Thursday, August 31, 2017

Polling: Film Pilihan 25-08-2017 s.d. 31-08-2017

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Polling, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Polling: Film Pilihan 25-08-2017 s.d. 31-08-2017
link : Polling: Film Pilihan 25-08-2017 s.d. 31-08-2017

Baca juga


August 2017


Ada 7 film yang dirilis minggu lalu, diantaranya The Dark Tower, Bad Genius, Gintama, American Made, An Inconvenient Sequel: Truth to Power, serta 2 film Indonesia yaitu The Real Parakang, dan Nyai Ahmad Dahlan.

Bad Genius menjadi film favorit pembaca UlasanPilem minggu ini dengan 28,57%. Seri di bawahnya, The Dark Tower dan Gintama sama-sama mendapat 23,81% suara. Berikut hasil lengkapnya.


Berikut adalah polling untuk minggu ini. Seperti biasa, peraturannya: saya hanya mencantumkan film terbaru yang tayang dalam minggu ini, saya tidak akan mengikutsertakan film yang tayang pada midnight show, dan anda hanya bisa memilih maksimal 3 film.

Polling akan saya tutup Kamis depan pukul 23.59. Silakan pilih film pilihan anda minggu ini agar bisa menjadi referensi bagi penonton lainnya (dan mungkin bagi saya juga). Polling juga bisa anda akses setiap saat di bagian sidebar blog ini. Happy voting. ■UP


Ada 7 film yang dirilis minggu lalu, diantaranya The Dark Tower, Bad Genius, Gintama, American Made, An Inconvenient Sequel: Truth to Power, serta 2 film Indonesia yaitu The Real Parakang, dan Nyai Ahmad Dahlan.

Bad Genius menjadi film favorit pembaca UlasanPilem minggu ini dengan 28,57%. Seri di bawahnya, The Dark Tower dan Gintama sama-sama mendapat 23,81% suara. Berikut hasil lengkapnya.


Berikut adalah polling untuk minggu ini. Seperti biasa, peraturannya: saya hanya mencantumkan film terbaru yang tayang dalam minggu ini, saya tidak akan mengikutsertakan film yang tayang pada midnight show, dan anda hanya bisa memilih maksimal 3 film.

Polling akan saya tutup Kamis depan pukul 23.59. Silakan pilih film pilihan anda minggu ini agar bisa menjadi referensi bagi penonton lainnya (dan mungkin bagi saya juga). Polling juga bisa anda akses setiap saat di bagian sidebar blog ini. Happy voting. ■UP

Wednesday, August 30, 2017

Durasi 'Blade Runner 2049' Akhirnya Terungkap

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Durasi 'Blade Runner 2049' Akhirnya Terungkap
link : Durasi 'Blade Runner 2049' Akhirnya Terungkap

Baca juga


August 2017

Baru saja fans disuguhi film pendek prekuel 'Blade Runner 2049', kini ada kabar terbaru menyangkut durasi dari film sci-fi besutan Denis Villeneuve.

Baru saja fans disuguhi film pendek yang menjembatani cerita antara Blade Runner dan Blade Runner 2049, kini ada kabar terbaru menyangkut durasi dari sekuel yang hadir 35 tahun setelah film pertamanya meluncur di bioskop.

Seperti dilansir berbagai media Hollywood, Blade Runner 2049 yang disutradarai Denis Villeneuve akan berdurasi 2 jam 32 menit, ditambah 11 menit lagi untuk bagian credit. Dengan durasi total mencapai 163 menit, maka sekuel ini lebih panjang 46 menit ketimbang versi teatrikal film pertamanya (117 menit) yang disutradarai Ridley Scott.

Disamping itu, durasi 163 menit juga menjadikan Blade Runner 2049 sebagai film terpanjang karya Villeneuve, mengalahkan Prisoners yang berdurasi total 153 menit. Jika style penyutradaraan Villeneuve di Blade Runner 2049 serupa dengan Prisoners, maka kemungkinan film yang dibintangi Ryan Gosling dan Harrison Ford ini akan beralur lamban atau slow burn. Namun dengan penyutradaraan Villeneuve yang selama ini terkenal solid, alur semacam ini tentu takkan menyebabkan Blade Runner 2049 jatuh membosankan atau membuat penonton menguap.

Usai terungkapnya durasi Blade Runner 2049, tak sedikit yang heran dan menerka-nerka apa yang dilakukan Villeneuve dengan durasi sepanjang ini. Sebagian besar menilai, durasi ini mengindikasikan adanya eksplorasi karakter yang cukup dalam. Bisa juga durasi ini dimanfaatkan untuk mengakomodasi plot cerita filmnya. Apapun itu, yang jelas durasi panjang Blade Runner 2049 seolah menegaskan Villeneuve tak mau setengah hati dalam membidani sekuel dari salah satu film sci-fi terbaik yang pernah ada.

Blade Runner 2049 sendiri mengusung cerita bersetting 30 tahun pasca film pertamanya. Sekuel ini mengisahkan K (Ryan Gosling) – seorang blade runner (pembasmi replicant) dan petugas LAPD – yang membongkar rahasia lama yang berpotensi menimbulkan kekacauan di peradaban manusia. Penemuan K pun akhirnya menuntunnya pada perjalanan untuk menemukan Rick Deckard, mantan blade runner LAPD yang telah menghilang selama 30 tahun.

Rencananya Blade Runner 2049 sendiri akan dirilis 6 Oktober 2017. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Baru saja fans disuguhi film pendek prekuel 'Blade Runner 2049', kini ada kabar terbaru menyangkut durasi dari film sci-fi besutan Denis Villeneuve.

Baru saja fans disuguhi film pendek yang menjembatani cerita antara Blade Runner dan Blade Runner 2049, kini ada kabar terbaru menyangkut durasi dari sekuel yang hadir 35 tahun setelah film pertamanya meluncur di bioskop.

Seperti dilansir berbagai media Hollywood, Blade Runner 2049 yang disutradarai Denis Villeneuve akan berdurasi 2 jam 32 menit, ditambah 11 menit lagi untuk bagian credit. Dengan durasi total mencapai 163 menit, maka sekuel ini lebih panjang 46 menit ketimbang versi teatrikal film pertamanya (117 menit) yang disutradarai Ridley Scott.

Disamping itu, durasi 163 menit juga menjadikan Blade Runner 2049 sebagai film terpanjang karya Villeneuve, mengalahkan Prisoners yang berdurasi total 153 menit. Jika style penyutradaraan Villeneuve di Blade Runner 2049 serupa dengan Prisoners, maka kemungkinan film yang dibintangi Ryan Gosling dan Harrison Ford ini akan beralur lamban atau slow burn. Namun dengan penyutradaraan Villeneuve yang selama ini terkenal solid, alur semacam ini tentu takkan menyebabkan Blade Runner 2049 jatuh membosankan atau membuat penonton menguap.

Usai terungkapnya durasi Blade Runner 2049, tak sedikit yang heran dan menerka-nerka apa yang dilakukan Villeneuve dengan durasi sepanjang ini. Sebagian besar menilai, durasi ini mengindikasikan adanya eksplorasi karakter yang cukup dalam. Bisa juga durasi ini dimanfaatkan untuk mengakomodasi plot cerita filmnya. Apapun itu, yang jelas durasi panjang Blade Runner 2049 seolah menegaskan Villeneuve tak mau setengah hati dalam membidani sekuel dari salah satu film sci-fi terbaik yang pernah ada.

Blade Runner 2049 sendiri mengusung cerita bersetting 30 tahun pasca film pertamanya. Sekuel ini mengisahkan K (Ryan Gosling) – seorang blade runner (pembasmi replicant) dan petugas LAPD – yang membongkar rahasia lama yang berpotensi menimbulkan kekacauan di peradaban manusia. Penemuan K pun akhirnya menuntunnya pada perjalanan untuk menemukan Rick Deckard, mantan blade runner LAPD yang telah menghilang selama 30 tahun.

Rencananya Blade Runner 2049 sendiri akan dirilis 6 Oktober 2017. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Willem Dafoe Samakan 'Aquaman' Dengan ‘Spider-Man’ Sam Raimi

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Willem Dafoe Samakan 'Aquaman' Dengan ‘Spider-Man’ Sam Raimi
link : Willem Dafoe Samakan 'Aquaman' Dengan ‘Spider-Man’ Sam Raimi

Baca juga


August 2017

Hingga detik ini, 'Aquaman' arahan James Wan masih menggulirkan proses syuting. Namun hal ini tak menghalangi Willem Dafoe untuk bercerita tentang pengalamannya syuting di bawah arahan Wan.

Nama Willem Dafoe mulai dikenal luas sejak bermain di Spider-Man sebagai villain Norman Osborn a.k.a. Green Goblin. Dengan penampilan Dafoe yang mengesankan, dipadu dengan kualitas keseluruhan filmnya yang sangat solid, Spider-Man besutan Sam Raimi sering dinobatkan sebagai film superhero terbaik yang pernah ada. Setelah sekian lama tak terlibat di film superhero, Dafoe akhirnya kembali membintangi film sejenis berjudul Aquaman.

Hingga detik ini, Aquaman yang disutradarai James Wan masih menggulirkan proses syuting. Namun hal ini tak menghalangi Dafoe untuk berbagi cerita tentang pengalamannya syuting di bawah arahan Wan. Melalui wawancara dengan Collider, Dafoe memuji antusiasme Wan terhadap Aquaman fantastis. Malah, Dafoe mengaku antusiasme Wan sangat mengingatkannya pada antusias Raimi, lantaran kedua sineas ini sangat terikat mitologi superhero yang mereka tangani.

“Dulu waktu saya syuting Spider-Man bersama Sam Raimi, salah satu hal paling impresif ialah ini tak seperti film industri. Ini seperti film personal. Rasanya seperti Sam Raimi akan mewujudkan fantasinya. Dia amat terikat dengan mitologi Spider-Man sehingga dia memberi filmnya cinta yang besar dan keasyikan yang intens. Saya suka hal itu. James Wan sangat mirip (dengan Raimi)”ungkap Dafoe.

Opini Dafoe tentunya membuat Aquaman terlihat menjanjikan. Namun komentar positif ini tampaknya baru bisa dibuktikan jika trailer ataupun filmnya telah dirilis. Sementara itu, Dafoe berperan sebagai sekutu Aquaman bernama Nuidis Vulko. Dafoe akan beradu akting dengan Jason Momoa (Aquaman), Amber Heard (Mera), Patrick Wilson (Orm), Nicole Kidman (Queen Atlannda), Dolph Lundgren (King Nereus) dan Yahya Abdul-Mateen (villain Black Manta).

Aquaman akan dirilis 21 Desember 2018. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Hingga detik ini, 'Aquaman' arahan James Wan masih menggulirkan proses syuting. Namun hal ini tak menghalangi Willem Dafoe untuk bercerita tentang pengalamannya syuting di bawah arahan Wan.

Nama Willem Dafoe mulai dikenal luas sejak bermain di Spider-Man sebagai villain Norman Osborn a.k.a. Green Goblin. Dengan penampilan Dafoe yang mengesankan, dipadu dengan kualitas keseluruhan filmnya yang sangat solid, Spider-Man besutan Sam Raimi sering dinobatkan sebagai film superhero terbaik yang pernah ada. Setelah sekian lama tak terlibat di film superhero, Dafoe akhirnya kembali membintangi film sejenis berjudul Aquaman.

Hingga detik ini, Aquaman yang disutradarai James Wan masih menggulirkan proses syuting. Namun hal ini tak menghalangi Dafoe untuk berbagi cerita tentang pengalamannya syuting di bawah arahan Wan. Melalui wawancara dengan Collider, Dafoe memuji antusiasme Wan terhadap Aquaman fantastis. Malah, Dafoe mengaku antusiasme Wan sangat mengingatkannya pada antusias Raimi, lantaran kedua sineas ini sangat terikat mitologi superhero yang mereka tangani.

“Dulu waktu saya syuting Spider-Man bersama Sam Raimi, salah satu hal paling impresif ialah ini tak seperti film industri. Ini seperti film personal. Rasanya seperti Sam Raimi akan mewujudkan fantasinya. Dia amat terikat dengan mitologi Spider-Man sehingga dia memberi filmnya cinta yang besar dan keasyikan yang intens. Saya suka hal itu. James Wan sangat mirip (dengan Raimi)”ungkap Dafoe.

Opini Dafoe tentunya membuat Aquaman terlihat menjanjikan. Namun komentar positif ini tampaknya baru bisa dibuktikan jika trailer ataupun filmnya telah dirilis. Sementara itu, Dafoe berperan sebagai sekutu Aquaman bernama Nuidis Vulko. Dafoe akan beradu akting dengan Jason Momoa (Aquaman), Amber Heard (Mera), Patrick Wilson (Orm), Nicole Kidman (Queen Atlannda), Dolph Lundgren (King Nereus) dan Yahya Abdul-Mateen (villain Black Manta).

Aquaman akan dirilis 21 Desember 2018. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

‘Star Wars: The Last Jedi’ Ungkap Julukan untuk Stormtroopers Mematikan

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : ‘Star Wars: The Last Jedi’ Ungkap Julukan untuk Stormtroopers Mematikan
link : ‘Star Wars: The Last Jedi’ Ungkap Julukan untuk Stormtroopers Mematikan

Baca juga


August 2017

Lucasfilm siap memperkenalkan Stormtroopers angker lainnya di 'Star Wars: The Last Jedi'.

Dalam saga Star Wars, Stormtroopers umumnya digambarkan sebagai pasukan tentara pengawal Empire yang tergolong lemah. Kehadiran tentara berhelm ikonik ini pun seringkali tak memberikan tantangan berarti bagi para jagoan Star Wars, bahkan bisa dibilang mereka ibarat batu kerikil yang mudah disingkirkan. Namun seolah tak ingin skuad ini terus dipandang sebelah mata, Lucasfilm akhirnya mengorbitkan jenis Stormtroopers elit berkostum hitam di spin-off Rogue One, dimana mereka bersenjata berat dan jago menembak. Kini, studio siap memperkenalkan Stormtroopers angker lainnya di The Last Jedi.

Menurut informasi dari Star Wars News Net, Stormtroopers baru ini akan jadi garis pertahanan terakhir First Order (nama baru Emoire) dalam menghadapi Stormtroopers pembelot (seperti Finn yang diperankan John Boyega). Mereka pun tak segan menjatuhkan hukuman berat terhadap tentara yang mengingkari kesetiaannya pada First Order. Karena kewenangan yang dimilikinya, Stormtroopers mematikan ini dijuluki First Order Judicial. Julukan ini masih terdengar lebih bersahabat jika dibandingkan julukan awalnya yang dinamai Executioners alias penjagal.

Dengan dibentuknya First Order Judicial, tak menutup kemungkinan Finn akan jadi buron di sekuel The Force Awakens. Finn sendiri kabarnya akan berkelana ke sebuah tempat, dan jika spekulasi ia diburu First Order Judicial terbukti benar, maka bisa jadi akan ada aksi kejar-kejaran yang siap membuat filmnya terasa menegangkan.

Berdasarkan sinopsisnya, The Last Jedi masih berfokus pada kelanjutan saga Skywalker. Dikisahkan para pahlawan The Force Awakens bergabung dengan para legenda galaksi dalam petualangan epik yang menguak misteri lama The Force dan mengungkap hal-hal dari masa lalu yang mengejutkan. Rencananya film garapan Rian Johnson ini akan dirilis 15 Desember 2017. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Lucasfilm siap memperkenalkan Stormtroopers angker lainnya di 'Star Wars: The Last Jedi'.

Dalam saga Star Wars, Stormtroopers umumnya digambarkan sebagai pasukan tentara pengawal Empire yang tergolong lemah. Kehadiran tentara berhelm ikonik ini pun seringkali tak memberikan tantangan berarti bagi para jagoan Star Wars, bahkan bisa dibilang mereka ibarat batu kerikil yang mudah disingkirkan. Namun seolah tak ingin skuad ini terus dipandang sebelah mata, Lucasfilm akhirnya mengorbitkan jenis Stormtroopers elit berkostum hitam di spin-off Rogue One, dimana mereka bersenjata berat dan jago menembak. Kini, studio siap memperkenalkan Stormtroopers angker lainnya di The Last Jedi.

Menurut informasi dari Star Wars News Net, Stormtroopers baru ini akan jadi garis pertahanan terakhir First Order (nama baru Emoire) dalam menghadapi Stormtroopers pembelot (seperti Finn yang diperankan John Boyega). Mereka pun tak segan menjatuhkan hukuman berat terhadap tentara yang mengingkari kesetiaannya pada First Order. Karena kewenangan yang dimilikinya, Stormtroopers mematikan ini dijuluki First Order Judicial. Julukan ini masih terdengar lebih bersahabat jika dibandingkan julukan awalnya yang dinamai Executioners alias penjagal.

Dengan dibentuknya First Order Judicial, tak menutup kemungkinan Finn akan jadi buron di sekuel The Force Awakens. Finn sendiri kabarnya akan berkelana ke sebuah tempat, dan jika spekulasi ia diburu First Order Judicial terbukti benar, maka bisa jadi akan ada aksi kejar-kejaran yang siap membuat filmnya terasa menegangkan.

Berdasarkan sinopsisnya, The Last Jedi masih berfokus pada kelanjutan saga Skywalker. Dikisahkan para pahlawan The Force Awakens bergabung dengan para legenda galaksi dalam petualangan epik yang menguak misteri lama The Force dan mengungkap hal-hal dari masa lalu yang mengejutkan. Rencananya film garapan Rian Johnson ini akan dirilis 15 Desember 2017. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Joss Whedon Jadi Alasan Utama Warner Bros. Buat Film Batgirl

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Joss Whedon Jadi Alasan Utama Warner Bros. Buat Film Batgirl
link : Joss Whedon Jadi Alasan Utama Warner Bros. Buat Film Batgirl

Baca juga


August 2017

Dengan menggandeng Joss Whedon, eksistensi proyek Batgirl yang dimotori Warner Bros. telah terungkap pada Maret 2017 lalu. Kini, mencuat satu fakta baru yang mengungkap alasan Warner Bros. merestui film Batgirl.

Kesuksesan luar biasa yang diraih Wonder Woman seolah membuktikan film superhero perempuan juga mampu tampil perkasa di box office. Kini pasca pencapaian impresif Wonder Woman baik dari segi finansial maupun resepsi penonton, DC Extended Universe mempersiapkan film superhero perempuannya lainnya yang mengusung Batgirl sebagai lakon utama.

Dengan menggandeng Joss Whedon sebagai sutradara merangkap penulis naskah, eksistensi proyek Batgirl yang dimotori Warner Bros. telah terungkap pada Maret 2017 lalu. Keterlibatan Whedon pun membuat film Batgirl terlihat menjanjikan dan patut diantisipasi. Pasalnya, Whedon adalah sineas bertangan dingin yang mendalangi The Avengers dan Avengers: Age of Ultron. Berkat dua film tim pahlawan super yang memukau itu, Whedon sedikit banyak sudah berjasa memuluskan rencana Marvel Studios dalam membangun semesta film, sekaligus menggapai posisi puncak di genre superhero seperti sekarang.

Kini, mencuat satu fakta baru yang mengungkap alasan Warner Bros. merestui film Batgirl. Seperti dilansir Variety, satu-satunya hal yang mendorong WB untuk melampuhijaukan Batgirl ialah pitch awal dari Whedon. Kabarnya, WB bahkan tak terpikir untuk mempertimbangkan film ini sampai Whedon mengutarakan rasa cintanya pada karakter Barbara Gordon dan alter-egonya. Singkat cerita, berkat antusiasme Whedon terhadap Batgirl, fans akhirnya bisa menyaksikan debut sang superheroine di layar lebar setelah berharap sekian lama.

Sementara itu, cerita film Batgirl akan teinspirasi dari unverse komik DC versi New 52, dimana Barbara Gordon akhirnya bisa pulih total pasca bertahun-tahun menderita kelumpuhan akibat serangan Joker. Semasa lumpuh, putri Commissioner Jim Gordon ini aktif menumpas kejahatan dengan memakai alias Oracle, dan membantu Batman dari balik layar sebagai hacker. Akhirnya setelah bisa kembali berjalan dengan normal, Barbara pun memantapkan tekadnya untuk beraksi sebagai Batgirl, meskipun di sisi lain ia masih dihantui rasa trauma psikologis akibat ulah Joker.

Whedon sendiri kabarnya akan mencari aktris yang belum banyak dikenal sebagai pemeran Batgirl. Sementara film ini baru di tahap awal pengembangan, kini Whedon tengah sibuk memoles karya Zack Snyder di Justice League yang akan tayang November 2018. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Dengan menggandeng Joss Whedon, eksistensi proyek Batgirl yang dimotori Warner Bros. telah terungkap pada Maret 2017 lalu. Kini, mencuat satu fakta baru yang mengungkap alasan Warner Bros. merestui film Batgirl.

Kesuksesan luar biasa yang diraih Wonder Woman seolah membuktikan film superhero perempuan juga mampu tampil perkasa di box office. Kini pasca pencapaian impresif Wonder Woman baik dari segi finansial maupun resepsi penonton, DC Extended Universe mempersiapkan film superhero perempuannya lainnya yang mengusung Batgirl sebagai lakon utama.

Dengan menggandeng Joss Whedon sebagai sutradara merangkap penulis naskah, eksistensi proyek Batgirl yang dimotori Warner Bros. telah terungkap pada Maret 2017 lalu. Keterlibatan Whedon pun membuat film Batgirl terlihat menjanjikan dan patut diantisipasi. Pasalnya, Whedon adalah sineas bertangan dingin yang mendalangi The Avengers dan Avengers: Age of Ultron. Berkat dua film tim pahlawan super yang memukau itu, Whedon sedikit banyak sudah berjasa memuluskan rencana Marvel Studios dalam membangun semesta film, sekaligus menggapai posisi puncak di genre superhero seperti sekarang.

