Hollywood, mulai dari Frankenstein, Re-animator, hingga Flatliners. Dan sekarang muncul lagi film berpremis sama dengan judul The Lazarus Effect dari rumah produksi Blumhouse yang sukses mendirikan franchise Paranormal Activity, Insidious, dan Sinister. Dengan konsep yang bisa dibilang basi, tak ada hal baru yang ditawarkan The Lazarus Effect selain deretan cast yang cukup terkenal.

Film dibuka dengan gaya found-footage dimana sekelompok peneliti muda — Frank (Mark Duplass), Zoe (Olivia Wilde), Niko (Donald Glover), Clay (Evan Peters), dan videografer Eva (Sarah Bolger) — tengah melakukan riset membangkitkan babi yang telah mati dengan serum buatan mereka yang diberi nama "Lazarus". Awalnya tak berhasil, namun setelah beberapa waktu babi tersebut bergerak sesaat, sehingga peneliti kita melanjutkan riset tersebut, kali ini dengan obyek anjing. Percobaan pada anjing tersebut sukses, dimana si anjing bisa bertahan hidup. Namun, mereka menyadari bahwa terjadi perubahan pada perilakunya yang disebabkan karena rekonstruksi saraf di otak.

Karena suatu alasan (yang bodoh), riset mereka dihentikan oleh perusahaan dan semua materi disita. Frank dan timnya kemudian menyelinap kembali ke lab untuk merekam eksperiman agar bisa mengklaim keberhasilan mereka. Terjadi sedikit kesalahan, yang menyebabkan Zoe meninggal dunia. Frank kemudian berusaha menghidupkannya kembali dengan serum Lazarus, yang berujung pada bangkitnya Zoe dengan kekuatan mengerikan.


Dengan durasi yang hanya 83 menit, The Lazarus Effect tak ingin membuang waktu penonton dan langsung to the point. Meski bisa dibilang tak bertele-tele, namun tetap saja menjenuhkan karena tak ada hal baru yang ditawarkan selain jump-scares stereotip ala film horor kelas B. Tak ada adegan yang benar-benar menyeramkan. Apalagi nuansa filmnya yang cenderung bloodless agar sesuai dengan ratingnya yang PG-13 (remaja).

Film ini merupakan debut film layar lebar bagi David Gelb setelah memperoleh nama dari film dokumenternya Jiro Dreams of Sushi. Film tersebut terkenal karena narasinya yang dalam dan punya warna tersendiri. Namun talentanya tak terlihat disini, karena The Lazarus Effect nyaris tak punya identitas.

Di beberapa poin, saya merasa film ini mencoba mengangkat tema filsofis yang cukup berat dengan menyinggung konsep manusia yang bermain-main sebagai Tuhan. Namun pada akhirnya, saya tak terlalu peduli dengan tema tersebut, karena Luke Dawson dan Jeremy Slater yang menulis naskah pun terkesan tak peduli. Alur filmnya dibuat generik dengan cerita yang sangat mirip seperti Frankenstein dan Flatliners.

Anggota tim peneliti sempat sedikit berdebat mengenai "sains vs Tuhan" di awal (dengan jargon teknis yang tak terlihat canggih namun tak bermakna) dan ini merupakan pendekatan yang cukup segar bagi premis klise film, hingga akhirnya saat transformasi Zoe, film ini menjadi film slasher standar.

Penampilan para aktor rata-rata dengan karakterisasi yang tak tergali, termasuk karakter yang dimainkan Duplass. Sangat disayangkan, karena karakter Frank bisa lebih dieskplorasi lagi mengingat hubungan asmaranya dengan Zoe dan konflik batinnya untuk membangkitkan Zoe. Wilde mendapat porsi lebih banyak. Aktingnya tak terlalu spesial, namun dengan karakternya yang punya kekuatan pikiran setelah dibangkitkan (seperti telekinesis, membaca pikiran, dan memberi ilusi bagi orang lain), Wilde punya kesempatan untuk tampil lebih memorable dibanding tokoh lainnya. Ditampilkan juga sedikit backstory untuk memberikan sedikit lapisan emosional, namun pada akhirnya terkesan tak relevan.

Secara teknis film ini tak jelek-jelek amat. Efek visual dan transformasi Zoe cukup bagus, jika tidak ingin dibilang standar. Salah satu yang menarik adalah adegan seorang rekan Zoe yang dibunuhnya di dalam loker melalui kekuatan pikiran yang disuguhkan dengan efek yang tak sadis secara visual, namun cukup membuat bergidik. Scoring dari Sarah Schachner juga cukup pas, dengan dentuman yang sesuai terhadap jump scares yang disajikan.

Akhir kata, film ini tak bisa mengangkat kualitasnya menjadi lebih dari sekedar horor kelas B. Premis di awal cukup menjanjikan, namun semakin ke belakang terasa membosankan dengan adegan-adegan klise. Sangat disayangkan bakat yang telah tersia-siakan. Ending film ini menggantung dan ada kemungkinan dibuat sekuel, namun semoga yang satu tetap dibiarkan mati dan jangan dibangkitkan kembali. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'The Lazarus Effect' |
|

IMDb | Rottentomatoes
83 menit | Remaja

Sutradara David Gelb
Penulis Luke Dawson, Jeremy Slater
Pemain Mark Duplass, Olivia Wilde, Donald Glover, Evan Peters


Demikianlah Artikel Review Film: 'The Lazarus Effect' (2015)

Sekianlah artikel Review Film: 'The Lazarus Effect' (2015) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Review Film: 'The Lazarus Effect' (2015) dengan alamat link https://moviefilm99.blogspot.com/2015/05/review-film-lazarus-effect-2015.html

No comments:

Post a Comment