Sunday, May 31, 2015

Box Office: 'San Andreas' Berada di Puncak dengan Laba $53,2 Juta

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Box Office, Artikel Featured, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Box Office: 'San Andreas' Berada di Puncak dengan Laba $53,2 Juta
link : Box Office: 'San Andreas' Berada di Puncak dengan Laba $53,2 Juta

Baca juga


May 2015

Di minggu pertamanya, 'San Andreas' langsung memuncaki box office dengan $53,2 juta dan menjadi film "The Rock" dengan laba tertinggi di luar franchise 'Fast & Furious'.
Dwayne "The Rock" Johnson menghantam box office dengan San Andreas yang meraih pendapatan $53,2 juta di minggu pertamanya. Film ini menjadi film The Rock dengan raihan tertinggi di luar franchise Fast & Furious. Raihan ini juga lebih tinggi dari film bertema bencana yang dirilis tahun lalu, Into the Storm yang meraih $47,6 juta, namun belum mampu melewati 2012 pada 2009 lalu yang meraup $65,2 juta di minggu pertama. Tapi jika ingin membandingkan, bujet San Andreas hanya $110 juta sedangkan 2012 mencapai $200 juta. Dengan nilai CinemaScore "A-", film ini tampaknya akan bertahan cukup lama di box office.

//highsnobiety

Secara internasional, San Andreas juga merajai bioskop dunia. Dirilis di 60 negara, film ini menjadi nomor 1 di 55 negara dengan pendapatan debut $60 juta, yang berarti jika ditotal raihannya adalah $113,2 juta.

Di posisi kedua, Pitch Perfect 2 yang telah memasuki minggu ketiga penayangannya, mengalami penurunan 53,3% dengan raihan $14,4 juta dan total $147,5 juta. Di luar Amerika, film ini menambahkan $10,4 juta dengan laba secara internasional sebesar $228,2 juta.

Tomorrowland yang memperoleh hasil sedikit mengecewakan di minggu pertamanya mengalami penurunan 58,2% dengan $13,8 juta dan total $63,1 juta. Film ini juga telah tayang hampir di seluruh dunia (kecuali Brazil dan Jepang) dan hanya mendapat $133,2 juta. Hasil ini bahkan membuat Disney membatalkan proyek TRON 3 karena tak ingin bertaruh lebih banyak dalam proyek-proyek spekulatif.

Menempel ketat Tomorrowland, Mad Max: Fury Road memperoleh laba $13,6 juta yang berarti turun sekitar 44,7% dari minggu lalu. Memasuki minggu ketiganya, Fury Road telah mengumpulkan $115,9 juta dengan laba secara internasional sebesar $280 juta.

Avengers: Age of Ultron masih bertahan di posisi lima dengan $10,9 juta. Di Amerika, film ini telah meraup $427,1 juta dengan laba internasional sebesar $1,32 miliar dan menjadi film terlaris nomor 6 sepanjang masa. Namun hasil ini masih kalah dibandingkan dengan Furious 7 yang sekarang telah mencapai $1,5 miliar dan hanya tinggal $12 juta lagi untuk melewati rekor The Avengers pada 2012 lalu.

Weekend Box Office 29 Mei - 31 Mei 2015

#01 San Andreas


Minggu ini: $53,215,000
Total: $53,215,000

#02 Pitch Perfect 2


Minggu ini: $14,381,000
Total: $147,540,000

#03 Tomorrowland


Minggu ini: $13,803,000
Total: $63,188,000

#04 Mad Max: Fury Road


Minggu ini: $13,625,000
Total: $115,915,000

#05 Avengers: Age of Ultron


Minggu ini: $10,920,000
Total: $427,070,000

Ulasan Weekend Box Office Minggu Sebelumnya: Box Office: 'Tomorrowland' Menggeser 'Pitch Perfect 2' ©UP

Di minggu pertamanya, 'San Andreas' langsung memuncaki box office dengan $53,2 juta dan menjadi film "The Rock" dengan laba tertinggi di luar franchise 'Fast & Furious'.
Dwayne "The Rock" Johnson menghantam box office dengan San Andreas yang meraih pendapatan $53,2 juta di minggu pertamanya. Film ini menjadi film The Rock dengan raihan tertinggi di luar franchise Fast & Furious. Raihan ini juga lebih tinggi dari film bertema bencana yang dirilis tahun lalu, Into the Storm yang meraih $47,6 juta, namun belum mampu melewati 2012 pada 2009 lalu yang meraup $65,2 juta di minggu pertama. Tapi jika ingin membandingkan, bujet San Andreas hanya $110 juta sedangkan 2012 mencapai $200 juta. Dengan nilai CinemaScore "A-", film ini tampaknya akan bertahan cukup lama di box office.

//highsnobiety

Secara internasional, San Andreas juga merajai bioskop dunia. Dirilis di 60 negara, film ini menjadi nomor 1 di 55 negara dengan pendapatan debut $60 juta, yang berarti jika ditotal raihannya adalah $113,2 juta.

Di posisi kedua, Pitch Perfect 2 yang telah memasuki minggu ketiga penayangannya, mengalami penurunan 53,3% dengan raihan $14,4 juta dan total $147,5 juta. Di luar Amerika, film ini menambahkan $10,4 juta dengan laba secara internasional sebesar $228,2 juta.

Tomorrowland yang memperoleh hasil sedikit mengecewakan di minggu pertamanya mengalami penurunan 58,2% dengan $13,8 juta dan total $63,1 juta. Film ini juga telah tayang hampir di seluruh dunia (kecuali Brazil dan Jepang) dan hanya mendapat $133,2 juta. Hasil ini bahkan membuat Disney membatalkan proyek TRON 3 karena tak ingin bertaruh lebih banyak dalam proyek-proyek spekulatif.

Menempel ketat Tomorrowland, Mad Max: Fury Road memperoleh laba $13,6 juta yang berarti turun sekitar 44,7% dari minggu lalu. Memasuki minggu ketiganya, Fury Road telah mengumpulkan $115,9 juta dengan laba secara internasional sebesar $280 juta.

Avengers: Age of Ultron masih bertahan di posisi lima dengan $10,9 juta. Di Amerika, film ini telah meraup $427,1 juta dengan laba internasional sebesar $1,32 miliar dan menjadi film terlaris nomor 6 sepanjang masa. Namun hasil ini masih kalah dibandingkan dengan Furious 7 yang sekarang telah mencapai $1,5 miliar dan hanya tinggal $12 juta lagi untuk melewati rekor The Avengers pada 2012 lalu.