Kini, mencuat satu fakta baru yang mengungkap alasan Warner Bros. merestui film Batgirl. Seperti dilansir Variety, satu-satunya hal yang mendorong WB untuk melampuhijaukan Batgirl ialah pitch awal dari Whedon. Kabarnya, WB bahkan tak terpikir untuk mempertimbangkan film ini sampai Whedon mengutarakan rasa cintanya pada karakter Barbara Gordon dan alter-egonya. Singkat cerita, berkat antusiasme Whedon terhadap Batgirl, fans akhirnya bisa menyaksikan debut sang superheroine di layar lebar setelah berharap sekian lama.

Sementara itu, cerita film Batgirl akan teinspirasi dari unverse komik DC versi New 52, dimana Barbara Gordon akhirnya bisa pulih total pasca bertahun-tahun menderita kelumpuhan akibat serangan Joker. Semasa lumpuh, putri Commissioner Jim Gordon ini aktif menumpas kejahatan dengan memakai alias Oracle, dan membantu Batman dari balik layar sebagai hacker. Akhirnya setelah bisa kembali berjalan dengan normal, Barbara pun memantapkan tekadnya untuk beraksi sebagai Batgirl, meskipun di sisi lain ia masih dihantui rasa trauma psikologis akibat ulah Joker.

Whedon sendiri kabarnya akan mencari aktris yang belum banyak dikenal sebagai pemeran Batgirl. Sementara film ini baru di tahap awal pengembangan, kini Whedon tengah sibuk memoles karya Zack Snyder di Justice League yang akan tayang November 2018. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Ben Affleck Berpotensi Garap Film Perang ‘Red Platoon’

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Ben Affleck Berpotensi Garap Film Perang ‘Red Platoon’
link : Ben Affleck Berpotensi Garap Film Perang ‘Red Platoon’

Baca juga


August 2017

Di tengah ketidakpastian apakah dirinya akan kembali sebagai The Dark Knight di 'The Batman', Ben Affleck mencoba mencari proyek film yang bisa ia jadikan karya terbarunya sebagai sutradara.

Di tengah ketidakpastian apakah dirinya akan kembali sebagai The Dark Knight di The Batman, Ben Affleck mencoba mencari proyek film yang bisa ia jadikan karya terbarunya sebagai sutradara. Usaha Ben pun tampaknya membuahkan hasil, sebab The Tracking Board mengabarkan Ben kini sedang menjalani negosiasi awal dengan Sony Pictures untuk menyutradarai Red Platoon.

Diadaptasi dari memoir karya Clinton Romesha, Red Platoon menyoroti Pertempuran Kamdesh yang berlangsung selama Perang Afghanistan. Pada 3 Oktober 2009, lebih dari 300 pejuang Taliban melancarkan serangan masif terhadap Outpost Keating, sebuah pos keamanan milik AS di daerah terpencil di dekat perbatasan Afghanistan-Pakistan. Mengetahui pos Keating digempur habis-habisan oleh Taliban, Sersan Romesha bersama pasukan kecil pimpinannya langsung menjalankan misi untuk menghentikan para ekstrimis tersebut, sekaligus menyelamatkan puluhan nyawa orang Amerika. Atas aksi heroiknya, Romesha dianugerahi Medal of Honor, penghargaan tertinggi di kemiliteran AS.

Ben Affleck sendiri merupakan sutradara dengan talenta yang patut diperhitungkan. Memulai debut penyutradaraannya lewat Gone Baby Gone, karir Affleck sebagai sineas terus melesat dengan berturut-turut menghadirkan dua film berkualitas ciamik, yakni The Town dan Argo, dimana film terakhir sukses meraih gelar Best Picture di ajang Oscar. Sayangnya, rekam jejak Affleck yang mengkilap jadi ternodai menyusul film terakhirnya, Live By Night, menuai banyak respon negatif.

Melalui Red Platoon, Affleck pun diharapkan bisa mengembalikan reputasinya sebagai sutradara bertalenta, jika ia sepakat menggarap film yang diproduseri George Clooney. Lebih dari itu, Tracking Board juga menyebut, proyek ini berpotensi menjadi reuni Ben dan Casey Affleck sejak terakhir berkolaborasi di Gone Baby Gone, sebab Casey kemungkinan akan menjadi pemeran utama di Red Platoon. Rencananya Ben akan merevisi naskah buatan Adam Cozad jika ia berakhir mennyutradarai Red Platoon. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Di tengah ketidakpastian apakah dirinya akan kembali sebagai The Dark Knight di 'The Batman', Ben Affleck mencoba mencari proyek film yang bisa ia jadikan karya terbarunya sebagai sutradara.

Di tengah ketidakpastian apakah dirinya akan kembali sebagai The Dark Knight di The Batman, Ben Affleck mencoba mencari proyek film yang bisa ia jadikan karya terbarunya sebagai sutradara. Usaha Ben pun tampaknya membuahkan hasil, sebab The Tracking Board mengabarkan Ben kini sedang menjalani negosiasi awal dengan Sony Pictures untuk menyutradarai Red Platoon.

Diadaptasi dari memoir karya Clinton Romesha, Red Platoon menyoroti Pertempuran Kamdesh yang berlangsung selama Perang Afghanistan. Pada 3 Oktober 2009, lebih dari 300 pejuang Taliban melancarkan serangan masif terhadap Outpost Keating, sebuah pos keamanan milik AS di daerah terpencil di dekat perbatasan Afghanistan-Pakistan. Mengetahui pos Keating digempur habis-habisan oleh Taliban, Sersan Romesha bersama pasukan kecil pimpinannya langsung menjalankan misi untuk menghentikan para ekstrimis tersebut, sekaligus menyelamatkan puluhan nyawa orang Amerika. Atas aksi heroiknya, Romesha dianugerahi Medal of Honor, penghargaan tertinggi di kemiliteran AS.

Ben Affleck sendiri merupakan sutradara dengan talenta yang patut diperhitungkan. Memulai debut penyutradaraannya lewat Gone Baby Gone, karir Affleck sebagai sineas terus melesat dengan berturut-turut menghadirkan dua film berkualitas ciamik, yakni The Town dan Argo, dimana film terakhir sukses meraih gelar Best Picture di ajang Oscar. Sayangnya, rekam jejak Affleck yang mengkilap jadi ternodai menyusul film terakhirnya, Live By Night, menuai banyak respon negatif.

Melalui Red Platoon, Affleck pun diharapkan bisa mengembalikan reputasinya sebagai sutradara bertalenta, jika ia sepakat menggarap film yang diproduseri George Clooney. Lebih dari itu, Tracking Board juga menyebut, proyek ini berpotensi menjadi reuni Ben dan Casey Affleck sejak terakhir berkolaborasi di Gone Baby Gone, sebab Casey kemungkinan akan menjadi pemeran utama di Red Platoon. Rencananya Ben akan merevisi naskah buatan Adam Cozad jika ia berakhir mennyutradarai Red Platoon. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Tuesday, August 29, 2017

Box Office: 'The Hitman's Bodyguard' Puncaki Minggu Terburuk

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Box Office, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Box Office: 'The Hitman's Bodyguard' Puncaki Minggu Terburuk
link : Box Office: 'The Hitman's Bodyguard' Puncaki Minggu Terburuk

Baca juga


August 2017

Dalam satu minggu yang merupakan terburuk sepanjang sejarah box office selama 15 tahun terakhir, 'The Hitman's Bodyguard' berhasil mempertahankan tahta jawaranya. Berikut rekap box office minggu ini.

Ini bukan pernyataan yang berlebihan. Jika ditotal, pendapatan 12 besar film box office minggu ini tak sampai $50 juta. Memang benar akhir Agustus merupakan minggu sepi dimana studio membuang film sampah mereka, namun kali ini kasus khusus. Performa minggu ini adalah yang terburuk sejak 16 tahun terakhir, dan sebagai catatan, minggu tersebut adalah pasca tragedi 9/11. Minggu depan juga takkan lebih baik mengingat tak adanya rilisan besar hingga minggu kedua September.

Oleh karenanya, The Hitman's Bodyguard dengan mudah mempertahankan posisi jawaranya dengan pendapatan $10,3 juta. Filmnya sekarang sudah bisa diakses di Netflix, namun Lionsgate sudah lebih dari untung berkat pendapatan domestik $39,8 juta dan total pendapatan global sebesar $59,6 juta dengan adanya tambahan $9,1 juta minggu ini dari 22 negara. Ini belum termasuk Korea yang baru menayangkannya akhir Agustus ini.

Satu-satunya rilisan baru yang berhasil masuk lima besar adalah Leap! yang didistribusikan oleh Weinstein Company. Film animasi produksi Prancis yang aslinya berjudul Ballerina ini mendapat debut $4,7 juta. Tak memuaskan tentu saja dalam konteks wide release, namun ia mendapat CinemaScore "A" dari penonton.

Mengumpulkan $2,7 juta, film tentang Bruce Lee Birth of the Dragon hanya bisa unggul tipis dari pertandingan tinju Mayweather vs. McGregor yang mampu meraup $2,6 juta (saya tak tahu pasti, tapi tampaknya pertandingan tinju populer ditayangkan di bioskop Amerika). Hasil ini lebih mengejutkan karena pertandingannya hanya tayang di seperempat bioskop lebih sedikit dibanding Birth of the Dragon. Kritikus menghajar film fiksi yang seharusnya kisah nyata dari Bruce Lee ini, namun penonton lebih maklum dengan CinemaScore "B".

Annabelle: Creation masih berada di posisi kedua dengan $7,7 juta dan total pendapatan $78,2 juta selama 3 minggu penayangan. Film ini masih tayang di 61 negara dengan mengumpulkan $22,2 juta, sehingga total pendapatan globalnya menjadi $216,9 juta.

Wind River yang minggu ini diekspansi ke wide release berada di posisi keempat dengan $4,6 juta. Jika ditambah dengan pendapatan dari limited release, maka ia sudah mengumpulkan $10,0 juta.

Logan Lucky merupakan film lima besar dengan penurunan terendah minggu ini yaitu sebesar 44,2%. Namun dikarenakan debutnya yang lemah minggu lalu, filmnya baru mengumpulkan total $14,9 juta, dimana $4,2 juta didapat dari minggu ini. Tambahan $1,6 juta dari 8 negara mengangkat total pendapatan globalnya ke angka $42,4 juta.

Telah rilis terlebih dahulu di 21 negara termasuk Indonesia, film terbaru Tom Cruise American Made berhasil mengumpulkan $6,8 juta, dimana perolehan terbesar berasal dari Australia ($1,7 juta).

Cina nyatanya tak menjadi penyelamat bagi Valerian and the City of a Thousand Planets. Negeri Tirai Bambu baru menyumbang $28,9 juta, yang hanya mengangkat total pendapatan globalnya ke angka $163,8 juta. Ingat, bujet mentahnya saja mencapai $180 juta.

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Weekend Box Office 25 Agustus - 27 Agustus 2017

1.

The Hitman's Bodyguard
Minggu ini $21,384,504
Total $39,826,623

2.

Annabelle: Creation
Minggu ini $7,681,158
Total $78,211,542

3.

Leap!
Minggu ini $4,730,038
Total $4,730,038

4.

Wind River
Minggu ini $4,600,976
Total $10,031,189

5.

Logan Lucky
Minggu ini $4,241,548
Total $14,908,962
Ulasan Weekend Box Office Minggu Sebelumnya: Box Office: 'The Hitman's Bodyguard' Hoki, 'Logan Lucky' Naas ■UP

Dalam satu minggu yang merupakan terburuk sepanjang sejarah box office selama 15 tahun terakhir, 'The Hitman's Bodyguard' berhasil mempertahankan tahta jawaranya. Berikut rekap box office minggu ini.

Ini bukan pernyataan yang berlebihan. Jika ditotal, pendapatan 12 besar film box office minggu ini tak sampai $50 juta. Memang benar akhir Agustus merupakan minggu sepi dimana studio membuang film sampah mereka, namun kali ini kasus khusus. Performa minggu ini adalah yang terburuk sejak 16 tahun terakhir, dan sebagai catatan, minggu tersebut adalah pasca tragedi 9/11. Minggu depan juga takkan lebih baik mengingat tak adanya rilisan besar hingga minggu kedua September.

Oleh karenanya, The Hitman's Bodyguard dengan mudah mempertahankan posisi jawaranya dengan pendapatan $10,3 juta. Filmnya sekarang sudah bisa diakses di Netflix, namun Lionsgate sudah lebih dari untung berkat pendapatan domestik $39,8 juta dan total pendapatan global sebesar $59,6 juta dengan adanya tambahan $9,1 juta minggu ini dari 22 negara. Ini belum termasuk Korea yang baru menayangkannya akhir Agustus ini.

Satu-satunya rilisan baru yang berhasil masuk lima besar adalah Leap! yang didistribusikan oleh Weinstein Company. Film animasi produksi Prancis yang aslinya berjudul Ballerina ini mendapat debut $4,7 juta. Tak memuaskan tentu saja dalam konteks wide release, namun ia mendapat CinemaScore "A" dari penonton.

Mengumpulkan $2,7 juta, film tentang Bruce Lee Birth of the Dragon hanya bisa unggul tipis dari pertandingan tinju Mayweather vs. McGregor yang mampu meraup $2,6 juta (saya tak tahu pasti, tapi tampaknya pertandingan tinju populer ditayangkan di bioskop Amerika). Hasil ini lebih mengejutkan karena pertandingannya hanya tayang di seperempat bioskop lebih sedikit dibanding Birth of the Dragon. Kritikus menghajar film fiksi yang seharusnya kisah nyata dari Bruce Lee ini, namun penonton lebih maklum dengan CinemaScore "B".

Annabelle: Creation masih berada di posisi kedua dengan $7,7 juta dan total pendapatan $78,2 juta selama 3 minggu penayangan. Film ini masih tayang di 61 negara dengan mengumpulkan $22,2 juta, sehingga total pendapatan globalnya menjadi $216,9 juta.

Wind River yang minggu ini diekspansi ke wide release berada di posisi keempat dengan $4,6 juta. Jika ditambah dengan pendapatan dari limited release, maka ia sudah mengumpulkan $10,0 juta.

Logan Lucky merupakan film lima besar dengan penurunan terendah minggu ini yaitu sebesar 44,2%. Namun dikarenakan debutnya yang lemah minggu lalu, filmnya baru mengumpulkan total $14,9 juta, dimana $4,2 juta didapat dari minggu ini. Tambahan $1,6 juta dari 8 negara mengangkat total pendapatan globalnya ke angka $42,4 juta.

Telah rilis terlebih dahulu di 21 negara termasuk Indonesia, film terbaru Tom Cruise American Made berhasil mengumpulkan $6,8 juta, dimana perolehan terbesar berasal dari Australia ($1,7 juta).

Cina nyatanya tak menjadi penyelamat bagi Valerian and the City of a Thousand Planets. Negeri Tirai Bambu baru menyumbang $28,9 juta, yang hanya mengangkat total pendapatan globalnya ke angka $163,8 juta. Ingat, bujet mentahnya saja mencapai $180 juta.

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Weekend Box Office 25 Agustus - 27 Agustus 2017

1.

The Hitman's Bodyguard
Minggu ini $21,384,504
Total $39,826,623

2.

Annabelle: Creation
Minggu ini $7,681,158
Total $78,211,542

3.

Leap!
Minggu ini $4,730,038
Total $4,730,038

4.

Wind River
Minggu ini $4,600,976
Total $10,031,189

5.

Logan Lucky
Minggu ini $4,241,548
Total $14,908,962
Ulasan Weekend Box Office Minggu Sebelumnya: Box Office: 'The Hitman's Bodyguard' Hoki, 'Logan Lucky' Naas ■UP

Review Film: 'Baby Driver' (2017)

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Aksi, Artikel Kriminal, Artikel Musikal, Artikel Review, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Baby Driver' (2017)
link : Review Film: 'Baby Driver' (2017)

Baca juga


August 2017

Anda tak bisa menahan hasrat untuk mengangguk-anggukkan kepala atau menghentak-hentakan kaki mengikuti ketukan lagu.

“You and I are a team.”
— Baby
Rating UP:
Memang tertunda 2 bulan dari Amerika, namun akhirnya kita mendapatkan film paling asyik dan paling enerjik tahun ini di layar lebar. Kita ke bioskop seringkali karena hanya ingin dibuat tertawa, bersorak-sorai, berdebar-debar, atau seru-seruan bareng. Baby Driver adalah film seperti itu. Filmnya penuh energi dan gaya. Menonton film ini seperti mendengar lagu rock favorit bersama kerumunan yang satu selera. Atau lagu pop, elektro, dangdut, atau lagu apapun. Anda tak bisa menahan hasrat untuk mengangguk-anggukkan kepala atau menghentak-hentakan kaki mengikuti ketukan lagu.


Saya kira analogi saya tak begitu keliru. Penulis/sutradara Edgar Wright menggabungkan film aksi kejar-kejaran mobil yang menegangkan dengan album kompilasi lagu yang diseleksi dengan telaten. Namun Baby Driver bukan sekadar film aksi dengan trek lagu keren, alih-alih kebalikannya. Biasanya, sutradara memilih trek lagu berdasarkan adegan, namun saya yakin Wright merancang adegannya setelah mendengar lagu terlebih dahulu. Lagu lah yang membangun film. Setiap sekuensnya dieksekusi dengan timing yang presisi, sinkron antara pergerakan di layar dengan ritme lagu. Filmnya melesat hebat dengan panduan dari tembang-tembang pilihan, yang juga menegaskan momen dari setiap adegan.

Tokoh utama kita adalah Baby (Ansel Elgort) yang harus selalu memakai earphone karena punya gangguan pendengaran. Well, sebenarnya ini alasan saja bagi Wright untuk menyelipkan puluhan lagu ke dalam filmnya secara natural. Gara-gara kecelakaan semasa kecil, Baby menderita tinnitus. Berkat musik, suara dengingan di telinganya berkurang, dan untuk itu, Baby punya banyak iPod sesuai dengan mood-nya. Ia pendiam, namun saat berada di belakang setir, Baby sekelas dengan Ryan Gosling dalam Drive. Ia memacu mobil dengan cantik, lolos dari kejaran polisi, atau menghindari blokade paku dengan manuver mulus yang tak perlu sampai meledakkan separuh populasi jalan raya.

Sekuens pertama semacam versi extended dari video klip “Blue Song”-nya Mint Royale yang disutradarai oleh Wright sendiri pada tahun 2003. Baby sedang menunggu sembari mendengar “Bellbottoms”-nya Jon Spencer Blues Explosion. Tiga perampok bank lalu masuk ke dalam mobilnya, dan tepat saat interlude lagu, Baby membesarkan volume, menginjak pedal gas, dan mempersembahkan kejar-kejaran mobil yang stylish, penuh adrenalin dan mungkin salah satu yang terbaik yang pernah saya tonton.

Mereka bagi-bagi hasil rampokan di sebuah gudang. Ada Griff (Jon Bernthal), Buddy (Jon Hamm), dan pacar Buddy, Darling (Eiza Gonzalez). Yang mengatur semuanya adalah seorang bos kriminal berjuluk Doc (Kevin Spacey). Baby sebenarnya tak seperti orang-orang ini, namun ia berhutang banyak pada Doc, dan ini adalah satu-satunya cara untuk melunasi. Doc selalu merekrut orang yang berbeda untuk setiap perampokannya, namun Baby menjadi kru reguler karena sedemikian mahir menyetir. Oh, dan Baby adalah jimat keberuntungan bagi Doc.

Tinggal satu misi lagi dan hutang Baby lunas, kata Doc. Namun tak ada yang namanya one last job dalam semesta film kriminal. Bahkan pekerjaan kali ini bakal lebih berat gara-gara kru baru yang sinting, Bats (Jamie Foxx). Alasan Baby untuk keluar dari dunia kriminal semakin kuat saat ia berjumpa dengan pramusaji cantik bernama Deborah (Lily James) yang juga punya selera musik yang bagus.

Bagian selanjutnya berisi dengan tembak-tembakan, kejar-kejaran mobil, sampai kejar-kejaran dengan kaki yang diiringi dengan lagu “Harlem Shuffle”-nya Bob & Earl, “Let’s Go Away for a While”-nya The Beach Boys, “Debra”-nya Beck, “Easy”-nya The Commodores, “Nowhere to Run”-nya Martha Reeves a& the Vandellas, “Hocus Pocus”-nya Focus, “Brighton Rock”-nya Queen, dan tentu saja “Baby Driver” milik Simon & Garfunkel. Tak semuanya saya tahu dan sebagian besar infonya saya dapatkan dari IMDb, namun percayalah, semuanya keren dan sangat cocok sekali dengan apa yang terjadi di layar. Di satu adegan tembak-tembakan, suara letupan pistol seirama dengan suara drum solo dari “Tequilla”-nya Button Down Brass. Konyol tapi keren.

Wright adalah sutradara yang brilian dan Baby Driver adalah satu lagi parade keterampilannya dalam pop nerd filmmaking. Dalam Scott Pilgrim vs. The World, ia membuat inovasi visual yang mendefinisikan hibrid antara video game dengan sinema. Hot Fuzz yang merupakan film Wright favorit saya (maafkan saya), adalah plesetan buddy cop dengan komedi menyengat tapi tetap punya aura misteri yang mencekat sepanjang film. Untuk Baby Driver, Wright menciptakan film aksi-musikal yang menyentuh tiga elemen yang kita cari dalam sebuah film —romansa, komedi, thriller— dan ketiganya sukses sampai di tujuan dengan mulus dan penuh gaya. Wright bilang bahwa pengadegannya sebagian besar dilakukan di depan kamera, tanpa CGI, demi memberikan kejar-kejaran mobil yang sudah lama tak kita lihat dalam film aksi kekinian. Bagian klimaks yang melibatkan banyak tabrakan mobil menyajikan ketegangan maksimal dengan stake yang riil. Ancaman yang dirasakan Baby tak main-main.

Intensitas ini juga berhasil dibangun oleh Wright berkat karakterisasi yang simpel tapi sangat efektif. Semua karakter pendukung bisa dibilang misterius sehingga menyuguhkan sesuatu yang tak kita duga. Ada ketidakpastian karena sedikit percikan saja bisa menimbulkan kekacauan bagi semua. Foxx tampil luar biasa sebagai maniak sinis yang tampaknya suka membuat masalah dengan siapapun. Doc ternyata bukan sekadar bos berdarah dingin seperti yang kita lihat di awal. Sementara Hamm berjalan dari latar belakang dengan elegan tapi menyimpan sesuatu yang membuat bergidik. Di satu bagian, kita penasaran bagaimana gaya berpacaran sehari-hari antara Buddy dan Darling.

