Wednesday, August 23, 2017

Review Film: 'The Dark Tower' (2017)

Review Film: 'The Dark Tower' (2017) - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Review Film: 'The Dark Tower' (2017), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Adventure, Artikel Aksi, Artikel Fantasi, Artikel Review, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'The Dark Tower' (2017)
link : Review Film: 'The Dark Tower' (2017)

Baca juga


Review Film: 'The Dark Tower' (2017)

Jika pondasi menaranya saja tidak kuat, bagaimana bangunan franchise-nya bisa kokoh?

“I kill with my heart.”
— Roland Deschain
Rating UP:
“Aku tidak menembak dengan tanganku. Aku menembak dengan pikiranku. Aku tidak membunuh dengan pistolku. Aku membunuh dengan hatiku.”

Minta waktu sebentar. Saya harus memastikan kalau ini memang bukan kalimat jagoan paling garing yang pernah anda tonton sepanjang 2017. Benar kan? Kalimat ini berasal dari mulut Roland Deschain sang Gunslinger, jagoan dari The Dark Tower yang begitu mahir menembak, ia sampai bisa menembak dengan akurat peluru yang memantul menggunakan pantulan peluru pula. Saat Idris Elba menyampaikan kalimat tadi dengan ekspresi serius, kegaringannya berkurang dan jadinya terdengar sedikit lebih elegan. Dengan jubah gelap dilengkapi dengan ikat pinggang penuh amunisi, Elba punya karisma yang membuatnya tampak tangguh dan keren, meski harus melontarkan beberapa kalimat yang tak jelas dan terkadang konyol.


Menjadi lawannya, ada Matthew McConaughey sebagai Walter Padick alias Man in Black. Jubahnya jauh lebih mewah daripada Roland. Rambutnya spiky gaul berkilau, dan McConaughey memerankannya dengan gaya flamboyan McConaughey biasanya; cowok keren yang siap merayu dan melelehkan hati gebetan kita. Namun ia adalah manusia keji dengan kemampuan super. Walter bisa menangkap peluru dengan tangan kosong, mengeluarkan api dari tangan, atau mengendalikan orang untuk bunuh diri hanya dengan perintah “berhenti bernapas!”. Ia merupakan karakter horor yang murni jahatnya. Saat ia muncul, kita seharusnya takut, tapi McConaughey lebih sering terlihat konyol.

Kedua karakter tersebut adalah figur kunci dalam serial novel The Dark Tower karya penulis tenar Amerika, Stephen King. Pertarungan mereka pasti sensasional. Jadi sedikit mengherankan saat keduanya relatif mundur ke latar belakang sebagai karakter pendukung, dimana karakter utamanya diambil alih oleh remaja biasa bernama Jake Chambers (Tom Taylor). Ia tak begitu biasa sih karena punya semacam kemampuan spesial, tapi nyaris tak ada yang menarik dengan Jake, baik dari penampilan atau kepribadian. Ia hanyalah avatar untuk membimbing kita mulai masuk ke dalam semesta filmnya, yang sayangnya juga sangat generik dan dangkal.

Maaf, saya terlalu buru-buru. Saya melakukan sesuatu yang juga dilakukan oleh film The Dark Tower: langsung masuk tanpa memberi penjelasan, lalu ingin cepat-cepat selesai. Baiklah. Novel The Dark Tower merupakan novel yang diakui oleh Stephen King sendiri sebagai karya pamungkasnya. Terdiri dari 8 seri yang dibuat dalam rentang waktu lebih dari 3 dekade, film tentang pertarungan epik yang menyangkut takdir semesta ini punya mitologi yang katanya sekompleks The Lord of the Rings-nya J.R.R. Tolkien.

Bagaimana merangkum materi sebanyak itu dalam satu film? Apalagi dengan durasi yang hanya satu setengah jam? Yah, mereka tak melakukannya. Film ini adalah adaptasi yang tak mengambil langsung poin plot melainkan hanya elemen khas dari novelnya. Semacam sekuel katanya. Dan ini menghasilkan sebuah film yang tak buruk, tapi menjemukan, tak imajinatif, dan tak berkesan. Anda merasa pernah melihat film seperti ini di tempat lain sebelumnya. Tak ada hal yang mengejutkan lagi; ceritanya seperti berjalan dalam mode autopilot.