Weekend Box Office 29 Mei - 31 Mei 2015

#01 San Andreas


Minggu ini: $53,215,000
Total: $53,215,000

#02 Pitch Perfect 2


Minggu ini: $14,381,000
Total: $147,540,000

#03 Tomorrowland


Minggu ini: $13,803,000
Total: $63,188,000

#04 Mad Max: Fury Road


Minggu ini: $13,625,000
Total: $115,915,000

#05 Avengers: Age of Ultron


Minggu ini: $10,920,000
Total: $427,070,000

Ulasan Weekend Box Office Minggu Sebelumnya: Box Office: 'Tomorrowland' Menggeser 'Pitch Perfect 2' ©UP

Review Film: 'Pitch Perfect 2' (2015)

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Komedi, Artikel Musikal, Artikel Review, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Pitch Perfect 2' (2015)
link : Review Film: 'Pitch Perfect 2' (2015)

Baca juga


May 2015

Secara musikal dan cerita, 'Pitch Perfect 2' kurang lebih sama seperti film pertamanya. Sayangnya, tak punya energi, drama, dan sisi komedi yang selevel dengan pendahulunya tersebut.

“You are one of us, you paid the registration fee.”
Saya teringat pada 2012 lalu betapa saya sangat menikmati Pitch Perfect. Komedinya, lagu-lagunya, dramanya. Saya tak berharap film ini akan dibuatkan sekuel, karena endingnya sendiri sudah cukup memuaskan. Meski begitu, masuk akal juga jika kemudian Universal Pictures membuat sekuelnya Pitch Perfect 2 mengingat laba yang diraih film pertama. Secara musikal dan cerita, film ini sama saja dengan pendahulunya, tapi minus dari sisi drama dan komedi.

Barden Bellas telah menjadi juara kompetisi acapella nasional 3 kali berturut-turut dan mendapat kesempatan untuk tampil di hadapan Presiden Barrack Obama. Nah di tengah-tengah penampilan mereka membawakan lagu "Wrecking Ball", terjadi tragedi memalukan yang melibatkan Fat Amy (Rebel Wilson) dan "area pribadi"-nya yang membuat Bellas diskors dari semua acara dan kompetisi acapella. Namun berkat komentator John (John Michael Higgins) dan (Elizabeth Banks) — meski mereka pun sedikit skeptis, Bellas mendapat kesempatan untuk menebus kesalahan mereka dalam turnamen acapella dunia, dimana belum pernah ada tim Amerika yang menjadi pemenang di ajang tersebut.

Sementara para Bellas berlatih untuk memenangkan kompetisi, Beca (Anna Kendrick) juga sibuk mengejar ambisi pribadinya untuk menjadi produser musik. Hal ini memberikan sedikit konflik yang awalnya sedikit dipaksakan, namun terasa pas seiring berjalannya cerita.

Karena memang tak ada lagi yang bisa dieksplor di dunia Pitch Perfect, penulis skrip Kay Cannon — yang juga menulis skrip film pertama — memberikan cerita yang kurang lebih sama seperti film pertama: tim acapella underdog yang berjuang keras untuk meraih nama di kompetisi, dengan sedikit bumbu drama dan romance. Dalam film ini, musuh berat yang harus dihadapi adalah juara acapella Jerman, Das Sound Machine (DSM). Meski skalanya lebih besar, naskah Cannon tak terlalu energik karena rivalitas Bellas vs DSM yang terkesan remeh dan kompetisi yang kurang menantang. Padahal, ini kompetisi dunia lho.


Jika di film pertama lebih fokus pada usaha Beca untuk masuk dalam Barden Bellas dan bagaimana karismanya mengubah grup acapella tersebut menjadi lebih baik, maka di film ini Beca hanya menjadi semacam karakter pendukung. Kendrick masih memberikan penampilan yang karismatik dan lovable, namun porsinya lebih sedikit dan tertutupi oleh tokoh Rebel Wilson. Bahkan di film ini, Fat Amy mendapatkan sub-plot kisah cinta dengan Bumper (Adam DeVine).

Dibintangi oleh sebagian besar pemain orisinalnya, kita akan melihat kembali Chloe (Brittany Snow) sang leader, Cynthia (Easter Dean) yang lesbian, Lilly (Hana Mae Lee) yang bersuara kecil dan anggota lainnya. Semuanya nyaris one-note dan saya tak mempermasahkan hal tersebut, karena meskipun one-note, diversitivitas karakter mereka memberikan nuansa tersendiri.

Dihadirkan pula anggota baru Emily Junk (Hailee Steinfeld) yang merupakan anak dari seorang mantan anggota Bellas jaman dulu. Meski perannya tak terlalu signifikan sebagaimana harusnya, namun karakter Emily sedikit memberi penyegaran dengan karakternya yang lucu dan ceplas-ceplos.

Ada banyak alasan kenapa saya sangat menikmati film pertama, dan tak terlalu menyukai film keduanya ini. Film pertamanya lebih superior karena fokus pada karakter dengan sedikit sentuhan komedi. Namun disini, sutradara Elizabeth Banks — ini adalah film debutnya — mencoba untuk menyuguhkan komedi lebih banyak, melewatkan eksplorasi karakter dan melupakan narasi. Komedi yang disuguhkan pun tak terlalu lucu, bahkan semua lelucon yang melibatkan Fat Amy menurut saya malah garing. Joke-joke kecil bernuansa rasis dan vulgar yang biasanya dilemparkan oleh komentator John dan Gail juga kasar. Lelucon rasis yang disampaikan dengan tepat akan menjadi kocak. Dalam kasus ini, sayangnya tidak.

Terlepas dari semua kekurangannya, saya sangat menikmati semua penampilan acapella dari film ini seperti halnya film pertama. Memang tak ada yang penampilan yang selevel dengan "Cup"-nya Beca dari film pertama, namun Kendrick kembali menunjukkan kapabilitasnya bernyanyi bersama Snoop Dogg yang membawakan lagu Natal beraransemen baru. Penampilan terbaik adalah adegan klimaks saat Bella tampil di panggung kompetisi dunia menyanyikan mash-up lagu Beyonce dengan lagu orisinal yang dikoreografi dengan detail dan sangat baik. Ah, kalau saja sepanjang filmnya punya energi seperti itu. ■UP

'Pitch Perfect 2' |
|

IMDb | Rottentomatoes
114 menit | Remaja

Sutradara Elizabeth Banks
Penulis Kay Cannon
Pemain Anna Kendrick, Rebel Wilson, Brittany Snow, Hailee Steinfeld

Secara musikal dan cerita, 'Pitch Perfect 2' kurang lebih sama seperti film pertamanya. Sayangnya, tak punya energi, drama, dan sisi komedi yang selevel dengan pendahulunya tersebut.