Tak ada momen yang begitu berbobot, tapi Baby Driver sangat asyik sekali sebagai hiburan ringan. Di linimasa Twitter, saya sempat melihat komentar salah satu kritikus internasional yang bilang bahwa Baby-nya Elgort adalah karakter yang tumpul. Namun saya yakin anda takkan kepikiran hal itu saat menonton, setelah menonton bahkan. Saya misalnya, hanya ingin segera pulang, menghantam pedal gas, dan kebut-kebutan di jalan raya diiringi lagu rock favorit yang menggelegar.

Setelah dipikir-pikir, mungkin tidak jadi. Saya belum punya SIM A. Mobil juga belum punya. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Baby Driver

113 menit
Remaja - BO
Edgar Wright
Edgar Wright
Nira Park, Tim Bevan, Eric Fellner
Bill Pope
Steven Price

Anda tak bisa menahan hasrat untuk mengangguk-anggukkan kepala atau menghentak-hentakan kaki mengikuti ketukan lagu.

“You and I are a team.”
— Baby
Rating UP:
Memang tertunda 2 bulan dari Amerika, namun akhirnya kita mendapatkan film paling asyik dan paling enerjik tahun ini di layar lebar. Kita ke bioskop seringkali karena hanya ingin dibuat tertawa, bersorak-sorai, berdebar-debar, atau seru-seruan bareng. Baby Driver adalah film seperti itu. Filmnya penuh energi dan gaya. Menonton film ini seperti mendengar lagu rock favorit bersama kerumunan yang satu selera. Atau lagu pop, elektro, dangdut, atau lagu apapun. Anda tak bisa menahan hasrat untuk mengangguk-anggukkan kepala atau menghentak-hentakan kaki mengikuti ketukan lagu.


Saya kira analogi saya tak begitu keliru. Penulis/sutradara Edgar Wright menggabungkan film aksi kejar-kejaran mobil yang menegangkan dengan album kompilasi lagu yang diseleksi dengan telaten. Namun Baby Driver bukan sekadar film aksi dengan trek lagu keren, alih-alih kebalikannya. Biasanya, sutradara memilih trek lagu berdasarkan adegan, namun saya yakin Wright merancang adegannya setelah mendengar lagu terlebih dahulu. Lagu lah yang membangun film. Setiap sekuensnya dieksekusi dengan timing yang presisi, sinkron antara pergerakan di layar dengan ritme lagu. Filmnya melesat hebat dengan panduan dari tembang-tembang pilihan, yang juga menegaskan momen dari setiap adegan.

Tokoh utama kita adalah Baby (Ansel Elgort) yang harus selalu memakai earphone karena punya gangguan pendengaran. Well, sebenarnya ini alasan saja bagi Wright untuk menyelipkan puluhan lagu ke dalam filmnya secara natural. Gara-gara kecelakaan semasa kecil, Baby menderita tinnitus. Berkat musik, suara dengingan di telinganya berkurang, dan untuk itu, Baby punya banyak iPod sesuai dengan mood-nya. Ia pendiam, namun saat berada di belakang setir, Baby sekelas dengan Ryan Gosling dalam Drive. Ia memacu mobil dengan cantik, lolos dari kejaran polisi, atau menghindari blokade paku dengan manuver mulus yang tak perlu sampai meledakkan separuh populasi jalan raya.

Sekuens pertama semacam versi extended dari video klip “Blue Song”-nya Mint Royale yang disutradarai oleh Wright sendiri pada tahun 2003. Baby sedang menunggu sembari mendengar “Bellbottoms”-nya Jon Spencer Blues Explosion. Tiga perampok bank lalu masuk ke dalam mobilnya, dan tepat saat interlude lagu, Baby membesarkan volume, menginjak pedal gas, dan mempersembahkan kejar-kejaran mobil yang stylish, penuh adrenalin dan mungkin salah satu yang terbaik yang pernah saya tonton.

Mereka bagi-bagi hasil rampokan di sebuah gudang. Ada Griff (Jon Bernthal), Buddy (Jon Hamm), dan pacar Buddy, Darling (Eiza Gonzalez). Yang mengatur semuanya adalah seorang bos kriminal berjuluk Doc (Kevin Spacey). Baby sebenarnya tak seperti orang-orang ini, namun ia berhutang banyak pada Doc, dan ini adalah satu-satunya cara untuk melunasi. Doc selalu merekrut orang yang berbeda untuk setiap perampokannya, namun Baby menjadi kru reguler karena sedemikian mahir menyetir. Oh, dan Baby adalah jimat keberuntungan bagi Doc.

Tinggal satu misi lagi dan hutang Baby lunas, kata Doc. Namun tak ada yang namanya one last job dalam semesta film kriminal. Bahkan pekerjaan kali ini bakal lebih berat gara-gara kru baru yang sinting, Bats (Jamie Foxx). Alasan Baby untuk keluar dari dunia kriminal semakin kuat saat ia berjumpa dengan pramusaji cantik bernama Deborah (Lily James) yang juga punya selera musik yang bagus.

Bagian selanjutnya berisi dengan tembak-tembakan, kejar-kejaran mobil, sampai kejar-kejaran dengan kaki yang diiringi dengan lagu “Harlem Shuffle”-nya Bob & Earl, “Let’s Go Away for a While”-nya The Beach Boys, “Debra”-nya Beck, “Easy”-nya The Commodores, “Nowhere to Run”-nya Martha Reeves a& the Vandellas, “Hocus Pocus”-nya Focus, “Brighton Rock”-nya Queen, dan tentu saja “Baby Driver” milik Simon & Garfunkel. Tak semuanya saya tahu dan sebagian besar infonya saya dapatkan dari IMDb, namun percayalah, semuanya keren dan sangat cocok sekali dengan apa yang terjadi di layar. Di satu adegan tembak-tembakan, suara letupan pistol seirama dengan suara drum solo dari “Tequilla”-nya Button Down Brass. Konyol tapi keren.

Wright adalah sutradara yang brilian dan Baby Driver adalah satu lagi parade keterampilannya dalam pop nerd filmmaking. Dalam Scott Pilgrim vs. The World, ia membuat inovasi visual yang mendefinisikan hibrid antara video game dengan sinema. Hot Fuzz yang merupakan film Wright favorit saya (maafkan saya), adalah plesetan buddy cop dengan komedi menyengat tapi tetap punya aura misteri yang mencekat sepanjang film. Untuk Baby Driver, Wright menciptakan film aksi-musikal yang menyentuh tiga elemen yang kita cari dalam sebuah film —romansa, komedi, thriller— dan ketiganya sukses sampai di tujuan dengan mulus dan penuh gaya. Wright bilang bahwa pengadegannya sebagian besar dilakukan di depan kamera, tanpa CGI, demi memberikan kejar-kejaran mobil yang sudah lama tak kita lihat dalam film aksi kekinian. Bagian klimaks yang melibatkan banyak tabrakan mobil menyajikan ketegangan maksimal dengan stake yang riil. Ancaman yang dirasakan Baby tak main-main.

Intensitas ini juga berhasil dibangun oleh Wright berkat karakterisasi yang simpel tapi sangat efektif. Semua karakter pendukung bisa dibilang misterius sehingga menyuguhkan sesuatu yang tak kita duga. Ada ketidakpastian karena sedikit percikan saja bisa menimbulkan kekacauan bagi semua. Foxx tampil luar biasa sebagai maniak sinis yang tampaknya suka membuat masalah dengan siapapun. Doc ternyata bukan sekadar bos berdarah dingin seperti yang kita lihat di awal. Sementara Hamm berjalan dari latar belakang dengan elegan tapi menyimpan sesuatu yang membuat bergidik. Di satu bagian, kita penasaran bagaimana gaya berpacaran sehari-hari antara Buddy dan Darling.

Tak ada momen yang begitu berbobot, tapi Baby Driver sangat asyik sekali sebagai hiburan ringan. Di linimasa Twitter, saya sempat melihat komentar salah satu kritikus internasional yang bilang bahwa Baby-nya Elgort adalah karakter yang tumpul. Namun saya yakin anda takkan kepikiran hal itu saat menonton, setelah menonton bahkan. Saya misalnya, hanya ingin segera pulang, menghantam pedal gas, dan kebut-kebutan di jalan raya diiringi lagu rock favorit yang menggelegar.

Setelah dipikir-pikir, mungkin tidak jadi. Saya belum punya SIM A. Mobil juga belum punya. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Baby Driver

113 menit
Remaja - BO
Edgar Wright
Edgar Wright
Nira Park, Tim Bevan, Eric Fellner
Bill Pope
Steven Price

Proses Pra-Produksi ‘Shazam’ Resmi Dimulai

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Proses Pra-Produksi ‘Shazam’ Resmi Dimulai
link : Proses Pra-Produksi ‘Shazam’ Resmi Dimulai

Baca juga


August 2017

Usai sukses membesut 'Annabelle: Creation', David F.Sanberg kini siap terjun ke dalam semesta superhero DC Extended Universe dengan membidani film 'Shazam'.

Usai sukses membesut Annabelle: Creation, sutradara David F. Sanberg kini siap terjun ke dalam semesta superhero DC Extended Universe dengan membidani film Shazam. Pertama diumumkan pada 2014, proyek Shazam akhirnya mengalami kemajuan signifikan, seiring Sanberg merilis foto yang menandai dimulainya proses pra-produksi film arahannya. Foto dengan caption “Day 1” yang diposting di Instagram ini sebenarnya tak begitu istimewa karena hanya memperlihatkan sekaleng Coca-Cola. Bagaimanapun, foto ini dinilai sebagai titik cerah bagi mereka yang mengantisipasi debut Shazam di layar lebar.

Dengan berjalannya proses pra-produksi Shazam, maka Sanberg dan kru sudah mulai meracik skrip ataupun cerita, hingga mencari pemain. Sebelumnya, Sanberg memastikan akan menggaet dua aktor untuk bermain sebagai karakter titular, dimana yang satu (aktor muda) berperan sebagai bocah bernama Billy Batson, dan yang satunya lagi (aktor dewasa) berperan sebagai Shazam. Sang sutradara juga menjanjikan, Shazam akan jadi film paling ringan di DCEU. Dengan kata lain, filmnya akan sarat dengan nuansa fun dan jauh dari kesan kelam.

Shazam sendiri merupakan superhero dengan kekuatan yang mewakili dewa-dewa besar dalam mitologi Yunani seperti Solomon, Hercules, Atlas, Zeus, Achilles dan Mercury. Disamping itu, Shazam sebenarnya berwujud asli anak remaja bernama Billy Batson, yang ketika mengucapkan kata ajaib “SHAZAM”, seketika bertranformasi menjadi sang superhero. Dengan latar belakang Shazam tersebut, tak heran jika karakter ini dibawakan dua aktor. Cukup disayangkan Dwayne Johnson – pemeran musuh besar Shazam, Black Adam – batal tampil di Shazam setelah karakternya dicoret dari skrip. Sebagai kompensasinya, Warner Bros. memberikan film solo khusus untuk Black Adam yang kini sedang dikembangkan.

Shazam akan mulai syuting pada 2018 dengan jadwal rilis yang belum ditentukan. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Usai sukses membesut 'Annabelle: Creation', David F.Sanberg kini siap terjun ke dalam semesta superhero DC Extended Universe dengan membidani film 'Shazam'.

Usai sukses membesut Annabelle: Creation, sutradara David F. Sanberg kini siap terjun ke dalam semesta superhero DC Extended Universe dengan membidani film Shazam. Pertama diumumkan pada 2014, proyek Shazam akhirnya mengalami kemajuan signifikan, seiring Sanberg merilis foto yang menandai dimulainya proses pra-produksi film arahannya. Foto dengan caption “Day 1” yang diposting di Instagram ini sebenarnya tak begitu istimewa karena hanya memperlihatkan sekaleng Coca-Cola. Bagaimanapun, foto ini dinilai sebagai titik cerah bagi mereka yang mengantisipasi debut Shazam di layar lebar.

Dengan berjalannya proses pra-produksi Shazam, maka Sanberg dan kru sudah mulai meracik skrip ataupun cerita, hingga mencari pemain. Sebelumnya, Sanberg memastikan akan menggaet dua aktor untuk bermain sebagai karakter titular, dimana yang satu (aktor muda) berperan sebagai bocah bernama Billy Batson, dan yang satunya lagi (aktor dewasa) berperan sebagai Shazam. Sang sutradara juga menjanjikan, Shazam akan jadi film paling ringan di DCEU. Dengan kata lain, filmnya akan sarat dengan nuansa fun dan jauh dari kesan kelam.

Shazam sendiri merupakan superhero dengan kekuatan yang mewakili dewa-dewa besar dalam mitologi Yunani seperti Solomon, Hercules, Atlas, Zeus, Achilles dan Mercury. Disamping itu, Shazam sebenarnya berwujud asli anak remaja bernama Billy Batson, yang ketika mengucapkan kata ajaib “SHAZAM”, seketika bertranformasi menjadi sang superhero. Dengan latar belakang Shazam tersebut, tak heran jika karakter ini dibawakan dua aktor. Cukup disayangkan Dwayne Johnson – pemeran musuh besar Shazam, Black Adam – batal tampil di Shazam setelah karakternya dicoret dari skrip. Sebagai kompensasinya, Warner Bros. memberikan film solo khusus untuk Black Adam yang kini sedang dikembangkan.

Shazam akan mulai syuting pada 2018 dengan jadwal rilis yang belum ditentukan. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Monday, August 28, 2017

Diterpa Isu Whitewashing, Ed Skrein Mundur dari 'Hellboy'

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Diterpa Isu Whitewashing, Ed Skrein Mundur dari 'Hellboy'
link : Diterpa Isu Whitewashing, Ed Skrein Mundur dari 'Hellboy'

Baca juga


August 2017

Tak ingin kontroversi terus bergulir, Ed Skrein mengambil keputusan berani dengan mengundurkan diri dari 'Hellboy'.

Minggu lalu Ed Skrein diketahui bergabung dalam film reboot Hellboy sebagai Major Ben Daimio. Alih-alih disambut positif, keterlibatan aktor Inggris justru menyulut isu whitewashing lantaran ia memerankan karakter keturunan Jepang-Amerika. Tak ingin kontroversi ini terus bergulir, jebolan Game of Thrones ini pun mengambil keputusan berani dengan mengundurkan diri, agar Ben Daimio nantinya bisa diperankan aktor yang tepat.

Pengunduran diri Ed sendiri diumumkan langsung oleh sang aktor melalui Twitter. Selain menyatakan dirinya urung membintangi Hellboy, Ed juga memberikan klarifikasi terkait keterlibatannya yang berujung isu whitewashing. Ia mengaku, saat menerima peran, ia belum tahu bahwa Ben Daimio di komiknya ternyata memiliki darah Asia. Usai bergabung, Ed pun menyadari adanya kritikan mengalir deras yang menyasar dirinya.

Mengetahui hal itu, Ed akhirnya tergerak melakukan hal yang ia rasa benar. Ia memahami, merepresentasikan karakter secara akurat dari sisi budaya itu penting bagi banyak orang, dan jika kewajiban itu diabaikan, maka Ed menilai hal itu akan cenderung merugikan etnis minoritas di dunia seni. Ed pun menyatakan sangat menghormati kewajiban ini. Atas dasar itu, Ed memutuskan mundur agar karakternya bisa diperankan aktor yang tepat. Ia berharap keputusannya bisa mendorong industri Hollywood untuk lebih terbuka pada aktor/aktris dari berbagai etnis. Kendati merasa sedih harus proyek calon franchise seperti Hellboy, namun jika kelak keputusannya bisa membawa perubahan dan membuat etnis di Hollywood lebih beragam, Ed merasa keputusannya layak untuk diambil dan tak perlu disesali.

Dalam komiknya, Ben Daimio sendiri memiliki nenek yang dulunya menjadi prajurit kekaisaran Jepang pada era Perang Dunia II. Reboot ini menandai debut Daimio di layar lebar, mengingat ia belum sempat unjuk gigi di dua film Hellboy besutan Guillermo Del Toro. Kini Lionsgate tampaknya harus bergerak cepat mencari pengganti Ed jika tak ingin proses syuting Hellboy pada September 2017 tertunda. Menarik untuk melihat apakah peran Ben Daimio akan dipercayakan pada aktor berdarah Asia sesuai harapan Ed, atau justru studio masih bersikap bandel dengan mengulangi kesalahannya.

Isu whitewashing sendiri telah menjadi persoalan klasik di Hollywood, dan biasanya kerap terjadi dalam film adaptasi. Sebut saja Doctor Strange yang mendapuk Tilda Swinton sebagai Ancient One, Ghost in the Shell yang menunjuk Scarlett Johansson sebagai Motoko Kusanagi, hingga Death Note yang memilih Nat Wolff sebagai Yagami Light. Layaknya Ed, ketiga aktor/aktris Barat harus menghadapi kontroversi whitewashing lantaran memerankan karakter berlatar belakang Asia.

Disutradarai Neil Marshall, reboot bertajuk Hellboy: Rise of the Blood Queen ini dibintangi David Harbour (Hellboy), Ian McShane (Professor Broom, ayah adopsi Hellboy), Milla Jovovich (villain The Blood Queen) dan Sasha Lane (Alice Monaghan). Berbekal rating R, reboot ini dijanjikan akan lebih sadis dan kelam dengan cerita yang lebih dewasa.

Kendati Lionsgate belum menetapkan tanggal rilis, rencananya Hellboy: Rise of the Blood Queen ditargetkan meluncur 2018. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Tak ingin kontroversi terus bergulir, Ed Skrein mengambil keputusan berani dengan mengundurkan diri dari 'Hellboy'.

Minggu lalu Ed Skrein diketahui bergabung dalam film reboot Hellboy sebagai Major Ben Daimio. Alih-alih disambut positif, keterlibatan aktor Inggris justru menyulut isu whitewashing lantaran ia memerankan karakter keturunan Jepang-Amerika. Tak ingin kontroversi ini terus bergulir, jebolan Game of Thrones ini pun mengambil keputusan berani dengan mengundurkan diri, agar Ben Daimio nantinya bisa diperankan aktor yang tepat.

Pengunduran diri Ed sendiri diumumkan langsung oleh sang aktor melalui Twitter. Selain menyatakan dirinya urung membintangi Hellboy, Ed juga memberikan klarifikasi terkait keterlibatannya yang berujung isu whitewashing. Ia mengaku, saat menerima peran, ia belum tahu bahwa Ben Daimio di komiknya ternyata memiliki darah Asia. Usai bergabung, Ed pun menyadari adanya kritikan mengalir deras yang menyasar dirinya.

Mengetahui hal itu, Ed akhirnya tergerak melakukan hal yang ia rasa benar. Ia memahami, merepresentasikan karakter secara akurat dari sisi budaya itu penting bagi banyak orang, dan jika kewajiban itu diabaikan, maka Ed menilai hal itu akan cenderung merugikan etnis minoritas di dunia seni. Ed pun menyatakan sangat menghormati kewajiban ini. Atas dasar itu, Ed memutuskan mundur agar karakternya bisa diperankan aktor yang tepat. Ia berharap keputusannya bisa mendorong industri Hollywood untuk lebih terbuka pada aktor/aktris dari berbagai etnis. Kendati merasa sedih harus proyek calon franchise seperti Hellboy, namun jika kelak keputusannya bisa membawa perubahan dan membuat etnis di Hollywood lebih beragam, Ed merasa keputusannya layak untuk diambil dan tak perlu disesali.

Dalam komiknya, Ben Daimio sendiri memiliki nenek yang dulunya menjadi prajurit kekaisaran Jepang pada era Perang Dunia II. Reboot ini menandai debut Daimio di layar lebar, mengingat ia belum sempat unjuk gigi di dua film Hellboy besutan Guillermo Del Toro. Kini Lionsgate tampaknya harus bergerak cepat mencari pengganti Ed jika tak ingin proses syuting Hellboy pada September 2017 tertunda. Menarik untuk melihat apakah peran Ben Daimio akan dipercayakan pada aktor berdarah Asia sesuai harapan Ed, atau justru studio masih bersikap bandel dengan mengulangi kesalahannya.

Isu whitewashing sendiri telah menjadi persoalan klasik di Hollywood, dan biasanya kerap terjadi dalam film adaptasi. Sebut saja Doctor Strange yang mendapuk Tilda Swinton sebagai Ancient One, Ghost in the Shell yang menunjuk Scarlett Johansson sebagai Motoko Kusanagi, hingga Death Note yang memilih Nat Wolff sebagai Yagami Light. Layaknya Ed, ketiga aktor/aktris Barat harus menghadapi kontroversi whitewashing lantaran memerankan karakter berlatar belakang Asia.

Disutradarai Neil Marshall, reboot bertajuk Hellboy: Rise of the Blood Queen ini dibintangi David Harbour (Hellboy), Ian McShane (Professor Broom, ayah adopsi Hellboy), Milla Jovovich (villain The Blood Queen) dan Sasha Lane (Alice Monaghan). Berbekal rating R, reboot ini dijanjikan akan lebih sadis dan kelam dengan cerita yang lebih dewasa.

Kendati Lionsgate belum menetapkan tanggal rilis, rencananya Hellboy: Rise of the Blood Queen ditargetkan meluncur 2018. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Buletin LSF: 'Warkop DKI Reborn 2', 'Midnight Runners', 'Cage Dive', dll

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Buletin, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Buletin LSF: 'Warkop DKI Reborn 2', 'Midnight Runners', 'Cage Dive', dll
link : Buletin LSF: 'Warkop DKI Reborn 2', 'Midnight Runners', 'Cage Dive', dll

Baca juga


August 2017

Film lulus sensor minggu ini antara lain: 'Renegades', 'Midnight Runners', 'Tommi n Jerri', 'Suami untuk Mak', 'The Evil Within', 'Cage Dive', 'Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 2', 'Bareilly ki Barfi', dan 'Molulo'.