Film dibuka dengan teks yang bilang bahwa ada sebuah menara yang menjadi pusat alam semesta, yang katanya melindungi kita dari kegelapan. Hanya pikiran anak-anak yang bisa meruntuhkannya. Jake bermimpi melihat Man in Black yang berhasil melakukan hal tersebut. Ia juga melihat sekilas seorang pria keren dengan pistol serta monster yang bisa memakai wajah manusia. Penerawangan Jake ini asli, karena di film fantasi seperti tak ada protagonis yang delusional. Karena tak punya tempat curhat, ia menumpahkannya ke media gambar. Ibunya yang khawatir jangan-jangan Jake stres akibat berpulangnya sang ayah, meminta bantuan psikolog. Namun, karena curiga bahwa yang menjemputnya adalah monster berkulit manusia, Jake melarikan diri. Anda tahu, manusia biasa tak bisa melihat monster ini, karena Jake yang punya kemampuan khusus bernama “shine”. Penggemar karya Stephen King pasti tahu ini adalah referensi kepada The Shining.

Di sebuah rumah bobrok, Jake menemukan gerbang menuju dunia paralel yang disebut Mid-World. Kok bisa? Berkat “shine” dong. Mid-World merupakan semacam semesta fantasi yang didominasi gurun ala film-film koboi, dimana Jake kemudian berjumpa dengan Roland (Elba). Roland adalah keturunan terakhir dari pejuang berjuluk Gunslinger yang bertugas menjaga kedamaian semesta. Ia secara misterius punya kemampuan untuk menangkal sihir dari Man in Black (McConaughey).

Man in Black sendiri sedang berusaha keras untuk merubuhkan menara. Ia menculik anak-anak, mengikat mereka di kursi baja, dan mengekstrak energi mereka menjadi laser raksasa yang diarahkan ke menara. Kenapa Man in Black berbuat begitu? Saya juga tak tahu pasti, mungkin karena ia jahat. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah energi dari Jake yang bisa menciptakan laser mahadahsyat yang akan memporak-porandakan semesta.

Itu baru premisnya. Saya tak perlu banyak menjelaskan plotnya, karena anda bisa menebak sendiri ke arah mana cerita bergerak. Mereka menjadi yang mengejar dan dikejar, tak peduli pihak yang manapun, yang kemudian berujung pada konfrontasi final di klimaks. Yang akan saya beritahu adalah betapa petualangan mereka nyaris nihil energi dan imajinasi. Kita tak merasakan betapa luasnya semesta atau mitologi dari dunianya. Anda bisa menukar Mid-World dengan dunia fantasi manapun, dan perubahan ini takkan signifikan bagi filmnya.

Film ini diberitakan sudah dikembangkan sejak lama, dengan sineas yang berganti-ganti pula, mulai dari J.J. Abrams sampai Ron Howard. Yang berhasil membawakannya kepada kita sekarang adalah Nikolaj Arcel (A Royal Affair) yang tampaknya tak begitu terampil menangani skala naratifnya. Set pieces dan efek spesialnya, uhm, tak spesial. Ruang lingkup ceritanya terasa sempit dan nyaris tak punya stake. Apa benar semesta dalam bahaya? Kok tidak ada ketegangan dan urgensi yang terasa? Saya belum membaca novelnya, tapi saya bisa menebak dari betapa generiknya plot, ada begitu banyak hal-hal yang sudah dilewatkan atau ditampilkan terlalu cepat oleh film dari materi sumbernya.

Kita bisa bilang bahwa The Dark Tower bermain terlalu aman, mungkin tak peduli walau hasilnya selevel dengan film-film fantasi kelas B yang populer di era 90-an. Ada usaha untuk memasukkan trivia dari karya King sebelumnya, mulai dari It, The Shawshank Redemption hingga 1408, namun ini dan filmnya secara keseluruhan adalah usaha yang sia-sia. Sony berencana membangun semesta sinematis dari film ini yang kabarnya akan terdiri dari sekuel dan beberapa serial televisi. Saya jadi ingat nasihat seorang teman. Membangun film itu sama seperti membangun rumah; jika pondasinya saja tak kuat, bagaimana bangunannya bisa kokoh? Tunggu. Rasanya ini analogi untuk rumah tangga. Yah, tetap bisa diterapkan untuk film sih. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

The Dark Tower

95 menit
Remaja
Nikolaj Arcel
Akiva Goldsman, Jeff Pinkner, Anders Thomas Jensen, Nikolaj Arcel (screenplay), Stephen King (novel)
Akiva Goldsman, Ron Howard, Erica Huggins
Rasmus Videbæk
Tom Holkenborg


Demikianlah Artikel Review Film: 'The Dark Tower' (2017)

Sekianlah artikel Review Film: 'The Dark Tower' (2017) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Review Film: 'The Dark Tower' (2017) dengan alamat link https://moviefilm99.blogspot.com/2017/08/review-film-dark-tower-2017.html

No comments:

Post a Comment