“You are one of us, you paid the registration fee.”
Saya teringat pada 2012 lalu betapa saya sangat menikmati Pitch Perfect. Komedinya, lagu-lagunya, dramanya. Saya tak berharap film ini akan dibuatkan sekuel, karena endingnya sendiri sudah cukup memuaskan. Meski begitu, masuk akal juga jika kemudian Universal Pictures membuat sekuelnya Pitch Perfect 2 mengingat laba yang diraih film pertama. Secara musikal dan cerita, film ini sama saja dengan pendahulunya, tapi minus dari sisi drama dan komedi.

Barden Bellas telah menjadi juara kompetisi acapella nasional 3 kali berturut-turut dan mendapat kesempatan untuk tampil di hadapan Presiden Barrack Obama. Nah di tengah-tengah penampilan mereka membawakan lagu "Wrecking Ball", terjadi tragedi memalukan yang melibatkan Fat Amy (Rebel Wilson) dan "area pribadi"-nya yang membuat Bellas diskors dari semua acara dan kompetisi acapella. Namun berkat komentator John (John Michael Higgins) dan (Elizabeth Banks) — meski mereka pun sedikit skeptis, Bellas mendapat kesempatan untuk menebus kesalahan mereka dalam turnamen acapella dunia, dimana belum pernah ada tim Amerika yang menjadi pemenang di ajang tersebut.

Sementara para Bellas berlatih untuk memenangkan kompetisi, Beca (Anna Kendrick) juga sibuk mengejar ambisi pribadinya untuk menjadi produser musik. Hal ini memberikan sedikit konflik yang awalnya sedikit dipaksakan, namun terasa pas seiring berjalannya cerita.

Karena memang tak ada lagi yang bisa dieksplor di dunia Pitch Perfect, penulis skrip Kay Cannon — yang juga menulis skrip film pertama — memberikan cerita yang kurang lebih sama seperti film pertama: tim acapella underdog yang berjuang keras untuk meraih nama di kompetisi, dengan sedikit bumbu drama dan romance. Dalam film ini, musuh berat yang harus dihadapi adalah juara acapella Jerman, Das Sound Machine (DSM). Meski skalanya lebih besar, naskah Cannon tak terlalu energik karena rivalitas Bellas vs DSM yang terkesan remeh dan kompetisi yang kurang menantang. Padahal, ini kompetisi dunia lho.


Jika di film pertama lebih fokus pada usaha Beca untuk masuk dalam Barden Bellas dan bagaimana karismanya mengubah grup acapella tersebut menjadi lebih baik, maka di film ini Beca hanya menjadi semacam karakter pendukung. Kendrick masih memberikan penampilan yang karismatik dan lovable, namun porsinya lebih sedikit dan tertutupi oleh tokoh Rebel Wilson. Bahkan di film ini, Fat Amy mendapatkan sub-plot kisah cinta dengan Bumper (Adam DeVine).

Dibintangi oleh sebagian besar pemain orisinalnya, kita akan melihat kembali Chloe (Brittany Snow) sang leader, Cynthia (Easter Dean) yang lesbian, Lilly (Hana Mae Lee) yang bersuara kecil dan anggota lainnya. Semuanya nyaris one-note dan saya tak mempermasahkan hal tersebut, karena meskipun one-note, diversitivitas karakter mereka memberikan nuansa tersendiri.

Dihadirkan pula anggota baru Emily Junk (Hailee Steinfeld) yang merupakan anak dari seorang mantan anggota Bellas jaman dulu. Meski perannya tak terlalu signifikan sebagaimana harusnya, namun karakter Emily sedikit memberi penyegaran dengan karakternya yang lucu dan ceplas-ceplos.

Ada banyak alasan kenapa saya sangat menikmati film pertama, dan tak terlalu menyukai film keduanya ini. Film pertamanya lebih superior karena fokus pada karakter dengan sedikit sentuhan komedi. Namun disini, sutradara Elizabeth Banks — ini adalah film debutnya — mencoba untuk menyuguhkan komedi lebih banyak, melewatkan eksplorasi karakter dan melupakan narasi. Komedi yang disuguhkan pun tak terlalu lucu, bahkan semua lelucon yang melibatkan Fat Amy menurut saya malah garing. Joke-joke kecil bernuansa rasis dan vulgar yang biasanya dilemparkan oleh komentator John dan Gail juga kasar. Lelucon rasis yang disampaikan dengan tepat akan menjadi kocak. Dalam kasus ini, sayangnya tidak.

Terlepas dari semua kekurangannya, saya sangat menikmati semua penampilan acapella dari film ini seperti halnya film pertama. Memang tak ada yang penampilan yang selevel dengan "Cup"-nya Beca dari film pertama, namun Kendrick kembali menunjukkan kapabilitasnya bernyanyi bersama Snoop Dogg yang membawakan lagu Natal beraransemen baru. Penampilan terbaik adalah adegan klimaks saat Bella tampil di panggung kompetisi dunia menyanyikan mash-up lagu Beyonce dengan lagu orisinal yang dikoreografi dengan detail dan sangat baik. Ah, kalau saja sepanjang filmnya punya energi seperti itu. ■UP

'Pitch Perfect 2' |
|

IMDb | Rottentomatoes
114 menit | Remaja

Sutradara Elizabeth Banks
Penulis Kay Cannon
Pemain Anna Kendrick, Rebel Wilson, Brittany Snow, Hailee Steinfeld

Friday, May 29, 2015

'Kung Fury' Dirilis secara Gratis, Tonton Filmnya Berikut Ini

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Featured, Artikel Video, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : 'Kung Fury' Dirilis secara Gratis, Tonton Filmnya Berikut Ini
link : 'Kung Fury' Dirilis secara Gratis, Tonton Filmnya Berikut Ini

Baca juga


May 2015

'Kung Fury', sebuah film pendek plesetan yang mengambil inspirasi dari film aksi dan polisi era 80-an akhirnya dirilis gratis secara resmi. Silakan menikmati.
Semenjak memulai kampanyenya pada Desember 2013, proyek Kung Fury — yang terinspirasi dari film martial arts dan polisi era 80-an yang garing — menjadi pembicaraan yang cukup hangat di dunia maya. Proyek ini terlahir dari sutradara Swedia, David Sandberg yang ingin membuat film yang bercerita tentang seorang polisi ahli kungfu yang melintasi waktu via Nintendo dengan tujuan membunuh Hitler. Nah sekarang film yang didanai dari donasi melalui Kickstarter tersebut telah selesai, dan anda bisa menontonnya gratis di bawah ini.

//twitchfilm

Sandberg memulai kampanyenya mengumpulkan dana dengan target $200.000 untuk memproduksi film ini dalam versi pendek berdurasi 30 menit dengan donasi yang terkumpul mencapai $630.019. Kampanye kedua menargetkan $1 juta untuk membuat film versi panjang, namun proyek Kickstarter tersebut dihentikan pada 25 Januari 2014.