Di antara 9 film yang lulus sensor minggu ini, rilisan terbesar adalah Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 2. Sama seperti film pertamanya, sekuel ini juga diberi rating "13+". Mudah-mudahan rating kali ini lebih pas, berbeda dari Jangkrik Boss Part 1 yang leluconnya tak begitu ramah bagi siswa kelas VII.

Rano Karno dan Lydia Kandou akan reuni kembali dalam film Suami untuk Mak garapan Monti Tiwa. Ceritanya tentang Lydia yang ingin dicarikan suami baru oleh kelima anaknya yang berbeda etnis. Anda tak salah baca. Di film ini Lydia sudah punya suami 5 kali. Film ini diberi rating "13+".

Ada dua lagi film lokal yang juga lulus sensor. Yang pertama adalah Tommi n Jerri, komedi yang dibintangi Aurelie Moeremans dan Mongol Stress, yang mendapat rating "+13". Terakhir, film lokal dari Sulawesi Tenggara berjudul Molulo, yang sebenarnya tak lokal-lokal amat karena disutradarai oleh komika nasional, Acho. Ratingnya juga "13+".

Awalnya direncanakan tayang pada 23 Agustus, saya heran kenapa Midnight Runners belum juga lulus sensor minggu lalu. Namun ternyata perilisannya ditunda selama seminggu, dan sekarang ia sudah lulus sensor dengan rating "17+". Ceritanya tentang mahasiswa Universitas Polisi Korea yang melakukan investigasi sendiri terhadap sebuah kasus penculikan yang katanya berakhir konyol.

Saya tak tahu mana yang duluan, tapi premis Cage Dive terdengar sangat mirip sekali dengan 47 Meters Down. Film ini aslinya merupakan film ketiga dari Open Water. Di Amerika sendiri, filmnya sudah tayang secara on demand. Saya cuma bilang.

Berikut daftar lengkap buletin LSF minggu ini.

RENEGADES
783/DCP/EA/17/01.2025/2017
DRAMA ACTION
Klasifikasi Usia 17+
Pemilik PT. Prima Cinema Multimedia
Tanggal 22 Agustus 2017
Durasi 2879 Meter / 105 Menit
MIDNIGHT RUNNERS
787/DCP/EA/17/02.2018/2017
DRAMA / ACTION / KOMEDI
Klasifikasi Usia 17+
Pemilik PT. Athali Sukses Makmur
Tanggal 22 Agustus 2017
Durasi 2989 Meter / 109 Menit
TOMMI n JERRI
786/DCP/NAS/13/08.2022/2017
KOMEDI
Klasifikasi Usia 13+
Pemilik PT. KINOKO HALLOGEMA KREASINDO
Tanggal 22 Agustus 2017
Durasi 2358 Meter / 86 Menit
SUAMI UNTUK MAK
796/DCP/NAS/13/08.2022/2017
DRAMA
Klasifikasi Usia 13+
Pemilik PT. CAHAYA MEGA INDONESIA
Tanggal 23 Agustus 2017
Durasi 2687 Meter / 98 Menit
THE EVIL WITHIN
785/DCP/EA/REV/17/07.2024/2017
HOROR
Klasifikasi Usia 17+
Pemilik PT. RAPI FILMS
Tanggal 24 Agustus 2017
Durasi 2661 Meter / 97 Menit
CAGE DIVE
813/DCP/ANM/17/08.2018/2017
DRAMA
Klasifikasi Usia 17+
Pemilik PT . MITRA MEDIA LAYAR LEBAR
Tanggal 25 Agustus 2017
Durasi 2166 Meter / 79 Menit
WARKOP DKI REBORN : JANGKRIK BOSS PART 2
809/DCP/NAS/13/08.2022/2017
DRAMA / KOMEDI
Klasifikasi Usia 13+
Pemilik PT. FALCON
Tanggal 25 Agustus 2017
Durasi 2660 Meter / 97 Menit
BAREILLY KI BARFI
808/DCP/ANM/17/08.2018/2017
DRAMA
Klasifikasi Usia 17+
Pemilik PT. Parkit Films
Tanggal 25 Agustus 2017
Durasi 3181 Meter / 116 Menit
MOLULO
807/DCP/NAS/13/08.2022/2017
DRAMA
Klasifikasi Usia 13+
Pemilik PT. DUTA CAHAYA UTAMA
Tanggal 25 Agustus 2017
Durasi 3153 Meter / 115 Menit

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem ■UP

[Sumber Data : Lembaga Sensor Film]

Film lulus sensor minggu ini antara lain: 'Renegades', 'Midnight Runners', 'Tommi n Jerri', 'Suami untuk Mak', 'The Evil Within', 'Cage Dive', 'Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 2', 'Bareilly ki Barfi', dan 'Molulo'.

Di antara 9 film yang lulus sensor minggu ini, rilisan terbesar adalah Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 2. Sama seperti film pertamanya, sekuel ini juga diberi rating "13+". Mudah-mudahan rating kali ini lebih pas, berbeda dari Jangkrik Boss Part 1 yang leluconnya tak begitu ramah bagi siswa kelas VII.

Rano Karno dan Lydia Kandou akan reuni kembali dalam film Suami untuk Mak garapan Monti Tiwa. Ceritanya tentang Lydia yang ingin dicarikan suami baru oleh kelima anaknya yang berbeda etnis. Anda tak salah baca. Di film ini Lydia sudah punya suami 5 kali. Film ini diberi rating "13+".

Ada dua lagi film lokal yang juga lulus sensor. Yang pertama adalah Tommi n Jerri, komedi yang dibintangi Aurelie Moeremans dan Mongol Stress, yang mendapat rating "+13". Terakhir, film lokal dari Sulawesi Tenggara berjudul Molulo, yang sebenarnya tak lokal-lokal amat karena disutradarai oleh komika nasional, Acho. Ratingnya juga "13+".

Awalnya direncanakan tayang pada 23 Agustus, saya heran kenapa Midnight Runners belum juga lulus sensor minggu lalu. Namun ternyata perilisannya ditunda selama seminggu, dan sekarang ia sudah lulus sensor dengan rating "17+". Ceritanya tentang mahasiswa Universitas Polisi Korea yang melakukan investigasi sendiri terhadap sebuah kasus penculikan yang katanya berakhir konyol.

Saya tak tahu mana yang duluan, tapi premis Cage Dive terdengar sangat mirip sekali dengan 47 Meters Down. Film ini aslinya merupakan film ketiga dari Open Water. Di Amerika sendiri, filmnya sudah tayang secara on demand. Saya cuma bilang.

Berikut daftar lengkap buletin LSF minggu ini.

RENEGADES
783/DCP/EA/17/01.2025/2017
DRAMA ACTION
Klasifikasi Usia 17+
Pemilik PT. Prima Cinema Multimedia
Tanggal 22 Agustus 2017
Durasi 2879 Meter / 105 Menit
MIDNIGHT RUNNERS
787/DCP/EA/17/02.2018/2017
DRAMA / ACTION / KOMEDI
Klasifikasi Usia 17+
Pemilik PT. Athali Sukses Makmur
Tanggal 22 Agustus 2017
Durasi 2989 Meter / 109 Menit
TOMMI n JERRI
786/DCP/NAS/13/08.2022/2017
KOMEDI
Klasifikasi Usia 13+
Pemilik PT. KINOKO HALLOGEMA KREASINDO
Tanggal 22 Agustus 2017
Durasi 2358 Meter / 86 Menit
SUAMI UNTUK MAK
796/DCP/NAS/13/08.2022/2017
DRAMA
Klasifikasi Usia 13+
Pemilik PT. CAHAYA MEGA INDONESIA
Tanggal 23 Agustus 2017
Durasi 2687 Meter / 98 Menit
THE EVIL WITHIN
785/DCP/EA/REV/17/07.2024/2017
HOROR
Klasifikasi Usia 17+
Pemilik PT. RAPI FILMS
Tanggal 24 Agustus 2017
Durasi 2661 Meter / 97 Menit
CAGE DIVE
813/DCP/ANM/17/08.2018/2017
DRAMA
Klasifikasi Usia 17+
Pemilik PT . MITRA MEDIA LAYAR LEBAR
Tanggal 25 Agustus 2017
Durasi 2166 Meter / 79 Menit
WARKOP DKI REBORN : JANGKRIK BOSS PART 2
809/DCP/NAS/13/08.2022/2017
DRAMA / KOMEDI
Klasifikasi Usia 13+
Pemilik PT. FALCON
Tanggal 25 Agustus 2017
Durasi 2660 Meter / 97 Menit
BAREILLY KI BARFI
808/DCP/ANM/17/08.2018/2017
DRAMA
Klasifikasi Usia 17+
Pemilik PT. Parkit Films
Tanggal 25 Agustus 2017
Durasi 3181 Meter / 116 Menit
MOLULO
807/DCP/NAS/13/08.2022/2017
DRAMA
Klasifikasi Usia 13+
Pemilik PT. DUTA CAHAYA UTAMA
Tanggal 25 Agustus 2017
Durasi 3153 Meter / 115 Menit

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem ■UP

[Sumber Data : Lembaga Sensor Film]

Saturday, August 26, 2017

Review Film: 'Death Note' (2017)

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Fantasi, Artikel Horor, Artikel Misteri, Artikel Review, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Death Note' (2017)
link : Review Film: 'Death Note' (2017)

Baca juga


August 2017

Jika saya mendapat "Death Note", nama pertama yang saya tulis adalah judul film ini, agar tak ada lagi orang yang akan menontonnya.

“It's like you said, sometimes you gotta choose the lesser of the two evils.”
— Light Turner
Rating UP:
Film Death Note apa ini? Semacam parodi? Kalau iya, dimana saya seharusnya tertawa? Death Note versi Netflix adalah lelucon yang tak lucu. Mungkin inilah yang akan terjadi jika Shinigami Ryuk menjatuhkan buku kematiannya di Amerika dan kepada remaja yang lebih dungu daripada remaja dalam film horor Friday the 13th. Ketika pertama kali melihat Dewa Kematian, tokoh utama kita berteriak sekencang-kencangnya dengan ekspresi yang sedemikian menggelikan, saya curiga jangan-jangan Nat Wolff sedang casting untuk film Scary Movie berikutnya. Apakah film ini main-main? Tidak juga, karena para karakter kita membicarakan perkara serius seperti tindakan meniru Tuhan serta masa depan umat manusia.


Saya sangat menggemari manga Death Note karya Takeshi Obata dan Tsugumi Ohba yang sangat cerdas dan atmosferik. Mungkin semangat fanboy saya akan membuat review ini sedikit bias. Meski demikian, saya juga tak sebegitu fanatik sampai merasa perlu bahwa adaptasi Hollywood-nya harus setia dengan materi asli. Ini adalah adaptasi dan pembuat filmnya bisa melakukan apa saja asalkan filmnya bagus. Namun, Death Note versi ini memang kacau dalam segala aspek. Tone-nya berantakan, motif karakternya tak jelas, plotnya amburadul, dan yang lebih keji lagi, perubahan yang dilakukan oleh pembuat film terhadap materi aslinya sama sekali tak memberikan signifikansi apapun.

Awalnya, film ini bermain kurang lebih seperti manga-nya. Seorang remaja bernama Light Turner (Wolff) menemukan sebuah buku hitam yang berbalut kaver kulit dengan judul "DEATH NOTE" di depannya. Sebenarnya buku ini adalah buku kematian yang dijatuhkan oleh Shinigami alias Dewa Kematian bernama Ryuk (diperankan oleh Willem Dafoe). Buku ini berisi banyak nama orang, tapi yang lebih penting, di dalamnya tercantum peraturan. Peraturannya ada banyak, namun yang paling mendasar dari semuanya adalah: tulis nama seseorang sambil membayangkan wajahnya, maka orang tersebut akan mati.

Sutradara Adam Wingard mengklaim bahwa setting Death Note asli terlalu ke-Jepang-an dan tak mungkin diadopsi mentah-mentah untuk film Hollywood. Jadi bersama penulis skrip Charley Parlapanides, Vlas Parlapanides, dan Jeremy Slater, ia melakukan penyesuaian agar lebih relevan dengan situasi sosiopolitis Amerika. Diamerikanisasi, katanya, untuk memberikan perspektif baru. Oke, baiklah. Ini dia perspektif baru yang saya dapat dari Death Note versi baru yang saya bandingkan dengan versi manga. Peringatan: saya tak bermaksud menggeneralisasi Amerika, ini hanyalah poin yang saya simpulkan dari filmnya.

  • Bullying. Menjadi anak SMA di Amerika tak ada artinya kalau anda bukan preman sekolah. Jika di manga, kepintaran Light membuatnya dengan gampang melewati masa sekolah dan menjadi idola di kelas, maka di film, hal ini menjadi bahan bully-an. Ini Amerika, Light! Harusnya ototmu yang dilatih.

  • Broken home. Tak lengkap seorang remaja Amerika jika keluarganya tak mengalami masalah. Ibu Light diceritakan meninggal karena dibunuh preman, sehingga membuat hubungan Light dengan ayahnya yang seorang kepala polisi (Shea Whigham) menjadi sangat buruk. “Ayah sama sekali tak peduli!”.

  • Pacar. Bro, SMA itu waktunya mencari pacar. Pacar adalah pencapaian tertinggi di sekolah. Jadi setelah menemukan "Death Note", Light segera membeberkan semua, termasuk keberadaan Ryuk, kepada salah satu cewek paling hot di sekolah, Mia (Margaret Qualley). Alasannya: Light naksir Mia dan, saya yakin, Light merasa inilah satu-satunya cara mendekatinya. Sabar Light, tahan nafsumu! Awalnya saya pikir Mia adalah pengganti karakter Misa Amane dari manga, namun kepribadian dan fungsinya bagi cerita sama sekali berbeda. Mia tidak gampang dimanfaatkan seperti Misa, karena ia lebih psikopat daripada Light. Dan Light sendiri tampak menyedihkan karena boleh dibilang tak bisa berbuat apa-apa di samping Mia.

  • Brutalisme. Melihat Light yang seperti ini, wajar saja jika yang ia bunuh pertama kali adalah preman sekolah yang kerap mem-bully-nya. Kalau anda merasa moralitas Light versi manga menyimpang karena membunuh banyak kriminal dan terkadang menggunakan kematian mereka demi kelancaran misinya menjadi Dewa, tunggu sampai anda melihat cara Light versi film membunuh. Salah satu kelebihan "Death Note" adalah bisa mengatur kondisi seseorang terbunuh, dan Light memanfaatkannya untuk menciptakan sekuens kematian sesadis mungkin, yang tampaknya terinspirasi karena terlalu banyak menonton Final Destination. Preman sekolah, misalnya, mati dengan kepala terpotong tangga portable. Apakah penonton Amerika memang secandu itu dengan darah dan potongan tubuh?
Pasangan psikopat ini memastikan agar tindakan mereka dilihat dan dipuja masyarakat dengan menciptakan figur Tuhan berjuluk “Kira”. Namun di lain pihak, ini juga memancing perhatian polisi serta detektif terhebat di dunia yang eksentrik, L (Keith Stanfield). L cukup cerdas untuk menyembunyikan wajah nama dan aslinya. Penyelidikan segera mengarah kepada Light. Kok bisa secepat itu? Entahlah. Jika di manga, skala ceritanya yang global mengerucut dengan logis ke Jepang, namun film langsung menyempitkannya dengan mendadak sampai anda bisa menyelipkan meme “Boy, that escalated quickly”.

Wingard dan penulis skripnya sepertinya sama sekali tak tahu apa yang mereka sasar. Karakter yang mereka buat relatif sama dengan versi manga-nya, namun mereka ogah untuk merengkuh esensi dari materi aslinya. Manga Death Note memang punya elemen supranatural, namun ini hanyalah gimmick karena yang membuat kita tercekat dengan cerita adalah adu kecerdasan dan ambiguitas moral antara Light/Kira dengan L. Permainan kucing-kucingan ini merupakan bagian terbaik dari manga, namun disini dikesampingkan karena cerita lebih berfokus pada masalah cewek yang dialami Light. Kenapa melakukan ini? Filmnya tak memberikan jawaban yang memuaskan. Perubahan poin plot ini terasa serampangan, tanpa tujuan. Kenapa tak sekalian mengganti mereka dengan karakter yang sama sekali baru?

Meski banyak yang tak setuju dengan pergantian latar belakang ras L, saya kira tak ada yang akan protes dengan pemilihan Dafoe sebagai Ryuk. Ini adalah casting yang luar biasa cocok. Suara asli Dafoe sudah mengumbar aura sadis yang sesuai sekali dengan gaya Ryuk yang suka bercelutuk dan terkekeh keji. Namun filmnya tak tahu dimana harus menempatkan karakter ikonik ini. Kita tak pernah benar-benar tahu alasan kenapa Ryuk menjatuhkan bukunya atau kenapa ia tertarik dengan Light, karena seperti yang saya bilang tadi, Light dan Mia adalah karakter yang membosankan. Secara umum, film mengabaikan Ryuk di banyak kesempatan hingga ia bisa dihilangkan sama sekali dari plot dan kita takkan begitu merasakan perbedaannya.

Saya suka dengan karya Wingard sebelumnya. You’re Next dan The Guest adalah produk yang setingkat lebih tinggi dibanding film-film di genrenya. Ia punya gaya visual menarik, yang sebenarnya tak pula ketinggalan dalam Death Note ini. Coba lihat pergerakan kameranya yang unik, penggunaan warna neonnya yang mencolok, serta pemilihan lagu jadul semacam "Power of Love"-nya Air Supply untuk menegaskan ironi di adegan brutal. Namun ia mengabaikan semua hal selain itu. Film bergerak sekenanya dengan menyelipkan mitologi Death Note disana-sini tanpa fungsi yang jelas. Saya rasa Wingard dkk membuat film ini tanpa mempelajari materi orisinalnya, hanya membaca premisnya dari Wikipedia. Jika saya mendapat "Death Note", nama pertama yang saya tulis adalah judul film ini, agar tak ada lagi orang yang akan menontonnya. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Death Note

100 menit
Remaja - BO
Adam Wingard
Charles Parlapanides, Vlas Parlapanides, Jeremy Slater (screenplay), Tsugumi Ohba, Takeshi Obata (manga)
Masi Oka, Roy Lee, Dan Lin, Jason Hoffs
David Tattersall
Atticus Ross, Leopold Ross

Jika saya mendapat "Death Note", nama pertama yang saya tulis adalah judul film ini, agar tak ada lagi orang yang akan menontonnya.

“It's like you said, sometimes you gotta choose the lesser of the two evils.”
— Light Turner
Rating UP:
Film Death Note apa ini? Semacam parodi? Kalau iya, dimana saya seharusnya tertawa? Death Note versi Netflix adalah lelucon yang tak lucu. Mungkin inilah yang akan terjadi jika Shinigami Ryuk menjatuhkan buku kematiannya di Amerika dan kepada remaja yang lebih dungu daripada remaja dalam film horor Friday the 13th. Ketika pertama kali melihat Dewa Kematian, tokoh utama kita berteriak sekencang-kencangnya dengan ekspresi yang sedemikian menggelikan, saya curiga jangan-jangan Nat Wolff sedang casting untuk film Scary Movie berikutnya. Apakah film ini main-main? Tidak juga, karena para karakter kita membicarakan perkara serius seperti tindakan meniru Tuhan serta masa depan umat manusia.


Saya sangat menggemari manga Death Note karya Takeshi Obata dan Tsugumi Ohba yang sangat cerdas dan atmosferik. Mungkin semangat fanboy saya akan membuat review ini sedikit bias. Meski demikian, saya juga tak sebegitu fanatik sampai merasa perlu bahwa adaptasi Hollywood-nya harus setia dengan materi asli. Ini adalah adaptasi dan pembuat filmnya bisa melakukan apa saja asalkan filmnya bagus. Namun, Death Note versi ini memang kacau dalam segala aspek. Tone-nya berantakan, motif karakternya tak jelas, plotnya amburadul, dan yang lebih keji lagi, perubahan yang dilakukan oleh pembuat film terhadap materi aslinya sama sekali tak memberikan signifikansi apapun.

Awalnya, film ini bermain kurang lebih seperti manga-nya. Seorang remaja bernama Light Turner (Wolff) menemukan sebuah buku hitam yang berbalut kaver kulit dengan judul "DEATH NOTE" di depannya. Sebenarnya buku ini adalah buku kematian yang dijatuhkan oleh Shinigami alias Dewa Kematian bernama Ryuk (diperankan oleh Willem Dafoe). Buku ini berisi banyak nama orang, tapi yang lebih penting, di dalamnya tercantum peraturan. Peraturannya ada banyak, namun yang paling mendasar dari semuanya adalah: tulis nama seseorang sambil membayangkan wajahnya, maka orang tersebut akan mati.

Sutradara Adam Wingard mengklaim bahwa setting Death Note asli terlalu ke-Jepang-an dan tak mungkin diadopsi mentah-mentah untuk film Hollywood. Jadi bersama penulis skrip Charley Parlapanides, Vlas Parlapanides, dan Jeremy Slater, ia melakukan penyesuaian agar lebih relevan dengan situasi sosiopolitis Amerika. Diamerikanisasi, katanya, untuk memberikan perspektif baru. Oke, baiklah. Ini dia perspektif baru yang saya dapat dari Death Note versi baru yang saya bandingkan dengan versi manga. Peringatan: saya tak bermaksud menggeneralisasi Amerika, ini hanyalah poin yang saya simpulkan dari filmnya.

  • Bullying. Menjadi anak SMA di Amerika tak ada artinya kalau anda bukan preman sekolah. Jika di manga, kepintaran Light membuatnya dengan gampang melewati masa sekolah dan menjadi idola di kelas, maka di film, hal ini menjadi bahan bully-an. Ini Amerika, Light! Harusnya ototmu yang dilatih.

  • Broken home. Tak lengkap seorang remaja Amerika jika keluarganya tak mengalami masalah. Ibu Light diceritakan meninggal karena dibunuh preman, sehingga membuat hubungan Light dengan ayahnya yang seorang kepala polisi (Shea Whigham) menjadi sangat buruk. “Ayah sama sekali tak peduli!”.