Untuk proyeknya ini, Sandberg bahkan juga bekerja sama dengan ikon era 80-an David Hasselhoff demi membuat video musik retro untuk lagu tema film ini yang berjudul "True Survivor".

Dengan bujet terbatas tentu saja efek visualnya tak sekelas film blockbuster Hollywood, namun untuk ukuran film dengan buet segitu efek yang ditampilkan cukup mengagumkan dan sesuai dengan kualitas yang sesuai dengan tema yang diangkat. Dalam film ini kita bisa melihat adegan-adegan khas film aksi kelas B era 80-an, beserta gaya busana, dan musik. Kita akan melihat karakter Kung Fury (yang diperankan Sandberg) bersama gadis barbar bersenjata mesin bernama Barbariana yang meminta bantuan Dewa Petir untuk membantunya melakukan perjalanan waktu ke jaman Nazi.

Berikut sinopsis resmi dari website Kung Fury. Videonya bisa anda tonton di bawah ini. ©UP

Film pendek Kung Fury adalah penghormatan dan surat cinta bagi era 80-an dari sutradara David Sandberg.

Detektif Miami Police Department yang juga ahli martial arts, Kung Fury melakukan perjalanan lintas waktu dari tahun 1980 ke era Perang Dunia II untuk membunuh Adolf Hitler alias "Kung Fuhrer", dan membalaskan dendam temannya yang tewas di tangan pemimpin Nazi tersebut. Kesalahan pada mesin waktu membuatnya terlempar lebih jauh ke jaman Viking.

'Kung Fury', sebuah film pendek plesetan yang mengambil inspirasi dari film aksi dan polisi era 80-an akhirnya dirilis gratis secara resmi. Silakan menikmati.
Semenjak memulai kampanyenya pada Desember 2013, proyek Kung Fury — yang terinspirasi dari film martial arts dan polisi era 80-an yang garing — menjadi pembicaraan yang cukup hangat di dunia maya. Proyek ini terlahir dari sutradara Swedia, David Sandberg yang ingin membuat film yang bercerita tentang seorang polisi ahli kungfu yang melintasi waktu via Nintendo dengan tujuan membunuh Hitler. Nah sekarang film yang didanai dari donasi melalui Kickstarter tersebut telah selesai, dan anda bisa menontonnya gratis di bawah ini.

//twitchfilm

Sandberg memulai kampanyenya mengumpulkan dana dengan target $200.000 untuk memproduksi film ini dalam versi pendek berdurasi 30 menit dengan donasi yang terkumpul mencapai $630.019. Kampanye kedua menargetkan $1 juta untuk membuat film versi panjang, namun proyek Kickstarter tersebut dihentikan pada 25 Januari 2014.

Untuk proyeknya ini, Sandberg bahkan juga bekerja sama dengan ikon era 80-an David Hasselhoff demi membuat video musik retro untuk lagu tema film ini yang berjudul "True Survivor".

Dengan bujet terbatas tentu saja efek visualnya tak sekelas film blockbuster Hollywood, namun untuk ukuran film dengan buet segitu efek yang ditampilkan cukup mengagumkan dan sesuai dengan kualitas yang sesuai dengan tema yang diangkat. Dalam film ini kita bisa melihat adegan-adegan khas film aksi kelas B era 80-an, beserta gaya busana, dan musik. Kita akan melihat karakter Kung Fury (yang diperankan Sandberg) bersama gadis barbar bersenjata mesin bernama Barbariana yang meminta bantuan Dewa Petir untuk membantunya melakukan perjalanan waktu ke jaman Nazi.

Berikut sinopsis resmi dari website Kung Fury. Videonya bisa anda tonton di bawah ini. ©UP

Film pendek Kung Fury adalah penghormatan dan surat cinta bagi era 80-an dari sutradara David Sandberg.

Detektif Miami Police Department yang juga ahli martial arts, Kung Fury melakukan perjalanan lintas waktu dari tahun 1980 ke era Perang Dunia II untuk membunuh Adolf Hitler alias "Kung Fuhrer", dan membalaskan dendam temannya yang tewas di tangan pemimpin Nazi tersebut. Kesalahan pada mesin waktu membuatnya terlempar lebih jauh ke jaman Viking.

Tuesday, May 26, 2015

'Tomorrowland' Mengecewakan: Benarkah Penonton Tak Peduli Lagi dengan Film Orisinal?

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Artikel, Artikel Featured, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : 'Tomorrowland' Mengecewakan: Benarkah Penonton Tak Peduli Lagi dengan Film Orisinal?
link : 'Tomorrowland' Mengecewakan: Benarkah Penonton Tak Peduli Lagi dengan Film Orisinal?

Baca juga


May 2015

Artikel dari Variety menyebutkan bahwa kegagalan 'Tomorrowland' di Box Office, sedikit banyak karena penonton tak lagi peduli dengan film orisinal dan lebih memilih film adaptasi. Berikut opini saya tentang hal tersebut.
Membaca sebuah artikel di Variety yang mengangkat tentang permasalahan orisinalitas tema yang mengakibatkan film Tomorrowland hanya meraih laba seadanya pada minggu debutnya — yang hanya sedikit lebih bai dari film Disney John Carter dan Lone Ranger — membuat saya tergelitik untuk membahas sedikit tentang hal tersebut. Artikel aslinya dari Variety itu berjudul 'Tomorrowland' Exposes Hollywood's Originality Problem.

Sebagai informasi, selama 4 hari penayangannya Tomorrowland hanya mengumpulkan $41,7 juta dari bujetnya yang masif $180 juta, tak sesuai dengan ekpektasi tinggi dari Disney. Padahal film ini digawangi oleh nama sutradara kelas atas Brad Bird (The Incredibles, Mission: Impossible - Ghost Protocol) ditambah dengan kekuatan bintang dari George Clooney.

TOMORROWLAND //highsnobiety

"Tomorrowland adalah film orisinal dan merupakan tantangan [baginya untuk bersaing] dalam pasar," ujar Kepala Distribusi Disney, Dave Holls. "Kami merasa sangat penting sebagai perusahaan dan insustri untuk tetap memberikan kisah yang orisinal."

Tomorrowland tak bisa dibilang orisinal sepenuhnya karena film ini diangkat dari wahana Disney, namun saya takkan memperdebatkan hal tersebut. Yang menjadi pertanyaan, benarkah penonton tak lagi tertarik dengan film orisinal dan lebih memilih film remake, reboot, sekuel atau adaptasi game, komik, novel, dll? Saya melihat ini dari perspektif saya sebagai penonton awam.

Sekarang memang ada kecenderungan bagi studio Hollywood untuk memprioritaskan film remake/reboot/sekuel/adaptasi untuk diproduksi dibandingkan dengan film orisinial. Bahkan ada beberapa pengamat film yang berkomentar bahwa film orisinal susah mendapat lampu hijau, karena prospeknya yang tak menjanjikan. Wajar sebenarnya, melihat perolehan box office tiga tahun terakhir yang menunjukkan bahwa hampir 90% posisi Top 10 Highest Grossing Film diisi oleh film-film macam itu (datanya bisa anda lihat disini dan disini).

Namun tak bisa dilupakan juga bahwa ada beberapa film orisinal yang berhasil masuk seperti Interstellar (menjadi film terlaris ke-10 tahun 2014) dan Gravity (menjadi film terlaris ke-8 tahun 2013). Walaupun memang agak sulit bersaing, Tomorrowland tentu punya kans yang sama bukan? Apalagi Tomorrowland punya kelebihan karena mereknya yang lekat dengan Disney — kurang lebih mirip dengan The Lego Movie yang lekat dengan merek LEGO. Bedanya, The Lego Movie sukses, sementara Tomorrowland sedikit tersendat ;)

Nah menurut kacamata saya, yang menjadi permasalahan bukanlah orisinalitas. Jadi apa pasal? Kalau boleh sedikit sotoy, kesuksesan box office film orisinal tergantung dari kualitas film dan promosi dari studio, salah satu atau keduanya sekaligus.

Hal ini bisa dilihat dari Gravity. Dengan promosi yang menurut saya biasa saja, tapi mendapat review dahsyat dari kritikus dan word-of-mouth yang bagus dari penonton, menjadikan film ini sukses secara finansial dengan raihan $716.392.705. Contoh paling dekat adalah Mad Max: Fury Road. Fury Road mungkin memang bukan film orisinal, namun dengan film terakhirnya yang dirilis 30 tahun lalu, praktis tak banyak penonton yang aware dengan film tersebut (selain penonton berumur). Promosi gencar yang dilakukan Warner Bros serta komentar bagus dari penonton, membuat raihan Fury Road telah melewati bujet yang juga masif, $150 juta.

GRAVITY //hypable

Untuk kasus Tomorrowland, jujur saja saya tak bisa berkomentar banyak tentang materi promosinya. Memang bijak untuk menjaga kerahasiaan materi film sebelum dirilis, namun ini bisa jadi pedang bermata dua. Dari materi promosi Tomorrowland yang saya lihat, tak banyak sebenarnya yang diberikan Warner Bros. Trailer hanya berfokus pada karakter Clooney dan kemisteriusan Tomorrowland. Padahal dengan sedikit mengekspos karakter Britt Robertson, mungkin bisa menarik demografi anak muda.

Nah poin di atas, tak masalah sebenarnya jika film tersebut mendapatkan review bagus. Sayangnya Tomorrowland hanya mendapat skor 50% dari RottenTomatoes, 60 dari MetaCritic, dan nilai "B" dari CinemaScore. Di jaman teknologi informasi seperti sekarang, review dari mulut-ke-mulut lebih diperhatikan penonton.

Penonton tak bisa disalahkan sepenuhnya dengan kegagalan film orisinal di box office. Penonton yang cerdas tentu tahu mana film yang berkualitas, terlepas dari apakah film tersebut film orisinal atau bukan. Meski saya adalah maniak nonton, untuk mendapatkan pengalaman layar lebar, saya juga cukup pilih-pilih.

"[Keberhasilan] itu selalu bergantung pada sutradara yang berbakat, kekuatan bintang dari aktor, dan konten [film] yang dibuat," ujar Phil Contrino, Wakil Presiden dan Kepala Analis BoxOffice.com. Yap, saya sangat sangat setuju.

[Anda bisa membaca review saya mengenai film Tomorrowland disini] ©UP

Artikel dari Variety menyebutkan bahwa kegagalan 'Tomorrowland' di Box Office, sedikit banyak karena penonton tak lagi peduli dengan film orisinal dan lebih memilih film adaptasi. Berikut opini saya tentang hal tersebut.
Membaca sebuah artikel di Variety yang mengangkat tentang permasalahan orisinalitas tema yang mengakibatkan film Tomorrowland hanya meraih laba seadanya pada minggu debutnya — yang hanya sedikit lebih bai dari film Disney John Carter dan Lone Ranger — membuat saya tergelitik untuk membahas sedikit tentang hal tersebut. Artikel aslinya dari Variety itu berjudul 'Tomorrowland' Exposes Hollywood's Originality Problem.

Sebagai informasi, selama 4 hari penayangannya Tomorrowland hanya mengumpulkan $41,7 juta dari bujetnya yang masif $180 juta, tak sesuai dengan ekpektasi tinggi dari Disney. Padahal film ini digawangi oleh nama sutradara kelas atas Brad Bird (The Incredibles, Mission: Impossible - Ghost Protocol) ditambah dengan kekuatan bintang dari George Clooney.

TOMORROWLAND //highsnobiety

"Tomorrowland adalah film orisinal dan merupakan tantangan [baginya untuk bersaing] dalam pasar," ujar Kepala Distribusi Disney, Dave Holls. "Kami merasa sangat penting sebagai perusahaan dan insustri untuk tetap memberikan kisah yang orisinal."

Tomorrowland tak bisa dibilang orisinal sepenuhnya karena film ini diangkat dari wahana Disney, namun saya takkan memperdebatkan hal tersebut. Yang menjadi pertanyaan, benarkah penonton tak lagi tertarik dengan film orisinal dan lebih memilih film remake, reboot, sekuel atau adaptasi game, komik, novel, dll? Saya melihat ini dari perspektif saya sebagai penonton awam.

Sekarang memang ada kecenderungan bagi studio Hollywood untuk memprioritaskan film remake/reboot/sekuel/adaptasi untuk diproduksi dibandingkan dengan film orisinial. Bahkan ada beberapa pengamat film yang berkomentar bahwa film orisinal susah mendapat lampu hijau, karena prospeknya yang tak menjanjikan. Wajar sebenarnya, melihat perolehan box office tiga tahun terakhir yang menunjukkan bahwa hampir 90% posisi Top 10 Highest Grossing Film diisi oleh film-film macam itu (datanya bisa anda lihat disini dan disini).

Namun tak bisa dilupakan juga bahwa ada beberapa film orisinal yang berhasil masuk seperti Interstellar (menjadi film terlaris ke-10 tahun 2014) dan Gravity (menjadi film terlaris ke-8 tahun 2013). Walaupun memang agak sulit bersaing, Tomorrowland tentu punya kans yang sama bukan? Apalagi Tomorrowland punya kelebihan karena mereknya yang lekat dengan Disney — kurang lebih mirip dengan The Lego Movie yang lekat dengan merek LEGO. Bedanya, The Lego Movie sukses, sementara Tomorrowland sedikit tersendat ;)

Nah menurut kacamata saya, yang menjadi permasalahan bukanlah orisinalitas. Jadi apa pasal? Kalau boleh sedikit sotoy, kesuksesan box office film orisinal tergantung dari kualitas film dan promosi dari studio, salah satu atau keduanya sekaligus.