  • Pacar. Bro, SMA itu waktunya mencari pacar. Pacar adalah pencapaian tertinggi di sekolah. Jadi setelah menemukan "Death Note", Light segera membeberkan semua, termasuk keberadaan Ryuk, kepada salah satu cewek paling hot di sekolah, Mia (Margaret Qualley). Alasannya: Light naksir Mia dan, saya yakin, Light merasa inilah satu-satunya cara mendekatinya. Sabar Light, tahan nafsumu! Awalnya saya pikir Mia adalah pengganti karakter Misa Amane dari manga, namun kepribadian dan fungsinya bagi cerita sama sekali berbeda. Mia tidak gampang dimanfaatkan seperti Misa, karena ia lebih psikopat daripada Light. Dan Light sendiri tampak menyedihkan karena boleh dibilang tak bisa berbuat apa-apa di samping Mia.

  • Brutalisme. Melihat Light yang seperti ini, wajar saja jika yang ia bunuh pertama kali adalah preman sekolah yang kerap mem-bully-nya. Kalau anda merasa moralitas Light versi manga menyimpang karena membunuh banyak kriminal dan terkadang menggunakan kematian mereka demi kelancaran misinya menjadi Dewa, tunggu sampai anda melihat cara Light versi film membunuh. Salah satu kelebihan "Death Note" adalah bisa mengatur kondisi seseorang terbunuh, dan Light memanfaatkannya untuk menciptakan sekuens kematian sesadis mungkin, yang tampaknya terinspirasi karena terlalu banyak menonton Final Destination. Preman sekolah, misalnya, mati dengan kepala terpotong tangga portable. Apakah penonton Amerika memang secandu itu dengan darah dan potongan tubuh?
Pasangan psikopat ini memastikan agar tindakan mereka dilihat dan dipuja masyarakat dengan menciptakan figur Tuhan berjuluk “Kira”. Namun di lain pihak, ini juga memancing perhatian polisi serta detektif terhebat di dunia yang eksentrik, L (Keith Stanfield). L cukup cerdas untuk menyembunyikan wajah nama dan aslinya. Penyelidikan segera mengarah kepada Light. Kok bisa secepat itu? Entahlah. Jika di manga, skala ceritanya yang global mengerucut dengan logis ke Jepang, namun film langsung menyempitkannya dengan mendadak sampai anda bisa menyelipkan meme “Boy, that escalated quickly”.

Wingard dan penulis skripnya sepertinya sama sekali tak tahu apa yang mereka sasar. Karakter yang mereka buat relatif sama dengan versi manga-nya, namun mereka ogah untuk merengkuh esensi dari materi aslinya. Manga Death Note memang punya elemen supranatural, namun ini hanyalah gimmick karena yang membuat kita tercekat dengan cerita adalah adu kecerdasan dan ambiguitas moral antara Light/Kira dengan L. Permainan kucing-kucingan ini merupakan bagian terbaik dari manga, namun disini dikesampingkan karena cerita lebih berfokus pada masalah cewek yang dialami Light. Kenapa melakukan ini? Filmnya tak memberikan jawaban yang memuaskan. Perubahan poin plot ini terasa serampangan, tanpa tujuan. Kenapa tak sekalian mengganti mereka dengan karakter yang sama sekali baru?

Meski banyak yang tak setuju dengan pergantian latar belakang ras L, saya kira tak ada yang akan protes dengan pemilihan Dafoe sebagai Ryuk. Ini adalah casting yang luar biasa cocok. Suara asli Dafoe sudah mengumbar aura sadis yang sesuai sekali dengan gaya Ryuk yang suka bercelutuk dan terkekeh keji. Namun filmnya tak tahu dimana harus menempatkan karakter ikonik ini. Kita tak pernah benar-benar tahu alasan kenapa Ryuk menjatuhkan bukunya atau kenapa ia tertarik dengan Light, karena seperti yang saya bilang tadi, Light dan Mia adalah karakter yang membosankan. Secara umum, film mengabaikan Ryuk di banyak kesempatan hingga ia bisa dihilangkan sama sekali dari plot dan kita takkan begitu merasakan perbedaannya.

Saya suka dengan karya Wingard sebelumnya. You’re Next dan The Guest adalah produk yang setingkat lebih tinggi dibanding film-film di genrenya. Ia punya gaya visual menarik, yang sebenarnya tak pula ketinggalan dalam Death Note ini. Coba lihat pergerakan kameranya yang unik, penggunaan warna neonnya yang mencolok, serta pemilihan lagu jadul semacam "Power of Love"-nya Air Supply untuk menegaskan ironi di adegan brutal. Namun ia mengabaikan semua hal selain itu. Film bergerak sekenanya dengan menyelipkan mitologi Death Note disana-sini tanpa fungsi yang jelas. Saya rasa Wingard dkk membuat film ini tanpa mempelajari materi orisinalnya, hanya membaca premisnya dari Wikipedia. Jika saya mendapat "Death Note", nama pertama yang saya tulis adalah judul film ini, agar tak ada lagi orang yang akan menontonnya. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Death Note

100 menit
Remaja - BO
Adam Wingard
Charles Parlapanides, Vlas Parlapanides, Jeremy Slater (screenplay), Tsugumi Ohba, Takeshi Obata (manga)
Masi Oka, Roy Lee, Dan Lin, Jason Hoffs
David Tattersall
Atticus Ross, Leopold Ross

Friday, August 25, 2017

Review Film: 'American Made' (2017)

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Aksi, Artikel Biografi, Artikel Komedi, Artikel Review, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'American Made' (2017)
link : Review Film: 'American Made' (2017)

Baca juga


August 2017

Filmnya tak terbang terlalu jauh, tapi menghibur dan lepas landas dengan lancar.

“My name is Barry Seal. Some of this s**t really happened. It really did.”
— Barry Seal
Rating UP:
Judulnya tak bisa lebih tepat lagi selain American Made. Yang membuat Barry Seal menjadi "Barry Seal" yang itu adalah Amerika. Barry Seal, mantan pilot komersil yang beralih menjadi pilot bagi CIA sekaligus kartel narkoba Kolombia, adalah produk dari iklim politik Amerika yang kerap berubah gara-gara tendensi mereka mencampuri urusan negara lain. Yah, anda mungkin sudah tahu kalau Amerika memang suka begitu. Anda mungkin juga sudah tahu bagaimana filmnya akan berjalan, karena telah banyak menyaksikan film kriminal slenge'an "based on true story" seperti ini. Filmnya tak terbang terlalu jauh, tapi menghibur dan lepas landas dengan lancar.


Barry diperankan oleh Tom Cruise. Iya, bintang film kecintaan semua orang yang identik dengan citra jagoan dan auranya yang agak bandel, kali ini harus bermain sedikit lebih nakal lagi sebagai kriminal penyelundup narkoba dan senjata dari Amerika ke Amerika Latin. Kisah nyatanya sendiri sangat absurd, dan pasti menyadari hal ini, sutradara Doug Liman membawakan filmnya dengan dengan ringan dan cenderung komedik. Cruise, seperti biasa, menampilkan karisma dan seringai songongnya yang menjadi driving force kuat bagi film ini, hingga di satu titik saya sampai berpikir jangan-jangan saya peduli pada karakternya gara-gara diperankan Cruise.

Di tahun 70-an, Seal adalah pilot bagi maskapai penumpang Trans World Airlines (TWA) yang sebegitu bosan dengan pekerjaannya, ia sampai iseng sengaja membuat turbulensi palsu dengan membelokkan pesawat ke bawah secara mendadak. Barry dan copilot-nya cengar-cengir, tapi untunglah tak ada penumpang pesawat yang jantungan. Dalam perjalanan pulang, Barry juga sekalian menyelundupkan cerutu Kuba ke Amerika. Operasi kecil-kecilannya menjadi perhatian bagi CIA, namun alih-alih menangkap Barry, mereka malah merekrutnya untuk misi mata-mata. Wakil CIA, Schafer (Domhnall Gleeson) menyuruh Barry terbang seperti biasa ke Amerika Latin, tapi kali ini ia harus mengambil laporan spionase dari rekanan CIA atau memotret aktivitas militer yang dilakukan disana.

Operasi yang ini juga ketahuan, tapi oleh trio kartel Medellin, yang diantaranya beranggotakan raja narkoba, Pablo Escobar. Mereka tahu bahwa Barry bekerja pada CIA, namun mereka ingin memanfaatkan situasi. Barry diharuskan menyelundupkan ratusan kilo kokain ke Amerika. Sebagai imbalan, ia akan dibayar $2 ribu perkilo. Nikmatnya menjadi Barry adalah: (1) selalu ketahuan, tapi (2) selalu bisa lolos, dan (3) bernasib lebih baik daripada sebelumnya. Kali ini ia digerebek polisi Kolombia, tapi dibebaskan kembali oleh Schafer. Untuk menyembunyikan identitas, Barry harus memindahkan keluarganya ke kota kecil Mena, dimana ia diberi rumah dan satu bandara pribadi yang khusus untuk menerbangkan senjata, karena kini Presiden merasa perlu mempersenjatai militan Contras di Nikaragua. Sementara itu, bisnis kurir narkoba semakin besar hingga Barry merekrut beberapa pilot sebagai anak buahnya.

Kesalahan Barry adalah saat punya terlalu banyak uang, ia sampai tak tahu lagi bagaimana cara menyimpannya. Kota kecil Mena sudah seperti kota pribadi Barry karena ia membuat beberapa bisnis dan bank fiktif untuk mencuci uang. Uang tunai berceceran sampai ke kandang kuda karena sudah tak muat lagi di dalam koper-koper. Kedatangan adik iparnya (Caleb Landry Jones) yang seorang preman kacangan, membuat situasi menjadi lebih kacau. Di titik ini, anda penasaran bagaimana Barry masih bisa lolos. Pemerintah bukannya tidak tahu, alih-alih lepas tangan, sebab mereka merasa bahwa ada urusan yang lebih penting, which is, menangani urusan negara orang, tentu saja. Barry hanyalah seorang oportunis yang berada di waktu dan tempat yang tepat, memerah duit dari berbagai pihak yang juga memerahnya.

Film dibuka dengan Barry yang sedang merekam video dokumenter menggunakan VHS, menjelaskan tentang pekerjaannya. "This s**t really happened," kata Barry. American Made menggunakan video ini didukung dengan narasi langsung dari Cruise sebagai framing device untuk memandu kita melewati timeline yang meloncat-loncat sejak 70-an sampai akhir 80-an. Sinematografer yang digandeng Liman adalah Cesar Charlone. Seperti yang diterapkannya pada City of God (2002), Charlone suka dengan gambar nyaris close-up dengan warna calak. Gerakan kameranya hiperaktif dengan filter gambar yang kerap berganti, memberikan urgensi tersendiri di setiap adegan. Gaya filmnya pas sekali dengan karakterisasi serampangan dari Cruise. Untuk menjelaskan geografi naratifnya, Liman menggunakan peta yang dicoret dengan spidol, sembari menyentil keapatisan kebanyakan orang Amerika terhadap geografi negara orang, mengingatkan saya pada rubrik "Other Countries' Presidents" dari talkshow Last Week Tonight with John Oliver.

Film ini adalah satire, dan Liman bijak sekali tak terjun terlalu dalam terhadap latar belakang politiknya. Ini hanyalah cerita tentang Barry Seal, yang kebetulan dilatari dengan figur publik tenar semacam Escobar, Kolonel Noriega, dan Presiden Reagan. Konspirasi yang aslinya bernama skandal Iran-Contra ini seperti terpisah dari kehidupan Barry, namun kita masih bisa mengintip sekilas apa yang yang sebenarnya terjadi. Jika tidak, ini akan menjadi film yang sama sekali berbeda, yang kemungkinan besar akan menimbulkan ketimpangan tone.

Di lain sisi, hal ini juga membuat karakter lain tertutupi oleh Barry-nya Cruise. Pasangan sherif Mena, Jesse Plemons dan Lola Kirke terutama, yang tampaknya seperti punya peran cukup krusial di awal, namun ternyata tak begitu memberi dampak dalam kisah Barry. Sarah Wright Olsen sebagai istri Barry, Lucy baru mendapat porsi yang cukup mencolok menjelang film berakhir. Komitmen Liman agar filmnya selalu santai, menjadikan petualangan Barry dalam film ini tak seliar dan setajam kisah nyatanya. Saya pikir Liman menargetkan tohokan emosional untuk adegan penutup yang tragis. Ini tidak tercapai karena American Made tak mengajak kita menyelami lika-liku perjalanan moral dari Barry. Petualangan Barry terlalu fun. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

American Made

109 menit
Dewasa
Doug Liman
Gary Spinelli
Doug Davison, Brian Grazer, Ron Howard, Brian Oliver, Kim Roth, Tyler Thompson
César Charlone
Christophe Beck

Filmnya tak terbang terlalu jauh, tapi menghibur dan lepas landas dengan lancar.

“My name is Barry Seal. Some of this s**t really happened. It really did.”
— Barry Seal
Rating UP:
Judulnya tak bisa lebih tepat lagi selain American Made. Yang membuat Barry Seal menjadi "Barry Seal" yang itu adalah Amerika. Barry Seal, mantan pilot komersil yang beralih menjadi pilot bagi CIA sekaligus kartel narkoba Kolombia, adalah produk dari iklim politik Amerika yang kerap berubah gara-gara tendensi mereka mencampuri urusan negara lain. Yah, anda mungkin sudah tahu kalau Amerika memang suka begitu. Anda mungkin juga sudah tahu bagaimana filmnya akan berjalan, karena telah banyak menyaksikan film kriminal slenge'an "based on true story" seperti ini. Filmnya tak terbang terlalu jauh, tapi menghibur dan lepas landas dengan lancar.


Barry diperankan oleh Tom Cruise. Iya, bintang film kecintaan semua orang yang identik dengan citra jagoan dan auranya yang agak bandel, kali ini harus bermain sedikit lebih nakal lagi sebagai kriminal penyelundup narkoba dan senjata dari Amerika ke Amerika Latin. Kisah nyatanya sendiri sangat absurd, dan pasti menyadari hal ini, sutradara Doug Liman membawakan filmnya dengan dengan ringan dan cenderung komedik. Cruise, seperti biasa, menampilkan karisma dan seringai songongnya yang menjadi driving force kuat bagi film ini, hingga di satu titik saya sampai berpikir jangan-jangan saya peduli pada karakternya gara-gara diperankan Cruise.

Di tahun 70-an, Seal adalah pilot bagi maskapai penumpang Trans World Airlines (TWA) yang sebegitu bosan dengan pekerjaannya, ia sampai iseng sengaja membuat turbulensi palsu dengan membelokkan pesawat ke bawah secara mendadak. Barry dan copilot-nya cengar-cengir, tapi untunglah tak ada penumpang pesawat yang jantungan. Dalam perjalanan pulang, Barry juga sekalian menyelundupkan cerutu Kuba ke Amerika. Operasi kecil-kecilannya menjadi perhatian bagi CIA, namun alih-alih menangkap Barry, mereka malah merekrutnya untuk misi mata-mata. Wakil CIA, Schafer (Domhnall Gleeson) menyuruh Barry terbang seperti biasa ke Amerika Latin, tapi kali ini ia harus mengambil laporan spionase dari rekanan CIA atau memotret aktivitas militer yang dilakukan disana.

Operasi yang ini juga ketahuan, tapi oleh trio kartel Medellin, yang diantaranya beranggotakan raja narkoba, Pablo Escobar. Mereka tahu bahwa Barry bekerja pada CIA, namun mereka ingin memanfaatkan situasi. Barry diharuskan menyelundupkan ratusan kilo kokain ke Amerika. Sebagai imbalan, ia akan dibayar $2 ribu perkilo. Nikmatnya menjadi Barry adalah: (1) selalu ketahuan, tapi (2) selalu bisa lolos, dan (3) bernasib lebih baik daripada sebelumnya. Kali ini ia digerebek polisi Kolombia, tapi dibebaskan kembali oleh Schafer. Untuk menyembunyikan identitas, Barry harus memindahkan keluarganya ke kota kecil Mena, dimana ia diberi rumah dan satu bandara pribadi yang khusus untuk menerbangkan senjata, karena kini Presiden merasa perlu mempersenjatai militan Contras di Nikaragua. Sementara itu, bisnis kurir narkoba semakin besar hingga Barry merekrut beberapa pilot sebagai anak buahnya.

Kesalahan Barry adalah saat punya terlalu banyak uang, ia sampai tak tahu lagi bagaimana cara menyimpannya. Kota kecil Mena sudah seperti kota pribadi Barry karena ia membuat beberapa bisnis dan bank fiktif untuk mencuci uang. Uang tunai berceceran sampai ke kandang kuda karena sudah tak muat lagi di dalam koper-koper. Kedatangan adik iparnya (Caleb Landry Jones) yang seorang preman kacangan, membuat situasi menjadi lebih kacau. Di titik ini, anda penasaran bagaimana Barry masih bisa lolos. Pemerintah bukannya tidak tahu, alih-alih lepas tangan, sebab mereka merasa bahwa ada urusan yang lebih penting, which is, menangani urusan negara orang, tentu saja. Barry hanyalah seorang oportunis yang berada di waktu dan tempat yang tepat, memerah duit dari berbagai pihak yang juga memerahnya.

Film dibuka dengan Barry yang sedang merekam video dokumenter menggunakan VHS, menjelaskan tentang pekerjaannya. "This s**t really happened," kata Barry. American Made menggunakan video ini didukung dengan narasi langsung dari Cruise sebagai framing device untuk memandu kita melewati timeline yang meloncat-loncat sejak 70-an sampai akhir 80-an. Sinematografer yang digandeng Liman adalah Cesar Charlone. Seperti yang diterapkannya pada City of God (2002), Charlone suka dengan gambar nyaris close-up dengan warna calak. Gerakan kameranya hiperaktif dengan filter gambar yang kerap berganti, memberikan urgensi tersendiri di setiap adegan. Gaya filmnya pas sekali dengan karakterisasi serampangan dari Cruise. Untuk menjelaskan geografi naratifnya, Liman menggunakan peta yang dicoret dengan spidol, sembari menyentil keapatisan kebanyakan orang Amerika terhadap geografi negara orang, mengingatkan saya pada rubrik "Other Countries' Presidents" dari talkshow Last Week Tonight with John Oliver.

Film ini adalah satire, dan Liman bijak sekali tak terjun terlalu dalam terhadap latar belakang politiknya. Ini hanyalah cerita tentang Barry Seal, yang kebetulan dilatari dengan figur publik tenar semacam Escobar, Kolonel Noriega, dan Presiden Reagan. Konspirasi yang aslinya bernama skandal Iran-Contra ini seperti terpisah dari kehidupan Barry, namun kita masih bisa mengintip sekilas apa yang yang sebenarnya terjadi. Jika tidak, ini akan menjadi film yang sama sekali berbeda, yang kemungkinan besar akan menimbulkan ketimpangan tone.

Di lain sisi, hal ini juga membuat karakter lain tertutupi oleh Barry-nya Cruise. Pasangan sherif Mena, Jesse Plemons dan Lola Kirke terutama, yang tampaknya seperti punya peran cukup krusial di awal, namun ternyata tak begitu memberi dampak dalam kisah Barry. Sarah Wright Olsen sebagai istri Barry, Lucy baru mendapat porsi yang cukup mencolok menjelang film berakhir. Komitmen Liman agar filmnya selalu santai, menjadikan petualangan Barry dalam film ini tak seliar dan setajam kisah nyatanya. Saya pikir Liman menargetkan tohokan emosional untuk adegan penutup yang tragis. Ini tidak tercapai karena American Made tak mengajak kita menyelami lika-liku perjalanan moral dari Barry. Petualangan Barry terlalu fun. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

American Made

109 menit
Dewasa
Doug Liman
Gary Spinelli
Doug Davison, Brian Grazer, Ron Howard, Brian Oliver, Kim Roth, Tyler Thompson
César Charlone
Christophe Beck

‘The Shape of Water’ Digadang Masuk Oscar, Guillermo Del Toro Tunda ‘Fantastic Voyage’

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : ‘The Shape of Water’ Digadang Masuk Oscar, Guillermo Del Toro Tunda ‘Fantastic Voyage’
link : ‘The Shape of Water’ Digadang Masuk Oscar, Guillermo Del Toro Tunda ‘Fantastic Voyage’

Baca juga


August 2017

'The Shape of Water' sukses menuai reaksi awal sangat positif, Guillermo Del Toro akhirnya harus menunda proses pra-produksi 'Fantastic Voyage'.

Sembari mempersiapkan film terbarunya, The Shape of Water, yang akan tayang Desember 2017, Guillermo Del Toro sebenarnya juga bersiap memulai proses pra-produksi Fantastic Voyage pada musim gugur ini. Namun kini penggarapan film big budget yang dimotori 20th Century Fox dan Lightstorm tersebut harus ditunda. Alasannya, The Shape of Water sukses menuai reaksi awal sangat positif, dan praktis, hal itu berpotensi membuat Del Toro disibukkan oleh deretan ajang perhargaan film yang perlu ia hadiri. Oleh karena itu, pihak studio telah sepakat meluangkan jadwal Del Toro sampai pagelaran Oscar selesai dihelat pada Maret 2018 mendatang.

FYI, The Shape of Water merupakan film fantasi bersetting Perang Dingin yang ditulis dan disutradarai Del Toro. Kisahnya menyoroti seorang wanita petugas kebersihan yang bekerja di fasilitas rahasia pemerintah yang menampung seorang manusia ikan.

Rencananya film ini akan tayang perdana di Venice Film Festival, Toronto Film Festival dan kemungkinan juga di Telluride Film Festival. Tiga festival tadi kerap jadi referensi para kritikus untuk menemukan film-film yang ramah Oscar. Alhasil, jika The Shape of Water disambut meriah di festival tersebut, maka Del Toro berpeluang melihat filmnya menembus nominasi Oscar. Dan peluang ini pun dinilai cukup besar, karena kabarnya The Shape of Water kerap dibandingkan dengan film fantasi pemenang Oscar karya Del Toro, Pan’s Labyrinth.