Hal ini bisa dilihat dari Gravity. Dengan promosi yang menurut saya biasa saja, tapi mendapat review dahsyat dari kritikus dan word-of-mouth yang bagus dari penonton, menjadikan film ini sukses secara finansial dengan raihan $716.392.705. Contoh paling dekat adalah Mad Max: Fury Road. Fury Road mungkin memang bukan film orisinal, namun dengan film terakhirnya yang dirilis 30 tahun lalu, praktis tak banyak penonton yang aware dengan film tersebut (selain penonton berumur). Promosi gencar yang dilakukan Warner Bros serta komentar bagus dari penonton, membuat raihan Fury Road telah melewati bujet yang juga masif, $150 juta.

GRAVITY //hypable

Untuk kasus Tomorrowland, jujur saja saya tak bisa berkomentar banyak tentang materi promosinya. Memang bijak untuk menjaga kerahasiaan materi film sebelum dirilis, namun ini bisa jadi pedang bermata dua. Dari materi promosi Tomorrowland yang saya lihat, tak banyak sebenarnya yang diberikan Warner Bros. Trailer hanya berfokus pada karakter Clooney dan kemisteriusan Tomorrowland. Padahal dengan sedikit mengekspos karakter Britt Robertson, mungkin bisa menarik demografi anak muda.

Nah poin di atas, tak masalah sebenarnya jika film tersebut mendapatkan review bagus. Sayangnya Tomorrowland hanya mendapat skor 50% dari RottenTomatoes, 60 dari MetaCritic, dan nilai "B" dari CinemaScore. Di jaman teknologi informasi seperti sekarang, review dari mulut-ke-mulut lebih diperhatikan penonton.

Penonton tak bisa disalahkan sepenuhnya dengan kegagalan film orisinal di box office. Penonton yang cerdas tentu tahu mana film yang berkualitas, terlepas dari apakah film tersebut film orisinal atau bukan. Meski saya adalah maniak nonton, untuk mendapatkan pengalaman layar lebar, saya juga cukup pilih-pilih.

"[Keberhasilan] itu selalu bergantung pada sutradara yang berbakat, kekuatan bintang dari aktor, dan konten [film] yang dibuat," ujar Phil Contrino, Wakil Presiden dan Kepala Analis BoxOffice.com. Yap, saya sangat sangat setuju.

[Anda bisa membaca review saya mengenai film Tomorrowland disini] ©UP

Review Film: 'It Follows' (2015)

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Horor, Artikel Misteri, Artikel Review, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'It Follows' (2015)
link : Review Film: 'It Follows' (2015)

Baca juga


May 2015

Didukung dengan scoring dan komposisi yang intens, 'It Follows' adalah film horor minimalis yang sangat mencekam berkat atmosfer dan permainan mood dari David Robert Mitchell.

““It doesn't think. It doesn't feel. It doesn't give up.””
Masih ingat dulu di awal tahun 2000-an ada fenomena pesan berantai yang jika kita baca namun tidak diteruskan maka akan mendapat kemalangan? Kurang lebih tema seperti itulah yang diangkat oleh sutradara David Robert Mitchell dalam film horor It Follows. Bedanya, disini kutukan berpindah melalui hubungan seksual. Di tangan Mitchell, ini bukan hanya menjadi sekedar gimmick, alih-alih penonton akan disuguhkan sebuah horor minimalis yang benar-benar membuat bulu kuduk merinding.

Sama halnya dengan judulnya yang misterius, film dibuka dengan adegan yang membuat penonton bertanya-tanya. Dengan sorotan yang steady dengan jarak yang terjaga, kamera berputar pelan mengawasi sekitar. Di lingkungan perumahan pinggir kota, seorang gadis kepanikan dan seolah-olah dikejar sesuatu yang tak bisa dilihat orang lain. Sang gadis kabur tergesa-gesa dengan mobilnya, dan keesokan harinya ditemukan tewas dengan kondisi (sangat) mengenaskan.

Cerita beralih ke gadis lain yang bernama Jay (Maika Monroe) yang baru berpacaran dengan Hugh (Jake Weary). Setelah beberapa kali kencan, Hugh dan Jay melakukan hubungan badan. Sehabis berhubungan, bukannya bercengkerama Hugh malah membius Jay dan mengikatnya di sebuah kursi. Hugh kemudian menceritakan sebuah fakta mengejutkan bahwa dia mendapat kutukan yang membuatnya diikuti makhluk misterius (di film direferensikan sebagai "It / Dia") dimana satu-satunya cara untuk menghilangkan kutukan itu adalah dengan memindahkannya pada orang lain melalui hubungan seks.


Sebelum kabur, Hugh menjelaskan karakteristik makhluk tersebut secara garis besar: 1) Bisa berubah wujud menjadi siapa saja, namun tak bisa dilihat orang lain selain yang terkena kutukan; 2) Hanya bisa dipindahkan melalui hubungan seks; 3) Berjalan pelan namun pasti, dan mengincar orang yang terkena kutukan; 4) Jika yang kena kutukan mati, maka kutukan berpindah kembali ke orang sebelumnya. Tentu saja awalnya Jay tidak percaya, namun setelah muncul beberapa kejadian aneh di sekitarnya, Jay dengan bantuan teman-temannya berusaha menghilangkan kutukan tersebut.

Sedikit menyoroti gaya hidup anak muda yang bebas, banyak yang menginterpretasikan film ini sebagai metafora penyakit menular seksual seperti AIDS atau semacamnya dan seolah-olah menanamkan ide untuk menjadi parno terhadap seks bebas. Pesan ini mungkin akan mengena di dunia Barat yang cenderung lebih bebas dibandingkan dengan kita yang menganut budaya Timur yang notabene masih menganggap hubungan seksual sebagai hal yang tabu. Tanpa perlu mencerna metafora tersebut, anda tetap bisa menikmati film ini.

It Follows tak seperti film horor konvensional yang menggunakan metode jump scares, seperti wujud mengerikan yang muncul mendadak atau suara jreng jreng bervolume besar. Suara pintu berderit atau kucing yang meloncat tiba-tiba memang akan membuat kaget namun anda menonton horor untuk ditakut-takuti bukan dibuat kaget bukan?

Mengambil inspirasi dari film horor era 70-an dengan sedikit nuansa dari filmnya David Lynch, Mitchell menakuti dengan membangun atmosfer mencekam. Di film ini nyaris tak ada penampakan seram yang ditampilkan. Melalui karakteristik "Dia" yang bisa mengambil wujud siapa saja: wanita, pria tinggi, dan anak-anak — kita dibuat untuk selalu mewaspadai sekitar. Sama seperti Jay, kita menjadi paranoid karena tak tahu kapan dan dimana "Dia" akan muncul — yap, bahkan di siang hari dan di tempat ramai.

Dengan bujet minim, Mitchell yang juga menulis naskah, menangani film ini dengan terampil. Tak menggunakan horor visual tapi justru menakuti dengan memainkan emosi penonton. Adegan pembuka yang mengerikan membuat ekspektasi tinggi di benak penonton. Pemilihan setting di pinggiran kota yang suram juga pas karena lekat dengan suasana supranatural.

Untuk memberikan atmosfer tersebut, Mitchell juga memanfaatkan hal teknis seperti metode pengambilan gambar dan scoring. Dengan lensa widescreen, pergerakan kamera, dan komposisi gambar yang sedemikian rupa, sinematografer Mike Gioulakis membuat penonton agar selalu mewaspadai sekitar, merasakan keberadaan "Dia", walaupun tak mucul di layar. Alih-alih menciptakan tensi dengan gerakan kamera, Gioulakis memilih metode steady long-shot yang memberikan suasana hening nan mencekam. Scoring adalah faktor paling krusial disini. Disasterpeace yang biasa menangani score game, menggunakan score eletronik ala film John Carpenter, yang punya feel asing namun pas dengan intensitas film.

Tak seperti film horor eksploitatif lain yang menjadikan karakternya saling bertengkar untuk menyelesaikan masalah, disini justru saling bahu-membahu. Teman-teman Jay: Paul (Keir Gilchrist), Greg (Daniel Zovatto), Kelly (Lili Sepe) dan adiknya, Yara (Olivia Luccardi) tak hanya memberi dukungan moril terhadap tragedi yang tak bisa mereka lihat dan mengerti. Penampilan Monroe yang mendapat porsi lebih besar juga menarik, dengan memberikan konflik internal. Dengan parasnya yang menarik memang mudah memindahkan kutukannya ke orang lain, namun jika resikonya membuat orang tersebut meninggal (apalagi temannya sendiri) tentu Jay harus berpikir dua kali.

Mendekati akhir, tensi It Follows terasa sedikit menurun. "Dia" yang merupakan makhluk tak jelas tanpa motif yang jelas dan nyaris tak mampu dikalahkan — meski masih bisa ditembak — sedikit membuat para tokoh desperate karena pada akhirnya tak banyak yang bisa dilakukan. Perlawanan terakhir juga sedikit kontradiktif dengan plot di tengah film.

It Follows yang fokus pada permainan mood dibandingkan adegan seram, mungkin akan membosankan bagi sebagian penonton. Namun di lain sisi, ini memberi penyegaran bagi film horor jaman sekarang yang menggunakan metode klise untuk menakut-nakuti. Jika anda mencari film yang benar-benar menyeramkan, It Follows adalah film horor yang membuat merinding di kesunyian. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'It Follows' |
|

IMDb | Rottentomatoes
100 menit | Dewasa

Sutradara: David Robert Mitchell
Penulis: David Robert Mitchell
Pemain: Maika Monroe, Keir Gilchrist, Daniel Zovatto

Didukung dengan scoring dan komposisi yang intens, 'It Follows' adalah film horor minimalis yang sangat mencekam berkat atmosfer dan permainan mood dari David Robert Mitchell.

““It doesn't think. It doesn't feel. It doesn't give up.””
Masih ingat dulu di awal tahun 2000-an ada fenomena pesan berantai yang jika kita baca namun tidak diteruskan maka akan mendapat kemalangan? Kurang lebih tema seperti itulah yang diangkat oleh sutradara David Robert Mitchell dalam film horor It Follows. Bedanya, disini kutukan berpindah melalui hubungan seksual. Di tangan Mitchell, ini bukan hanya menjadi sekedar gimmick, alih-alih penonton akan disuguhkan sebuah horor minimalis yang benar-benar membuat bulu kuduk merinding.

Sama halnya dengan judulnya yang misterius, film dibuka dengan adegan yang membuat penonton bertanya-tanya. Dengan sorotan yang steady dengan jarak yang terjaga, kamera berputar pelan mengawasi sekitar. Di lingkungan perumahan pinggir kota, seorang gadis kepanikan dan seolah-olah dikejar sesuatu yang tak bisa dilihat orang lain. Sang gadis kabur tergesa-gesa dengan mobilnya, dan keesokan harinya ditemukan tewas dengan kondisi (sangat) mengenaskan.

Cerita beralih ke gadis lain yang bernama Jay (Maika Monroe) yang baru berpacaran dengan Hugh (Jake Weary). Setelah beberapa kali kencan, Hugh dan Jay melakukan hubungan badan. Sehabis berhubungan, bukannya bercengkerama Hugh malah membius Jay dan mengikatnya di sebuah kursi. Hugh kemudian menceritakan sebuah fakta mengejutkan bahwa dia mendapat kutukan yang membuatnya diikuti makhluk misterius (di film direferensikan sebagai "It / Dia") dimana satu-satunya cara untuk menghilangkan kutukan itu adalah dengan memindahkannya pada orang lain melalui hubungan seks.


Sebelum kabur, Hugh menjelaskan karakteristik makhluk tersebut secara garis besar: 1) Bisa berubah wujud menjadi siapa saja, namun tak bisa dilihat orang lain selain yang terkena kutukan; 2) Hanya bisa dipindahkan melalui hubungan seks; 3) Berjalan pelan namun pasti, dan mengincar orang yang terkena kutukan; 4) Jika yang kena kutukan mati, maka kutukan berpindah kembali ke orang sebelumnya. Tentu saja awalnya Jay tidak percaya, namun setelah muncul beberapa kejadian aneh di sekitarnya, Jay dengan bantuan teman-temannya berusaha menghilangkan kutukan tersebut.

Sedikit menyoroti gaya hidup anak muda yang bebas, banyak yang menginterpretasikan film ini sebagai metafora penyakit menular seksual seperti AIDS atau semacamnya dan seolah-olah menanamkan ide untuk menjadi parno terhadap seks bebas. Pesan ini mungkin akan mengena di dunia Barat yang cenderung lebih bebas dibandingkan dengan kita yang menganut budaya Timur yang notabene masih menganggap hubungan seksual sebagai hal yang tabu. Tanpa perlu mencerna metafora tersebut, anda tetap bisa menikmati film ini.