Di bawah arahan Del Toro, Fantastic Voyage akan menjadi remake dari film rilisan 1965 yang berkisah tim ilmuwan yang menciutkan tubuh mereka dan masuk ke dalam tubuh temannya demi menyelamatkan nyawanya. Film yang diproduseri James Cameron ini menjadi proyek big budget terbaru yang ditangani Del Toro sejak Pacific Rim (2013). Menurut kabar dari Deadline, Fantastic Voyage ditargetkan bisa syuting paling lambat pada akhir 2018. Belum diketahui kapan film ini akan dirilis. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

'The Shape of Water' sukses menuai reaksi awal sangat positif, Guillermo Del Toro akhirnya harus menunda proses pra-produksi 'Fantastic Voyage'.

Sembari mempersiapkan film terbarunya, The Shape of Water, yang akan tayang Desember 2017, Guillermo Del Toro sebenarnya juga bersiap memulai proses pra-produksi Fantastic Voyage pada musim gugur ini. Namun kini penggarapan film big budget yang dimotori 20th Century Fox dan Lightstorm tersebut harus ditunda. Alasannya, The Shape of Water sukses menuai reaksi awal sangat positif, dan praktis, hal itu berpotensi membuat Del Toro disibukkan oleh deretan ajang perhargaan film yang perlu ia hadiri. Oleh karena itu, pihak studio telah sepakat meluangkan jadwal Del Toro sampai pagelaran Oscar selesai dihelat pada Maret 2018 mendatang.

FYI, The Shape of Water merupakan film fantasi bersetting Perang Dingin yang ditulis dan disutradarai Del Toro. Kisahnya menyoroti seorang wanita petugas kebersihan yang bekerja di fasilitas rahasia pemerintah yang menampung seorang manusia ikan.

Rencananya film ini akan tayang perdana di Venice Film Festival, Toronto Film Festival dan kemungkinan juga di Telluride Film Festival. Tiga festival tadi kerap jadi referensi para kritikus untuk menemukan film-film yang ramah Oscar. Alhasil, jika The Shape of Water disambut meriah di festival tersebut, maka Del Toro berpeluang melihat filmnya menembus nominasi Oscar. Dan peluang ini pun dinilai cukup besar, karena kabarnya The Shape of Water kerap dibandingkan dengan film fantasi pemenang Oscar karya Del Toro, Pan’s Labyrinth.

Di bawah arahan Del Toro, Fantastic Voyage akan menjadi remake dari film rilisan 1965 yang berkisah tim ilmuwan yang menciutkan tubuh mereka dan masuk ke dalam tubuh temannya demi menyelamatkan nyawanya. Film yang diproduseri James Cameron ini menjadi proyek big budget terbaru yang ditangani Del Toro sejak Pacific Rim (2013). Menurut kabar dari Deadline, Fantastic Voyage ditargetkan bisa syuting paling lambat pada akhir 2018. Belum diketahui kapan film ini akan dirilis. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Polling: Film Pilihan 18-08-2017 s.d. 24-08-2017

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Polling, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Polling: Film Pilihan 18-08-2017 s.d. 24-08-2017
link : Polling: Film Pilihan 18-08-2017 s.d. 24-08-2017

Baca juga


August 2017


Ada 8 film yang dirilis minggu lalu, diantaranya Atomic Blonde, Cars 3, The Battleship Island, The Hitman's Bodyguard, Toilet Ek Prem Katha, serta 3 film Indonesia yaitu A:Aku, Benci, dan Cinta, The Underdogs, dan Turah.

Tiga film yang relatif berada di demografi yang berbeda sama-sama menjadi favoorit. Atomic Blonde, Cars 3, dan The Battleship Island mendapat hasil seri dengan 21,74%. Berikut hasil lengkapnya.


Berikut adalah polling untuk minggu ini. Seperti biasa, peraturannya: saya hanya mencantumkan film terbaru yang tayang dalam minggu ini, saya tidak akan mengikutsertakan film yang tayang pada midnight show, dan anda hanya bisa memilih maksimal 3 film.

Polling akan saya tutup Kamis depan pukul 23.59. Silakan pilih film pilihan anda minggu ini agar bisa menjadi referensi bagi penonton lainnya (dan mungkin bagi saya juga). Polling juga bisa anda akses setiap saat di bagian sidebar blog ini. Happy voting. ■UP


Ada 8 film yang dirilis minggu lalu, diantaranya Atomic Blonde, Cars 3, The Battleship Island, The Hitman's Bodyguard, Toilet Ek Prem Katha, serta 3 film Indonesia yaitu A:Aku, Benci, dan Cinta, The Underdogs, dan Turah.

Tiga film yang relatif berada di demografi yang berbeda sama-sama menjadi favoorit. Atomic Blonde, Cars 3, dan The Battleship Island mendapat hasil seri dengan 21,74%. Berikut hasil lengkapnya.


Berikut adalah polling untuk minggu ini. Seperti biasa, peraturannya: saya hanya mencantumkan film terbaru yang tayang dalam minggu ini, saya tidak akan mengikutsertakan film yang tayang pada midnight show, dan anda hanya bisa memilih maksimal 3 film.

Polling akan saya tutup Kamis depan pukul 23.59. Silakan pilih film pilihan anda minggu ini agar bisa menjadi referensi bagi penonton lainnya (dan mungkin bagi saya juga). Polling juga bisa anda akses setiap saat di bagian sidebar blog ini. Happy voting. ■UP

James Cameron Ungkap Jadwal Syuting Sekuel ‘Avatar’

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : James Cameron Ungkap Jadwal Syuting Sekuel ‘Avatar’
link : James Cameron Ungkap Jadwal Syuting Sekuel ‘Avatar’

Baca juga


August 2017

Sutradara James Cameron mengungkap kapan ia akan mulai menggarap jajaran sekuel 'Avatar'.

Usai memastikan Stephen Lang (Colonel Quaritch) akan jadi villain di keempat sekuel Avatar, kali ini sutradara James Cameron mengungkap kapan ia akan mulai menggarap jajaran film sci-fi ambisius ini.

Ketika berbincang dengan Entertainment Weekly dalam rangka mempromosikan rilis ulang Terminator 2: Judgement Day berformat 3D, Cameron bercerita kini sekuel Avatar telah sepenuhnya berada di tahap produksi. Lebih spesifik, Cameron menyebut tahap produksi ini sebagai “scouting”, yang menurutnya sama dengan syuting.

Melalui proses scouting yang berlokasi di set virtual, Cameron bersama para pemainnya berupaya mencari skala, posisi dan lighting yang pas. Selanjutnya, usai pencarian ini rampung, Cameron akan menggelar gladi bersih dengan para pemain. Rencananya Cameron akan menggulirkan proses syuting sesungguhnya pada akhir September 2017.

Sebelumnya, Cameron sendiri menyatakan proses syuting keempat sekuel Avatar akan berjalan secara simultan layaknya miniseri, sebab keempat film ini tergabung dalam satu produksi besar. Berbekal metode syuting tersebut, Cameron menjelaskan ia bisa merekam sebuah adegan Avatar 2 di hari A, kemudian di hari B ia bisa langsung merekam sebuah adegan Avatar 4.

Saking kompleksnya proses syuting keempat sekuel Avatar, sang sutradara pun menilai menggarap keempat sekuel Avatar ibarat menggarap tiga film Godfather secara bersamaan. Dengan demikian, cukup masuk akal jika Cameron mengakui proyek sekuel Avatar adalah tantangan terbesar sepanjang karirnya.

Selain Stephen Lang, jajaran sekuel Avatar kembali dibintangi Sam Worthington (Jake), Zoe Saldana (Neytiri) dan Sigourney Weaver (Dr. Grace Augustine), disusul pemain baru meliputi Oona Chaplin dan Cliff Curtis. Film-film ini akan menyoroti kehidupan keluarga baru Jake bersama suku Na’Vi di planet Pandora.

Avatar 2 akan dirilis 18 Desember 2020. Sementara, tiga sekuel lainnya siap menyusul secara bergiliran pada 17 Desember 2021, 20 Desember 2024 dan 19 Desember 2025. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Sutradara James Cameron mengungkap kapan ia akan mulai menggarap jajaran sekuel 'Avatar'.

Usai memastikan Stephen Lang (Colonel Quaritch) akan jadi villain di keempat sekuel Avatar, kali ini sutradara James Cameron mengungkap kapan ia akan mulai menggarap jajaran film sci-fi ambisius ini.

Ketika berbincang dengan Entertainment Weekly dalam rangka mempromosikan rilis ulang Terminator 2: Judgement Day berformat 3D, Cameron bercerita kini sekuel Avatar telah sepenuhnya berada di tahap produksi. Lebih spesifik, Cameron menyebut tahap produksi ini sebagai “scouting”, yang menurutnya sama dengan syuting.

Melalui proses scouting yang berlokasi di set virtual, Cameron bersama para pemainnya berupaya mencari skala, posisi dan lighting yang pas. Selanjutnya, usai pencarian ini rampung, Cameron akan menggelar gladi bersih dengan para pemain. Rencananya Cameron akan menggulirkan proses syuting sesungguhnya pada akhir September 2017.

Sebelumnya, Cameron sendiri menyatakan proses syuting keempat sekuel Avatar akan berjalan secara simultan layaknya miniseri, sebab keempat film ini tergabung dalam satu produksi besar. Berbekal metode syuting tersebut, Cameron menjelaskan ia bisa merekam sebuah adegan Avatar 2 di hari A, kemudian di hari B ia bisa langsung merekam sebuah adegan Avatar 4.

Saking kompleksnya proses syuting keempat sekuel Avatar, sang sutradara pun menilai menggarap keempat sekuel Avatar ibarat menggarap tiga film Godfather secara bersamaan. Dengan demikian, cukup masuk akal jika Cameron mengakui proyek sekuel Avatar adalah tantangan terbesar sepanjang karirnya.

Selain Stephen Lang, jajaran sekuel Avatar kembali dibintangi Sam Worthington (Jake), Zoe Saldana (Neytiri) dan Sigourney Weaver (Dr. Grace Augustine), disusul pemain baru meliputi Oona Chaplin dan Cliff Curtis. Film-film ini akan menyoroti kehidupan keluarga baru Jake bersama suku Na’Vi di planet Pandora.

Avatar 2 akan dirilis 18 Desember 2020. Sementara, tiga sekuel lainnya siap menyusul secara bergiliran pada 17 Desember 2021, 20 Desember 2024 dan 19 Desember 2025. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Thursday, August 24, 2017

'Guardians of the Galaxy Vol. 3' akan Jadi Fondasi Film Marvel 20 Tahun Kedepan

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : 'Guardians of the Galaxy Vol. 3' akan Jadi Fondasi Film Marvel 20 Tahun Kedepan
link : 'Guardians of the Galaxy Vol. 3' akan Jadi Fondasi Film Marvel 20 Tahun Kedepan

Baca juga


August 2017

Marvel akan menjadikan 'Guardians of the Galaxy Vol. 3' sebagai set up bagi film-film anyar MCU yang akan dirilis untuk 10-20 tahun kedepan.

Para pengamat memprediksi kelak akan terjadi “superhero fatigue” bila tingkat produksi film sejenis dirasa berlebihan dan ujungnya bisa membuat penonton bosan. Namun prediksi ini sepertinya hanya angin lalu lantaran studio Hollywood tetap tak bergeming dan bahkan semakin agresif dalam menggodok film superhero berikut cinematic universe ciptaannya untuk jangka panjang. Satu bukti nyata yang menggambarkan situasi tersebut ialah Marvel Studios yang rupanya sudah punya rencana terkait Marvel Cinematic Universe untuk 10 hingga 20 tahun kedepan.

Sebagai langkah awal untuk melaksanakan rencana jangka panjangnya yang ambisius, Marvel pun menjadikan Guardians of the Galaxy Vol. 3 sebagai set up atau fondasi bagi film-film anyar MCU yang akan dirilis untuk 10-20 tahun kedepan. Hal diakui langsung oleh James Gunn selaku penulis/sutradara Guardians of the Galaxy Vol. 3 melalui Facebook.

Lebih dari itu, Gunn juga memastikan filmnya yang bersetting pasca Avengers 4 ini siap memperluas sektor cosmic universe dari MCU, dan memperkenalkan sejumlah karakter baru. Di akhir pernyataannya, Gunn tak lupa mengkonfirmasi Vol. 3 akan jadi film terakhir bagi anggota Guardians of the Galaxy yang sekarang. Artinya, kemungkinan Vol. 3 akan menandai penampilan terakhir Star-Lord, Gamora, Drax, Rocket Raccoon dan Groot.

Sementara itu, saat ini Marvel tengah mempersiapkan tak kurang dari tujuh film sampai 2019. Diantaranya: Thor: Ragnarok (November 2017), Black Panther (Februari 2018), Avengers: Infinity War (Mei 2018) dan Ant-Man and the Wasp (Juli 2018). Kemudian disusul Captain Marvel (Maret 2019), Avengers 4 (Mei 2019) dan Spider-Man: Homecoming 2 (Juli 2019). ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Marvel akan menjadikan 'Guardians of the Galaxy Vol. 3' sebagai set up bagi film-film anyar MCU yang akan dirilis untuk 10-20 tahun kedepan.

Para pengamat memprediksi kelak akan terjadi “superhero fatigue” bila tingkat produksi film sejenis dirasa berlebihan dan ujungnya bisa membuat penonton bosan. Namun prediksi ini sepertinya hanya angin lalu lantaran studio Hollywood tetap tak bergeming dan bahkan semakin agresif dalam menggodok film superhero berikut cinematic universe ciptaannya untuk jangka panjang. Satu bukti nyata yang menggambarkan situasi tersebut ialah Marvel Studios yang rupanya sudah punya rencana terkait Marvel Cinematic Universe untuk 10 hingga 20 tahun kedepan.

Sebagai langkah awal untuk melaksanakan rencana jangka panjangnya yang ambisius, Marvel pun menjadikan Guardians of the Galaxy Vol. 3 sebagai set up atau fondasi bagi film-film anyar MCU yang akan dirilis untuk 10-20 tahun kedepan. Hal diakui langsung oleh James Gunn selaku penulis/sutradara Guardians of the Galaxy Vol. 3 melalui Facebook.

Lebih dari itu, Gunn juga memastikan filmnya yang bersetting pasca Avengers 4 ini siap memperluas sektor cosmic universe dari MCU, dan memperkenalkan sejumlah karakter baru. Di akhir pernyataannya, Gunn tak lupa mengkonfirmasi Vol. 3 akan jadi film terakhir bagi anggota Guardians of the Galaxy yang sekarang. Artinya, kemungkinan Vol. 3 akan menandai penampilan terakhir Star-Lord, Gamora, Drax, Rocket Raccoon dan Groot.

Sementara itu, saat ini Marvel tengah mempersiapkan tak kurang dari tujuh film sampai 2019. Diantaranya: Thor: Ragnarok (November 2017), Black Panther (Februari 2018), Avengers: Infinity War (Mei 2018) dan Ant-Man and the Wasp (Juli 2018). Kemudian disusul Captain Marvel (Maret 2019), Avengers 4 (Mei 2019) dan Spider-Man: Homecoming 2 (Juli 2019). ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Review Film: 'Bad Genius' (2017)

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Drama, Artikel Kriminal, Artikel Review, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Bad Genius' (2017)
link : Review Film: 'Bad Genius' (2017)

Baca juga


August 2017

Film ini seru dan sangat menegangkan.

“If you don't cheat,life will cheat on you. ”
— Lynn
Rating UP:
Bad Genius mengkonfirmasi kepercayaan kita semasa sekolah bahwa menyontek merupakan sebuah thriller. Film ini menyajikan aksi contek-menyontek seolah seperti film heist. Siapa bilang menyontek itu tak menyangkut hidup-mati? Film ini tak berlebihan. Guru-guru mungkin tidak tahu bahwa bagi kita menyontek itu adalah sebuah misi yang mendebarkan. Mungkin tahu tapi sudah lupa. Atau pura-pura tidak tahu.


Film ini seru dan sangat menegangkan. Mungkin karena ia diangkat dari kisah nyata. Para siswa menyusun dan mengeksekusi rencana yang cerdik agar bisa lulus ujian adalah bahasan yang sudah lumrah. Saya berani bilang bahwa cerita semacam ini adalah pengalaman kita semua, termasuk say... maksud saya, teman-teman saya. Film ini secara khusus terinspirasi dari skandal internasional yang terjadi saat ujian SAT (Scholastic Assessment Tests).

Film dimulai dengan adegan interogasi dari siswa yang sepertinya sedang dicurigai melakukan kecurangan. Siswa pertama adalah Lynn (Chutimon Chuengcharoensukying). Ia berasal dari keluarga miskin. Ayahnya, yang baru saja bercerai, hanya seorang guru biasa. Namun Lynn berhasil masuk ke sekolah elit di Bangkok, lalu ngeles dengan sedemikian lihai hingga sukses mendapat beasiswa penuh.

Lynn kemudian baru tahu kalau ternyata siswa sekolah elit tak harus pintar semua. Kebanyakan dari mereka hanyalah anak orang kaya. Salah satunya adalah Grace (Eisaya Hosuwan) yang menjadi teman pertama Lynn, dan mungkin satu-satunya. Masalahnya, Grace tak begitu cemerlang di bidang akademis tapi ia butuh nilai yang cukup agar diperbolehkan ikut kelas akting. Jadi, Lynn bersedia membantunya saat ujian.

Hal ini segera menjadi peluang bisnis setelah pacar Grace yang juga sama lemotnya, Pat (Teeradon Supapunpinyo) menawarkan bayaran untuk jasa Lynn. Lynn sebenarnya bukan siswa yang culas. Namun melihat bagaimana mudahnya anak-anak orang kaya bisa bersekolah elit, sedikit tersentuh untuk membantu temannya, dan mempertimbangkan keuangan keluarganya yang angot-angotan, Lynn meyakinkan dirinya bahwa ini demi kebaikan bersama.

Namanya sekolah, gosip menyebar secepat arisan ibu-ibu komplek. Semakin banyak siswa yang rela membayar demi mendapatkan jawaban. Tentu saja bakal ketauan. Ingat kalau dulu kita juga punya teman yang suka ngadu? Rival Lynn, Bank (Canon Santinatornkul) melakukannya. Namun Lynn tak hanya bisa dengan cepat beradaptasi, ia juga berhasil melebarkan bisnisnya tersebut ke skala internasional.

Saya kira film ini akan menginspirasi teknik-teknik baru dalam menyontek. Mulai dari menggunakan penghapus dan sepatu sebagaimana yang dilakukan Lynn saat pertama kali, mengetukkan jari tangan, sampai memalsukan sakit perut dan memakai barcode di pensil. Semua ini sangat kreatif dan sebagian besar tak pernah saya lihat sebelumnya. Tapi siswa sekolah selalu merupakan pribadi yang bermotivasi tinggi. Saya yakin mereka mampu merancang teknik yang lebih dahsyat daripada yang dipakai di dalam film.

Karena menyontek di dunia nyata tak bisa disebut sebagai heist sungguhan, mengagumkan bagaimana sutradara Nattawut Poonpiya sukses dalam menjaga fimnya tetap menegangkan. Ia merancang setiap aksi menyontek ini layaknya sekuens dalam film heist atau semacamnya. Sinematografi dan editing dipakai sedemikian rupa untuk mengeskalasi ketegangan. Bagian puncak, ketika Lynn dkk berusaha mencurangi ujian STIC (SAT fiktif versi film) adalah ketegangan hqq karena ini melibatkan ujian skala internasional yang tentu saja punya tingkat keamanan yang tinggi sehingga butuh teknik yang lebih pelik dan timing yang lebih ketat.

Anda tahu, inilah yang bermasalah dengan pendidikan masa kini. Film ini juga menjadi kritik sosial terhadap budaya ujian dan sistem pendidikan. Kita kadung memberi standar akademis yang terbatas hanya pada nilai. Nilai bagus berarti siswa yang pintar. Padahal tidak selalu. Belum lagi korupsi dari institusi pendidikan itu sendiri yang mencederai kesempatan bagi sebagian orang untuk memperoleh pendidikan yang sepadan. Menjelang akhir, film ini sedikit menyentil ranah yang lebih gelap, dimana kita melihat salah satu karakternya terbawa korup. Namun film ditutup dengan ending yang positif, mungkin demi memberi pesan moral.

Ini membuat Bad Genius tak terkesan menglorifikasi contek-menyontek, meskipun cara filmnya mempresentasikan sekuens contek-menyontek menjadikannya terlihat keren. Ingat adik-adik, menyontek ini tidak boleh.... kalau sampai ketahuan. Eh, maaf. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Bad Genius

93 menit
Remaja - BO
Nattawut Poonpiriya
Nattawut Poonpiriya, Tanida Hantaweewatana, Vasudhorn Piyaromna
Scott Rudin, Eli Bush, Evelyn O'Neil
Hualampong Riddim

Film ini seru dan sangat menegangkan.

“If you don't cheat,life will cheat on you. ”
— Lynn
Rating UP:
Bad Genius mengkonfirmasi kepercayaan kita semasa sekolah bahwa menyontek merupakan sebuah thriller. Film ini menyajikan aksi contek-menyontek seolah seperti film heist. Siapa bilang menyontek itu tak menyangkut hidup-mati? Film ini tak berlebihan. Guru-guru mungkin tidak tahu bahwa bagi kita menyontek itu adalah sebuah misi yang mendebarkan. Mungkin tahu tapi sudah lupa. Atau pura-pura tidak tahu.


Film ini seru dan sangat menegangkan. Mungkin karena ia diangkat dari kisah nyata. Para siswa menyusun dan mengeksekusi rencana yang cerdik agar bisa lulus ujian adalah bahasan yang sudah lumrah. Saya berani bilang bahwa cerita semacam ini adalah pengalaman kita semua, termasuk say... maksud saya, teman-teman saya. Film ini secara khusus terinspirasi dari skandal internasional yang terjadi saat ujian SAT (Scholastic Assessment Tests).

Film dimulai dengan adegan interogasi dari siswa yang sepertinya sedang dicurigai melakukan kecurangan. Siswa pertama adalah Lynn (Chutimon Chuengcharoensukying). Ia berasal dari keluarga miskin. Ayahnya, yang baru saja bercerai, hanya seorang guru biasa. Namun Lynn berhasil masuk ke sekolah elit di Bangkok, lalu ngeles dengan sedemikian lihai hingga sukses mendapat beasiswa penuh.

Lynn kemudian baru tahu kalau ternyata siswa sekolah elit tak harus pintar semua. Kebanyakan dari mereka hanyalah anak orang kaya. Salah satunya adalah Grace (Eisaya Hosuwan) yang menjadi teman pertama Lynn, dan mungkin satu-satunya. Masalahnya, Grace tak begitu cemerlang di bidang akademis tapi ia butuh nilai yang cukup agar diperbolehkan ikut kelas akting. Jadi, Lynn bersedia membantunya saat ujian.

Hal ini segera menjadi peluang bisnis setelah pacar Grace yang juga sama lemotnya, Pat (Teeradon Supapunpinyo) menawarkan bayaran untuk jasa Lynn. Lynn sebenarnya bukan siswa yang culas. Namun melihat bagaimana mudahnya anak-anak orang kaya bisa bersekolah elit, sedikit tersentuh untuk membantu temannya, dan mempertimbangkan keuangan keluarganya yang angot-angotan, Lynn meyakinkan dirinya bahwa ini demi kebaikan bersama.

Namanya sekolah, gosip menyebar secepat arisan ibu-ibu komplek. Semakin banyak siswa yang rela membayar demi mendapatkan jawaban. Tentu saja bakal ketauan. Ingat kalau dulu kita juga punya teman yang suka ngadu? Rival Lynn, Bank (Canon Santinatornkul) melakukannya. Namun Lynn tak hanya bisa dengan cepat beradaptasi, ia juga berhasil melebarkan bisnisnya tersebut ke skala internasional.

Saya kira film ini akan menginspirasi teknik-teknik baru dalam menyontek. Mulai dari menggunakan penghapus dan sepatu sebagaimana yang dilakukan Lynn saat pertama kali, mengetukkan jari tangan, sampai memalsukan sakit perut dan memakai barcode di pensil. Semua ini sangat kreatif dan sebagian besar tak pernah saya lihat sebelumnya. Tapi siswa sekolah selalu merupakan pribadi yang bermotivasi tinggi. Saya yakin mereka mampu merancang teknik yang lebih dahsyat daripada yang dipakai di dalam film.

Karena menyontek di dunia nyata tak bisa disebut sebagai heist sungguhan, mengagumkan bagaimana sutradara Nattawut Poonpiya sukses dalam menjaga fimnya tetap menegangkan. Ia merancang setiap aksi menyontek ini layaknya sekuens dalam film heist atau semacamnya. Sinematografi dan editing dipakai sedemikian rupa untuk mengeskalasi ketegangan. Bagian puncak, ketika Lynn dkk berusaha mencurangi ujian STIC (SAT fiktif versi film) adalah ketegangan hqq karena ini melibatkan ujian skala internasional yang tentu saja punya tingkat keamanan yang tinggi sehingga butuh teknik yang lebih pelik dan timing yang lebih ketat.

Anda tahu, inilah yang bermasalah dengan pendidikan masa kini. Film ini juga menjadi kritik sosial terhadap budaya ujian dan sistem pendidikan. Kita kadung memberi standar akademis yang terbatas hanya pada nilai. Nilai bagus berarti siswa yang pintar. Padahal tidak selalu. Belum lagi korupsi dari institusi pendidikan itu sendiri yang mencederai kesempatan bagi sebagian orang untuk memperoleh pendidikan yang sepadan. Menjelang akhir, film ini sedikit menyentil ranah yang lebih gelap, dimana kita melihat salah satu karakternya terbawa korup. Namun film ditutup dengan ending yang positif, mungkin demi memberi pesan moral.

Ini membuat Bad Genius tak terkesan menglorifikasi contek-menyontek, meskipun cara filmnya mempresentasikan sekuens contek-menyontek menjadikannya terlihat keren. Ingat adik-adik, menyontek ini tidak boleh.... kalau sampai ketahuan. Eh, maaf. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Bad Genius

93 menit
Remaja - BO
Nattawut Poonpiriya
Nattawut Poonpiriya, Tanida Hantaweewatana, Vasudhorn Piyaromna
Scott Rudin, Eli Bush, Evelyn O'Neil
Hualampong Riddim

Kisah Cinta Joker & Harley Quinn akan Difilmkan, ‘The Batman’ Kemungkinan Dibintangi Aktor Baru

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Kisah Cinta Joker & Harley Quinn akan Difilmkan, ‘The Batman’ Kemungkinan Dibintangi Aktor Baru
link : Kisah Cinta Joker & Harley Quinn akan Difilmkan, ‘The Batman’ Kemungkinan Dibintangi Aktor Baru

Baca juga


August 2017

Menyusul beredarnya kabar bahwa Warner Bros. akan membuat film asal-usul Joker yang diproduseri sineas elit Martin Scorcese, kini ada dua kabar baru lainnya terkait DC yang juga menjadi sorotan.

Menyusul beredarnya kabar bahwa Warner Bros. akan membuat film asal-usul Joker yang diproduseri sineas elit Martin Scorcese, kini ada dua kabar baru lainnya terkait DC yang juga menjadi sorotan.

Berdasarkan laporan dari THR, WB berencana membuat film khusus Joker dan Harley Quinn dengan kembali dibintangi dua pemeran karakter tersebut di Suicide Squad, yakni Jared Leto dan Margot Robbie. Film ini sendiri akan menyoroti kisah cinta Joker dan Harley Quinn yang gila dan sulit ditebak. Film ini pun digambarkan akan seperti When Harry Met Sally yang dikombinasikan dengan obat terlarang. Saat ini WB sedang bernegosiasi dengan Glenn Ficarra dan John Requa untuk ditunjuk sebagai sutradara sekaligus penulis skrip. Pemilihan duo sineas ini dinilai cukup tepat untuk film Joker dan Harley Quinn karena sebelumnya mereka pernah menghadirkan kisah cinta tak biasa lewat Crazy, Stupid, Love dan Focus.

Lebh lanjut, film Joker dan Harley Quinn nantinya akan terhubung dengan DC Extended Universe. Sementara itu, di saat bersamaan, kini WB juga mengembangkan Suicide Squad 2 dan Gotham City Sirens yang kembali dibintangi Leto sebagai musuh besar Batman.

Nah, bicara soal Batman, dalam kabar lainnya THR menyebutkan The Batman belum tentu tergabung dalam DCEU. Karenanya, ada potensi film yang disutradarai Matt Reeves ini takkan kembali dibintangi Ben Affleck, melainkan dibintangi aktor baru sebagai karakter titular. Muncul dugaan bahwa The Batman nanti akan menyusul film asal-usul Joker sebagai proyek garapan rumah produksi baru milik WB yang khusus menangani film DC yang bukan bagian DCEU.

Bagaimanapun, kabar yang mengklaim Affleck tak kembali jadi jagoan DC di The Batman memang belum tentu benar. Hanya saja, sulit untuk tidak memercayainya lantaran belum lama ini aktor yang juga adik Ben, Casey Affleck, mengaku sang kakak takkan tampil di The Batman. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Menyusul beredarnya kabar bahwa Warner Bros. akan membuat film asal-usul Joker yang diproduseri sineas elit Martin Scorcese, kini ada dua kabar baru lainnya terkait DC yang juga menjadi sorotan.

Menyusul beredarnya kabar bahwa Warner Bros. akan membuat film asal-usul Joker yang diproduseri sineas elit Martin Scorcese, kini ada dua kabar baru lainnya terkait DC yang juga menjadi sorotan.

Berdasarkan laporan dari THR, WB berencana membuat film khusus Joker dan Harley Quinn dengan kembali dibintangi dua pemeran karakter tersebut di Suicide Squad, yakni Jared Leto dan Margot Robbie. Film ini sendiri akan menyoroti kisah cinta Joker dan Harley Quinn yang gila dan sulit ditebak. Film ini pun digambarkan akan seperti When Harry Met Sally yang dikombinasikan dengan obat terlarang. Saat ini WB sedang bernegosiasi dengan Glenn Ficarra dan John Requa untuk ditunjuk sebagai sutradara sekaligus penulis skrip. Pemilihan duo sineas ini dinilai cukup tepat untuk film Joker dan Harley Quinn karena sebelumnya mereka pernah menghadirkan kisah cinta tak biasa lewat Crazy, Stupid, Love dan Focus.

Lebh lanjut, film Joker dan Harley Quinn nantinya akan terhubung dengan DC Extended Universe. Sementara itu, di saat bersamaan, kini WB juga mengembangkan Suicide Squad 2 dan Gotham City Sirens yang kembali dibintangi Leto sebagai musuh besar Batman.

Nah, bicara soal Batman, dalam kabar lainnya THR menyebutkan The Batman belum tentu tergabung dalam DCEU. Karenanya, ada potensi film yang disutradarai Matt Reeves ini takkan kembali dibintangi Ben Affleck, melainkan dibintangi aktor baru sebagai karakter titular. Muncul dugaan bahwa The Batman nanti akan menyusul film asal-usul Joker sebagai proyek garapan rumah produksi baru milik WB yang khusus menangani film DC yang bukan bagian DCEU.

Bagaimanapun, kabar yang mengklaim Affleck tak kembali jadi jagoan DC di The Batman memang belum tentu benar. Hanya saja, sulit untuk tidak memercayainya lantaran belum lama ini aktor yang juga adik Ben, Casey Affleck, mengaku sang kakak takkan tampil di The Batman. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Wednesday, August 23, 2017

Review Film: 'Kidnap' (2017)

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Review, Artikel Thriller, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Kidnap' (2017)
link : Review Film: 'Kidnap' (2017)

Baca juga


August 2017

Daripada menonton filmnya, lebih seru untuk menghitung jumlah cut yang dipakai di setiap adegan aksinya.

“You took the wrong kid!”
— Karla McCoy
Rating UP:
Pada tahun 2001, Halle Berry mendapat piala aktris terbaik Oscar berkat penampilannya dalam Monster’s Ball. Berry bermain sebagai seorang pramusaji di restoran, yang juga merupakan seorang single mom dengan pernikahan yang bermasalah sehingga harus membesarkan anak semata wayangnya yang masih belia sendirian. Enam belas tahun kemudian, siapa sangka ia mengulang peran yang sama lewat Kidnap. Pramusaji. Pernikahan bermasalah. Satu anak belia. Namun saya yakin, tak ada satupun orang dengan akal sehat yang akan mempertimbangkannya masuk dalam nominasi award manapun. Well, kecuali Razzie mungkin.


Berry bermain dengan lebai sebagai Karla McCoy, ibu dari Frankie (Sage Coreea) yang harus selalu tampak histeris dan berteriak “Oh, Tuhan!”, “Astaga!”, dan/atau “Ia menculik anakku!” nyaris sepanjang film. Yah, walau sebenarnya kita tak bisa menyalahkan Berry sepenuhnya, karena bagaimana lagi caranya untuk menjual film semacam ini. Lagipula, hei, disini diceritakan anaknya diculik. Kita pun boleh jadi akan sepanik ini saat si kecil dibawa kabur orang.

Untuk memastikan kita peduli dengan nasib Frankie, film dibuka dengan potongan video dokumentasi mulai dari Frankie bayi sampai beranjak SD. Kita lalu melihat Karla yang sedang bekerja di restoran dengan mengajak Frankie. Selama sekitar 10 menit, film ini berfokus pada bagaimana susahnya Karla menangani pelanggan yang rewel; ada yang salah pesan, ada yang tiba-tiba mengganti pesanan, sampai ada yang judes karena kebetulan sedang berantem dengan pacarnya. Tepat sebelum saya menyangka film ini berjudul Hari Terburuk Seorang Pramusaji, Karla diijinkan pulang oleh bosnya. Akhirnya.

Karla mengajak Frankie bermain ke taman. Anda tahu, proses perceraian Karla dengan suaminya sedang berlangsung, jadi wajar saat ia mendapat telpon dari pengacaranya. Persoalan kali ini tampaknya cukup pelik sehingga sedemikian teralihkannya Karla, ia sampai tak menyadari bahwa Frankie sudah hilang. Karla segera mencarinya kemana-mana. Ia sempat melihat Frankie dibawa masuk ke dalam mobil oleh seorang wanita paruh baya. Tapi semua sudah terlambat. Yang bisa dilakukan Karla memakai metode primitif: mengejar langsung dengan mobilnya sendiri secara membabi-buta, mungkin karena Karla terlalu banyak menonton film Fast & Furious.

Kenapa tak menelepon polisi, anda bilang? Penulis naskah Knate Lee sudah memikirkan ini. Sebelum naik mobil, Karla tak sengaja menjatuhkan ponselnya di taman. Dan semua orang yang dimintainya tolong untuk menelpon 911 harus selalu salah paham, agar tak ada polisi yang mengejar dan membuat kacau plot yang sudah disiapkan untuk film yang kacau ini. Bagaimana pula dengan media yang biasanya sebegitu gesit meliput hingga bisa memberitakan dengan segera tas bermerek yang baru saja dibeli seorang artis top? Entahlah. Mungkin wartawan Amerika tak secanggih wartawan Indonesia.

Jika Liam Neeson menghajar orang yang menculik putrinya karena punya special set of skills yang diperoleh dari profesi sebelumnya dalam Taken, maka darimana Karla mendapatkan kelihaian menyupir sekelas Dominic Toretto dalam Kidnap? Sejujurnya, saya tak tahu. Mungkin insting ibu-ibu. Ia mengoper persnelling, menghantam pedal gas, berganti arah mendadak, membuat mobil-mobil di belakangnya berjumpalitan, dan menabrak mobil penculik. Saya jadi ragu apa Karla ingin menyelamatkan Frankie atau malah membahayakan nyawanya juga. Sekuens ini tak seseru kedengarannya, karena dirancang dan disorot ala kadarnya.

Narasi film ini sebenarnya punya stuktur sederhana yang bergantung pada arguably satu mekanika aksi, yaitu kejar-kejaran mobil gila-gilaan antara dua supir yang tak kompeten di jalan raya, yang menghasilkan beberapa kecelakaan lalu-lintas yang mematikan, bukan bagi mereka tapi buat orang lain yang tak bersalah. Namun sekuens aksinya begitu samar-samar, kita tak bisa menangkap apa yang sebenarnya berlangsung di layar. Editing-nya serampangan. Banyak potongan adegan repetitif —gambar muka histeris Berry, gambar speedometer, gambar mobil tampak belakang, gambar mobil tampak depan— yang berganti dengan cepat sekali. Mungkin untuk membuat kita mengira sesuatu yang menegangkan sedang terjadi, yang malah menciptakan ketidakjelasan. Saya tak tahu sensasi apa yang ingin dibuat oleh sutradaranya, Luis Prieto.

Untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi, tokoh utama kita perlu untuk bicara pada dirinya sendiri dan kadang-kadang pada Tuhan, entah itu saat ingin mengambil sesuatu atau hanya memikirkan sesuatu. Dan ini sering sekali sampai terasa menjengkelkan. Nah pertanyaannya, apa yang akan dilakukan Karla saat berhasil mengejar penculik? Karla pun tidak tahu. Kejar-kejaran usai begitu saja (takkan saya ungkap bagaimana). Satu-satunya momen dimana karakter utama kita menunjukkan intelejensinya adalah di bagian klimaks saat ia langsung mendatangi rumah penculik.

Daripada menonton filmnya, lebih seru untuk menghitung jumlah cut yang dipakai di setiap adegan aksinya. Jika sekadar ingin tahu filmnya tentang apa, anda bisa membaca sinopsisnya saja, karena anda takkan melewatkan apapun. Anda tak perlu menontonnya. Sebagian besar adegan aksinya toh tak bisa dicerna juga. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Kidnap

121 menit
Remaja
Luis Prieto
Knate Lee
Gregory Chou, Lorenzo di Bonaventura, Erik Howsam, Joey Tufaro, Taylar Wesley, Elaine Goldsmith-Thomas, Halle Berry
Flavio Martinez Labiano
Federico Jusid

Daripada menonton filmnya, lebih seru untuk menghitung jumlah cut yang dipakai di setiap adegan aksinya.

“You took the wrong kid!”
— Karla McCoy
Rating UP:
Pada tahun 2001, Halle Berry mendapat piala aktris terbaik Oscar berkat penampilannya dalam Monster’s Ball. Berry bermain sebagai seorang pramusaji di restoran, yang juga merupakan seorang single mom dengan pernikahan yang bermasalah sehingga harus membesarkan anak semata wayangnya yang masih belia sendirian. Enam belas tahun kemudian, siapa sangka ia mengulang peran yang sama lewat Kidnap. Pramusaji. Pernikahan bermasalah. Satu anak belia. Namun saya yakin, tak ada satupun orang dengan akal sehat yang akan mempertimbangkannya masuk dalam nominasi award manapun. Well, kecuali Razzie mungkin.


Berry bermain dengan lebai sebagai Karla McCoy, ibu dari Frankie (Sage Coreea) yang harus selalu tampak histeris dan berteriak “Oh, Tuhan!”, “Astaga!”, dan/atau “Ia menculik anakku!” nyaris sepanjang film. Yah, walau sebenarnya kita tak bisa menyalahkan Berry sepenuhnya, karena bagaimana lagi caranya untuk menjual film semacam ini. Lagipula, hei, disini diceritakan anaknya diculik. Kita pun boleh jadi akan sepanik ini saat si kecil dibawa kabur orang.

Untuk memastikan kita peduli dengan nasib Frankie, film dibuka dengan potongan video dokumentasi mulai dari Frankie bayi sampai beranjak SD. Kita lalu melihat Karla yang sedang bekerja di restoran dengan mengajak Frankie. Selama sekitar 10 menit, film ini berfokus pada bagaimana susahnya Karla menangani pelanggan yang rewel; ada yang salah pesan, ada yang tiba-tiba mengganti pesanan, sampai ada yang judes karena kebetulan sedang berantem dengan pacarnya. Tepat sebelum saya menyangka film ini berjudul Hari Terburuk Seorang Pramusaji, Karla diijinkan pulang oleh bosnya. Akhirnya.

Karla mengajak Frankie bermain ke taman. Anda tahu, proses perceraian Karla dengan suaminya sedang berlangsung, jadi wajar saat ia mendapat telpon dari pengacaranya. Persoalan kali ini tampaknya cukup pelik sehingga sedemikian teralihkannya Karla, ia sampai tak menyadari bahwa Frankie sudah hilang. Karla segera mencarinya kemana-mana. Ia sempat melihat Frankie dibawa masuk ke dalam mobil oleh seorang wanita paruh baya. Tapi semua sudah terlambat. Yang bisa dilakukan Karla memakai metode primitif: mengejar langsung dengan mobilnya sendiri secara membabi-buta, mungkin karena Karla terlalu banyak menonton film Fast & Furious.

Kenapa tak menelepon polisi, anda bilang? Penulis naskah Knate Lee sudah memikirkan ini. Sebelum naik mobil, Karla tak sengaja menjatuhkan ponselnya di taman. Dan semua orang yang dimintainya tolong untuk menelpon 911 harus selalu salah paham, agar tak ada polisi yang mengejar dan membuat kacau plot yang sudah disiapkan untuk film yang kacau ini. Bagaimana pula dengan media yang biasanya sebegitu gesit meliput hingga bisa memberitakan dengan segera tas bermerek yang baru saja dibeli seorang artis top? Entahlah. Mungkin wartawan Amerika tak secanggih wartawan Indonesia.

Jika Liam Neeson menghajar orang yang menculik putrinya karena punya special set of skills yang diperoleh dari profesi sebelumnya dalam Taken, maka darimana Karla mendapatkan kelihaian menyupir sekelas Dominic Toretto dalam Kidnap? Sejujurnya, saya tak tahu. Mungkin insting ibu-ibu. Ia mengoper persnelling, menghantam pedal gas, berganti arah mendadak, membuat mobil-mobil di belakangnya berjumpalitan, dan menabrak mobil penculik. Saya jadi ragu apa Karla ingin menyelamatkan Frankie atau malah membahayakan nyawanya juga. Sekuens ini tak seseru kedengarannya, karena dirancang dan disorot ala kadarnya.

Narasi film ini sebenarnya punya stuktur sederhana yang bergantung pada arguably satu mekanika aksi, yaitu kejar-kejaran mobil gila-gilaan antara dua supir yang tak kompeten di jalan raya, yang menghasilkan beberapa kecelakaan lalu-lintas yang mematikan, bukan bagi mereka tapi buat orang lain yang tak bersalah. Namun sekuens aksinya begitu samar-samar, kita tak bisa menangkap apa yang sebenarnya berlangsung di layar. Editing-nya serampangan. Banyak potongan adegan repetitif —gambar muka histeris Berry, gambar speedometer, gambar mobil tampak belakang, gambar mobil tampak depan— yang berganti dengan cepat sekali. Mungkin untuk membuat kita mengira sesuatu yang menegangkan sedang terjadi, yang malah menciptakan ketidakjelasan. Saya tak tahu sensasi apa yang ingin dibuat oleh sutradaranya, Luis Prieto.

Untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi, tokoh utama kita perlu untuk bicara pada dirinya sendiri dan kadang-kadang pada Tuhan, entah itu saat ingin mengambil sesuatu atau hanya memikirkan sesuatu. Dan ini sering sekali sampai terasa menjengkelkan. Nah pertanyaannya, apa yang akan dilakukan Karla saat berhasil mengejar penculik? Karla pun tidak tahu. Kejar-kejaran usai begitu saja (takkan saya ungkap bagaimana). Satu-satunya momen dimana karakter utama kita menunjukkan intelejensinya adalah di bagian klimaks saat ia langsung mendatangi rumah penculik.

Daripada menonton filmnya, lebih seru untuk menghitung jumlah cut yang dipakai di setiap adegan aksinya. Jika sekadar ingin tahu filmnya tentang apa, anda bisa membaca sinopsisnya saja, karena anda takkan melewatkan apapun. Anda tak perlu menontonnya. Sebagian besar adegan aksinya toh tak bisa dicerna juga. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Kidnap

121 menit
Remaja
Luis Prieto
Knate Lee
Gregory Chou, Lorenzo di Bonaventura, Erik Howsam, Joey Tufaro, Taylar Wesley, Elaine Goldsmith-Thomas, Halle Berry
Flavio Martinez Labiano
Federico Jusid

Buat Film Asal-Usul Joker, Warner Bros. Gandeng Martin Scorsese

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Buat Film Asal-Usul Joker, Warner Bros. Gandeng Martin Scorsese
link : Buat Film Asal-Usul Joker, Warner Bros. Gandeng Martin Scorsese

Baca juga


August 2017

Warner Bros. sedang mengembangkan film tentang asal-muasal musuh ikonik Batman, dan memboyong Martin Scorsese – salah satu sineas terbaik di Hollywood – sebagai produser.

Sebuah kabar tak terduga datang dari Deadline. Pasca Joker tampil mengecewakan di Suicide Squad tahun lalu, Warner Bros. tampaknya tak patah arang dengan karakter tersebut karena kini studio justru sedang mengembangkan film tentang asal-muasal musuh ikonik Batman. Bagian menariknya yang sulit dipercaya, Martin Scorsese – salah satu sineas terbaik di Hollywood – diboyong untuk menjadi produser. Tak berhenti sampai disitu, Todd Phillips – pembesut trilogi The Hangover – terpilih sebagai sutradara merangkap penulis naskah. Nantinya, Phillips akan menulis skrip bersama Scott Silver (8 Mile).

Informasi lebih lanjut menyebutkan, film Joker ini akan digodok di rumah produksi baru milik WB. Rumah produksi yang belum punya nama ini khusus didirikan untuk mengekspansi “canon” dari properti DC dan menciptakan storyline film yang unik serta melibatkan aktor yang berbeda-beda dalam memerankan karakter ikonik. Maka tak heran jika pemeran Joker di Suicide Squad, Jared Leto, tak dilibatkan di film ini. Sebaliknya, studio kini mencari aktor baru yang lebih muda sebagai pemeran Joker. Namun Leto sendiri kabarnya masih dijadwalkan kembali membintangi Suicide Squad 2 dan Gotham City Sirens.

Lebih dari itu, film asal-usul Joker dikatakan akan bersetting tahun 80-an di Gotham City. Atmosfer film ini pun akan dibuat serupa dengan tiga film top karya Scorsese di era tersebut, yakni Taxi Driver, Raging Bull dan The King of Comedy.

FYI, Joker sendiri sebenarnya tak punya kisah asal-usul yang pasti, mengingat setiap muncul di komik atau film, ia memiliki latar belakang yang berbeda. Hal inilah yang membuat kisah asal-muasal Joker di film mendatang takkan jadi bagian dari iterasi manapun. Dengan kata lain, kisah asal-muasal Joker nanti akan bersifat orisinil. Sementara itu, belum diketahui pasti apakah film ini dibuat stand alone atau terhubung dengan DC Extended Universe. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Warner Bros. sedang mengembangkan film tentang asal-muasal musuh ikonik Batman, dan memboyong Martin Scorsese – salah satu sineas terbaik di Hollywood – sebagai produser.

Sebuah kabar tak terduga datang dari Deadline. Pasca Joker tampil mengecewakan di Suicide Squad tahun lalu, Warner Bros. tampaknya tak patah arang dengan karakter tersebut karena kini studio justru sedang mengembangkan film tentang asal-muasal musuh ikonik Batman. Bagian menariknya yang sulit dipercaya, Martin Scorsese – salah satu sineas terbaik di Hollywood – diboyong untuk menjadi produser. Tak berhenti sampai disitu, Todd Phillips – pembesut trilogi The Hangover – terpilih sebagai sutradara merangkap penulis naskah. Nantinya, Phillips akan menulis skrip bersama Scott Silver (8 Mile).

Informasi lebih lanjut menyebutkan, film Joker ini akan digodok di rumah produksi baru milik WB. Rumah produksi yang belum punya nama ini khusus didirikan untuk mengekspansi “canon” dari properti DC dan menciptakan storyline film yang unik serta melibatkan aktor yang berbeda-beda dalam memerankan karakter ikonik. Maka tak heran jika pemeran Joker di Suicide Squad, Jared Leto, tak dilibatkan di film ini. Sebaliknya, studio kini mencari aktor baru yang lebih muda sebagai pemeran Joker. Namun Leto sendiri kabarnya masih dijadwalkan kembali membintangi Suicide Squad 2 dan Gotham City Sirens.

Lebih dari itu, film asal-usul Joker dikatakan akan bersetting tahun 80-an di Gotham City. Atmosfer film ini pun akan dibuat serupa dengan tiga film top karya Scorsese di era tersebut, yakni Taxi Driver, Raging Bull dan The King of Comedy.

FYI, Joker sendiri sebenarnya tak punya kisah asal-usul yang pasti, mengingat setiap muncul di komik atau film, ia memiliki latar belakang yang berbeda. Hal inilah yang membuat kisah asal-muasal Joker di film mendatang takkan jadi bagian dari iterasi manapun. Dengan kata lain, kisah asal-muasal Joker nanti akan bersifat orisinil. Sementara itu, belum diketahui pasti apakah film ini dibuat stand alone atau terhubung dengan DC Extended Universe. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Review Film: 'The Dark Tower' (2017)

August 2017 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul August 2017, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Adventure, Artikel Aksi, Artikel Fantasi, Artikel Review, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'The Dark Tower' (2017)
link : Review Film: 'The Dark Tower' (2017)

Baca juga


August 2017

Jika pondasi menaranya saja tidak kuat, bagaimana bangunan franchise-nya bisa kokoh?

“I kill with my heart.”
— Roland Deschain
Rating UP:
“Aku tidak menembak dengan tanganku. Aku menembak dengan pikiranku. Aku tidak membunuh dengan pistolku. Aku membunuh dengan hatiku.”

Minta waktu sebentar. Saya harus memastikan kalau ini memang bukan kalimat jagoan paling garing yang pernah anda tonton sepanjang 2017. Benar kan? Kalimat ini berasal dari mulut Roland Deschain sang Gunslinger, jagoan dari The Dark Tower yang begitu mahir menembak, ia sampai bisa menembak dengan akurat peluru yang memantul menggunakan pantulan peluru pula. Saat Idris Elba menyampaikan kalimat tadi dengan ekspresi serius, kegaringannya berkurang dan jadinya terdengar sedikit lebih elegan. Dengan jubah gelap dilengkapi dengan ikat pinggang penuh amunisi, Elba punya karisma yang membuatnya tampak tangguh dan keren, meski harus melontarkan beberapa kalimat yang tak jelas dan terkadang konyol.


Menjadi lawannya, ada Matthew McConaughey sebagai Walter Padick alias Man in Black. Jubahnya jauh lebih mewah daripada Roland. Rambutnya spiky gaul berkilau, dan McConaughey memerankannya dengan gaya flamboyan McConaughey biasanya; cowok keren yang siap merayu dan melelehkan hati gebetan kita. Namun ia adalah manusia keji dengan kemampuan super. Walter bisa menangkap peluru dengan tangan kosong, mengeluarkan api dari tangan, atau mengendalikan orang untuk bunuh diri hanya dengan perintah “berhenti bernapas!”. Ia merupakan karakter horor yang murni jahatnya. Saat ia muncul, kita seharusnya takut, tapi McConaughey lebih sering terlihat konyol.

Kedua karakter tersebut adalah figur kunci dalam serial novel The Dark Tower karya penulis tenar Amerika, Stephen King. Pertarungan mereka pasti sensasional. Jadi sedikit mengherankan saat keduanya relatif mundur ke latar belakang sebagai karakter pendukung, dimana karakter utamanya diambil alih oleh remaja biasa bernama Jake Chambers (Tom Taylor). Ia tak begitu biasa sih karena punya semacam kemampuan spesial, tapi nyaris tak ada yang menarik dengan Jake, baik dari penampilan atau kepribadian. Ia hanyalah avatar untuk membimbing kita mulai masuk ke dalam semesta filmnya, yang sayangnya juga sangat generik dan dangkal.

Maaf, saya terlalu buru-buru. Saya melakukan sesuatu yang juga dilakukan oleh film The Dark Tower: langsung masuk tanpa memberi penjelasan, lalu ingin cepat-cepat selesai. Baiklah. Novel The Dark Tower merupakan novel yang diakui oleh Stephen King sendiri sebagai karya pamungkasnya. Terdiri dari 8 seri yang dibuat dalam rentang waktu lebih dari 3 dekade, film tentang pertarungan epik yang menyangkut takdir semesta ini punya mitologi yang katanya sekompleks The Lord of the Rings-nya J.R.R. Tolkien.

Bagaimana merangkum materi sebanyak itu dalam satu film? Apalagi dengan durasi yang hanya satu setengah jam? Yah, mereka tak melakukannya. Film ini adalah adaptasi yang tak mengambil langsung poin plot melainkan hanya elemen khas dari novelnya. Semacam sekuel katanya. Dan ini menghasilkan sebuah film yang tak buruk, tapi menjemukan, tak imajinatif, dan tak berkesan. Anda merasa pernah melihat film seperti ini di tempat lain sebelumnya. Tak ada hal yang mengejutkan lagi; ceritanya seperti berjalan dalam mode autopilot.

Film dibuka dengan teks yang bilang bahwa ada sebuah menara yang menjadi pusat alam semesta, yang katanya melindungi kita dari kegelapan. Hanya pikiran anak-anak yang bisa meruntuhkannya. Jake bermimpi melihat Man in Black yang berhasil melakukan hal tersebut. Ia juga melihat sekilas seorang pria keren dengan pistol serta monster yang bisa memakai wajah manusia. Penerawangan Jake ini asli, karena di film fantasi seperti tak ada protagonis yang delusional. Karena tak punya tempat curhat, ia menumpahkannya ke media gambar. Ibunya yang khawatir jangan-jangan Jake stres akibat berpulangnya sang ayah, meminta bantuan psikolog. Namun, karena curiga bahwa yang menjemputnya adalah monster berkulit manusia, Jake melarikan diri. Anda tahu, manusia biasa tak bisa melihat monster ini, karena Jake yang punya kemampuan khusus bernama “shine”. Penggemar karya Stephen King pasti tahu ini adalah referensi kepada The Shining.

Di sebuah rumah bobrok, Jake menemukan gerbang menuju dunia paralel yang disebut Mid-World. Kok bisa? Berkat “shine” dong. Mid-World merupakan semacam semesta fantasi yang didominasi gurun ala film-film koboi, dimana Jake kemudian berjumpa dengan Roland (Elba). Roland adalah keturunan terakhir dari pejuang berjuluk Gunslinger yang bertugas menjaga kedamaian semesta. Ia secara misterius punya kemampuan untuk menangkal sihir dari Man in Black (McConaughey).

Man in Black sendiri sedang berusaha keras untuk merubuhkan menara. Ia menculik anak-anak, mengikat mereka di kursi baja, dan mengekstrak energi mereka menjadi laser raksasa yang diarahkan ke menara. Kenapa Man in Black berbuat begitu? Saya juga tak tahu pasti, mungkin karena ia jahat. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah energi dari Jake yang bisa menciptakan laser mahadahsyat yang akan memporak-porandakan semesta.

Itu baru premisnya. Saya tak perlu banyak menjelaskan plotnya, karena anda bisa menebak sendiri ke arah mana cerita bergerak. Mereka menjadi yang mengejar dan dikejar, tak peduli pihak yang manapun, yang kemudian berujung pada konfrontasi final di klimaks. Yang akan saya beritahu adalah betapa petualangan mereka nyaris nihil energi dan imajinasi. Kita tak merasakan betapa luasnya semesta atau mitologi dari dunianya. Anda bisa menukar Mid-World dengan dunia fantasi manapun, dan perubahan ini takkan signifikan bagi filmnya.

Film ini diberitakan sudah dikembangkan sejak lama, dengan sineas yang berganti-ganti pula, mulai dari J.J. Abrams sampai Ron Howard. Yang berhasil membawakannya kepada kita sekarang adalah Nikolaj Arcel (A Royal Affair) yang tampaknya tak begitu terampil menangani skala naratifnya. Set pieces dan efek spesialnya, uhm, tak spesial. Ruang lingkup ceritanya terasa sempit dan nyaris tak punya stake. Apa benar semesta dalam bahaya? Kok tidak ada ketegangan dan urgensi yang terasa? Saya belum membaca novelnya, tapi saya bisa menebak dari betapa generiknya plot, ada begitu banyak hal-hal yang sudah dilewatkan atau ditampilkan terlalu cepat oleh film dari materi sumbernya.

Kita bisa bilang bahwa The Dark Tower bermain terlalu aman, mungkin tak peduli walau hasilnya selevel dengan film-film fantasi kelas B yang populer di era 90-an. Ada usaha untuk memasukkan trivia dari karya King sebelumnya, mulai dari It, The Shawshank Redemption hingga 1408, namun ini dan filmnya secara keseluruhan adalah usaha yang sia-sia. Sony berencana membangun semesta sinematis dari film ini yang kabarnya akan terdiri dari sekuel dan beberapa serial televisi. Saya jadi ingat nasihat seorang teman. Membangun film itu sama seperti membangun rumah; jika pondasinya saja tak kuat, bagaimana bangunannya bisa kokoh? Tunggu. Rasanya ini analogi untuk rumah tangga. Yah, tetap bisa diterapkan untuk film sih. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

The Dark Tower

95 menit
Remaja
Nikolaj Arcel
Akiva Goldsman, Jeff Pinkner, Anders Thomas Jensen, Nikolaj Arcel (screenplay), Stephen King (novel)
Akiva Goldsman, Ron Howard, Erica Huggins
Rasmus Videbæk
Tom Holkenborg

Jika pondasi menaranya saja tidak kuat, bagaimana bangunan franchise-nya bisa kokoh?

“I kill with my heart.”
— Roland Deschain
Rating UP:
“Aku tidak menembak dengan tanganku. Aku menembak dengan pikiranku. Aku tidak membunuh dengan pistolku. Aku membunuh dengan hatiku.”

Minta waktu sebentar. Saya harus memastikan kalau ini memang bukan kalimat jagoan paling garing yang pernah anda tonton sepanjang 2017. Benar kan? Kalimat ini berasal dari mulut Roland Deschain sang Gunslinger, jagoan dari The Dark Tower yang begitu mahir menembak, ia sampai bisa menembak dengan akurat peluru yang memantul menggunakan pantulan peluru pula. Saat Idris Elba menyampaikan kalimat tadi dengan ekspresi serius, kegaringannya berkurang dan jadinya terdengar sedikit lebih elegan. Dengan jubah gelap dilengkapi dengan ikat pinggang penuh amunisi, Elba punya karisma yang membuatnya tampak tangguh dan keren, meski harus melontarkan beberapa kalimat yang tak jelas dan terkadang konyol.


Menjadi lawannya, ada Matthew McConaughey sebagai Walter Padick alias Man in Black. Jubahnya jauh lebih mewah daripada Roland. Rambutnya spiky gaul berkilau, dan McConaughey memerankannya dengan gaya flamboyan McConaughey biasanya; cowok keren yang siap merayu dan melelehkan hati gebetan kita. Namun ia adalah manusia keji dengan kemampuan super. Walter bisa menangkap peluru dengan tangan kosong, mengeluarkan api dari tangan, atau mengendalikan orang untuk bunuh diri hanya dengan perintah “berhenti bernapas!”. Ia merupakan karakter horor yang murni jahatnya. Saat ia muncul, kita seharusnya takut, tapi McConaughey lebih sering terlihat konyol.

Kedua karakter tersebut adalah figur kunci dalam serial novel The Dark Tower karya penulis tenar Amerika, Stephen King. Pertarungan mereka pasti sensasional. Jadi sedikit mengherankan saat keduanya relatif mundur ke latar belakang sebagai karakter pendukung, dimana karakter utamanya diambil alih oleh remaja biasa bernama Jake Chambers (Tom Taylor). Ia tak begitu biasa sih karena punya semacam kemampuan spesial, tapi nyaris tak ada yang menarik dengan Jake, baik dari penampilan atau kepribadian. Ia hanyalah avatar untuk membimbing kita mulai masuk ke dalam semesta filmnya, yang sayangnya juga sangat generik dan dangkal.

Maaf, saya terlalu buru-buru. Saya melakukan sesuatu yang juga dilakukan oleh film The Dark Tower: langsung masuk tanpa memberi penjelasan, lalu ingin cepat-cepat selesai. Baiklah. Novel The Dark Tower merupakan novel yang diakui oleh Stephen King sendiri sebagai karya pamungkasnya. Terdiri dari 8 seri yang dibuat dalam rentang waktu lebih dari 3 dekade, film tentang pertarungan epik yang menyangkut takdir semesta ini punya mitologi yang katanya sekompleks The Lord of the Rings-nya J.R.R. Tolkien.

Bagaimana merangkum materi sebanyak itu dalam satu film? Apalagi dengan durasi yang hanya satu setengah jam? Yah, mereka tak melakukannya. Film ini adalah adaptasi yang tak mengambil langsung poin plot melainkan hanya elemen khas dari novelnya. Semacam sekuel katanya. Dan ini menghasilkan sebuah film yang tak buruk, tapi menjemukan, tak imajinatif, dan tak berkesan. Anda merasa pernah melihat film seperti ini di tempat lain sebelumnya. Tak ada hal yang mengejutkan lagi; ceritanya seperti berjalan dalam mode autopilot.

Film dibuka dengan teks yang bilang bahwa ada sebuah menara yang menjadi pusat alam semesta, yang katanya melindungi kita dari kegelapan. Hanya pikiran anak-anak yang bisa meruntuhkannya. Jake bermimpi melihat Man in Black yang berhasil melakukan hal tersebut. Ia juga melihat sekilas seorang pria keren dengan pistol serta monster yang bisa memakai wajah manusia. Penerawangan Jake ini asli, karena di film fantasi seperti tak ada protagonis yang delusional. Karena tak punya tempat curhat, ia menumpahkannya ke media gambar. Ibunya yang khawatir jangan-jangan Jake stres akibat berpulangnya sang ayah, meminta bantuan psikolog. Namun, karena curiga bahwa yang menjemputnya adalah monster berkulit manusia, Jake melarikan diri. Anda tahu, manusia biasa tak bisa melihat monster ini, karena Jake yang punya kemampuan khusus bernama “shine”. Penggemar karya Stephen King pasti tahu ini adalah referensi kepada The Shining.

Di sebuah rumah bobrok, Jake menemukan gerbang menuju dunia paralel yang disebut Mid-World. Kok bisa? Berkat “shine” dong. Mid-World merupakan semacam semesta fantasi yang didominasi gurun ala film-film koboi, dimana Jake kemudian berjumpa dengan Roland (Elba). Roland adalah keturunan terakhir dari pejuang berjuluk Gunslinger yang bertugas menjaga kedamaian semesta. Ia secara misterius punya kemampuan untuk menangkal sihir dari Man in Black (McConaughey).

Man in Black sendiri sedang berusaha keras untuk merubuhkan menara. Ia menculik anak-anak, mengikat mereka di kursi baja, dan mengekstrak energi mereka menjadi laser raksasa yang diarahkan ke menara. Kenapa Man in Black berbuat begitu? Saya juga tak tahu pasti, mungkin karena ia jahat. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah energi dari Jake yang bisa menciptakan laser mahadahsyat yang akan memporak-porandakan semesta.

Itu baru premisnya. Saya tak perlu banyak menjelaskan plotnya, karena anda bisa menebak sendiri ke arah mana cerita bergerak. Mereka menjadi yang mengejar dan dikejar, tak peduli pihak yang manapun, yang kemudian berujung pada konfrontasi final di klimaks. Yang akan saya beritahu adalah betapa petualangan mereka nyaris nihil energi dan imajinasi. Kita tak merasakan betapa luasnya semesta atau mitologi dari dunianya. Anda bisa menukar Mid-World dengan dunia fantasi manapun, dan perubahan ini takkan signifikan bagi filmnya.

Film ini diberitakan sudah dikembangkan sejak lama, dengan sineas yang berganti-ganti pula, mulai dari J.J. Abrams sampai Ron Howard. Yang berhasil membawakannya kepada kita sekarang adalah Nikolaj Arcel (A Royal Affair) yang tampaknya tak begitu terampil menangani skala naratifnya. Set pieces dan efek spesialnya, uhm, tak spesial. Ruang lingkup ceritanya terasa sempit dan nyaris tak punya stake. Apa benar semesta dalam bahaya? Kok tidak ada ketegangan dan urgensi yang terasa? Saya belum membaca novelnya, tapi saya bisa menebak dari betapa generiknya plot, ada begitu banyak hal-hal yang sudah dilewatkan atau ditampilkan terlalu cepat oleh film dari materi sumbernya.

Kita bisa bilang bahwa The Dark Tower bermain terlalu aman, mungkin tak peduli walau hasilnya selevel dengan film-film fantasi kelas B yang populer di era 90-an. Ada usaha untuk memasukkan trivia dari karya King sebelumnya, mulai dari It, The Shawshank Redemption hingga 1408, namun ini dan filmnya secara keseluruhan adalah usaha yang sia-sia. Sony berencana membangun semesta sinematis dari film ini yang kabarnya akan terdiri dari sekuel dan beberapa serial televisi. Saya jadi ingat nasihat seorang teman. Membangun film itu sama seperti membangun rumah; jika pondasinya saja tak kuat, bagaimana bangunannya bisa kokoh? Tunggu. Rasanya ini analogi untuk rumah tangga. Yah, tetap bisa diterapkan untuk film sih. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

The Dark Tower

95 menit
Remaja
Nikolaj Arcel
Akiva Goldsman, Jeff Pinkner, Anders Thomas Jensen, Nikolaj Arcel (screenplay), Stephen King (novel)
Akiva Goldsman, Ron Howard, Erica Huggins
Rasmus Videbæk
Tom Holkenborg