It Follows tak seperti film horor konvensional yang menggunakan metode jump scares, seperti wujud mengerikan yang muncul mendadak atau suara jreng jreng bervolume besar. Suara pintu berderit atau kucing yang meloncat tiba-tiba memang akan membuat kaget namun anda menonton horor untuk ditakut-takuti bukan dibuat kaget bukan?

Mengambil inspirasi dari film horor era 70-an dengan sedikit nuansa dari filmnya David Lynch, Mitchell menakuti dengan membangun atmosfer mencekam. Di film ini nyaris tak ada penampakan seram yang ditampilkan. Melalui karakteristik "Dia" yang bisa mengambil wujud siapa saja: wanita, pria tinggi, dan anak-anak — kita dibuat untuk selalu mewaspadai sekitar. Sama seperti Jay, kita menjadi paranoid karena tak tahu kapan dan dimana "Dia" akan muncul — yap, bahkan di siang hari dan di tempat ramai.

Dengan bujet minim, Mitchell yang juga menulis naskah, menangani film ini dengan terampil. Tak menggunakan horor visual tapi justru menakuti dengan memainkan emosi penonton. Adegan pembuka yang mengerikan membuat ekspektasi tinggi di benak penonton. Pemilihan setting di pinggiran kota yang suram juga pas karena lekat dengan suasana supranatural.

Untuk memberikan atmosfer tersebut, Mitchell juga memanfaatkan hal teknis seperti metode pengambilan gambar dan scoring. Dengan lensa widescreen, pergerakan kamera, dan komposisi gambar yang sedemikian rupa, sinematografer Mike Gioulakis membuat penonton agar selalu mewaspadai sekitar, merasakan keberadaan "Dia", walaupun tak mucul di layar. Alih-alih menciptakan tensi dengan gerakan kamera, Gioulakis memilih metode steady long-shot yang memberikan suasana hening nan mencekam. Scoring adalah faktor paling krusial disini. Disasterpeace yang biasa menangani score game, menggunakan score eletronik ala film John Carpenter, yang punya feel asing namun pas dengan intensitas film.

Tak seperti film horor eksploitatif lain yang menjadikan karakternya saling bertengkar untuk menyelesaikan masalah, disini justru saling bahu-membahu. Teman-teman Jay: Paul (Keir Gilchrist), Greg (Daniel Zovatto), Kelly (Lili Sepe) dan adiknya, Yara (Olivia Luccardi) tak hanya memberi dukungan moril terhadap tragedi yang tak bisa mereka lihat dan mengerti. Penampilan Monroe yang mendapat porsi lebih besar juga menarik, dengan memberikan konflik internal. Dengan parasnya yang menarik memang mudah memindahkan kutukannya ke orang lain, namun jika resikonya membuat orang tersebut meninggal (apalagi temannya sendiri) tentu Jay harus berpikir dua kali.

Mendekati akhir, tensi It Follows terasa sedikit menurun. "Dia" yang merupakan makhluk tak jelas tanpa motif yang jelas dan nyaris tak mampu dikalahkan — meski masih bisa ditembak — sedikit membuat para tokoh desperate karena pada akhirnya tak banyak yang bisa dilakukan. Perlawanan terakhir juga sedikit kontradiktif dengan plot di tengah film.

It Follows yang fokus pada permainan mood dibandingkan adegan seram, mungkin akan membosankan bagi sebagian penonton. Namun di lain sisi, ini memberi penyegaran bagi film horor jaman sekarang yang menggunakan metode klise untuk menakut-nakuti. Jika anda mencari film yang benar-benar menyeramkan, It Follows adalah film horor yang membuat merinding di kesunyian. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'It Follows' |
|

IMDb | Rottentomatoes
100 menit | Dewasa

Sutradara: David Robert Mitchell
Penulis: David Robert Mitchell
Pemain: Maika Monroe, Keir Gilchrist, Daniel Zovatto

Review Film: 'Big Game' (2015)

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Adventure, Artikel Aksi, Artikel Review, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Big Game' (2015)
link : Review Film: 'Big Game' (2015)

Baca juga


May 2015

Film ini konyol, tak rasional dengan sedikit sentuhan humor yang saking tak logisnya membuatnya menarik untuk ditonton. Bukan film yang bagus memang, namun lumayan untuk mengisi waktu luang.

“The forest is a harsh judge. It will give everyone adequately.”
— Oskari
Seorang bocah 13 tahun menyelamatkan Presiden Amerika dari serangan teroris? Terdengar konyol, namun itulah yang menjadi cerita utama Big Game. Mengangkat premis yang telah jamak dipakai, sutradara Jalmari Helander (Rare Exports) menggunakan plot stereotip Hollywood dengan sedikit sentuhan segar nan tak rasional, menjadikan Big Game sebagai film kelas B yang konyol namun juga seru.

Samuel L. Jackson bermain sebagai Presiden Amerika yang payah, William Alan Moore. Dalam kunjungannya ke luar negeri, pesawat Air Force One yang ditumpanginya mendapat serangan teroris. Agen Secret Service Morris (Ray Stevenson) segera mengevakuasi Presiden dengan pesawat penyelamat dan sang Presiden terdampar di hutan Finlandia.

Dan memang begitulah rencana dari seorang teroris kaya eksentrik bernama Hazar (Mehmet Kurtulus) yang hendak "berburu" Presiden. Pertanyaannya, bagaimana mungkin Air Force One bisa disabotase? Karena plotnya sendiri cukup predictable, maka aman jika saya bilang bahwa Hazar menyuap Morris demi rencana perburuan tersebut.

Sementara itu — tanpa diketahui oleh Hazar dan Morris — untuk ulang tahunnya yang ke-13 seorang bocah yang bernama Oskari (Onni Tommila) diwajibkan untuk melewati ujian kedewasaan yang sesuai dengan tradisi setempat yaitu untuk bertahan hidup satu hari satu malam di belantara rimba dan membawa hasil buruan. Secara kebetulan, Oskari menemukan pesawat penyelamat Presiden dan mereka berdua pun harus bertahan di tengah hutan dari kejaran para teroris.


Di Pentagon, Wakil Presiden (Victor Garber) bersama Kepala CIA (Felicity Huffman), Jenderal Militer (Ted Levine), dan penasehat CIA (Jim Broadbent) berusaha keras melacak keberadaan Presiden. Nama karakter yang mereka perankan tak penting disini, karena peran mereka menurut saya hanya sebagai bahan satire untuk menyindir kecanggihan CIA dengan semua teori dan peralatan canggihnya, namun tak bisa berbuat banyak di lapangan.

Dengan menggunakan setting di Finlandia (meski sebagian besar syuting dilakukan di Jerman), film ini memanfaatkan lokasi dengan efektif. Sinematografer Mika Orasmaa mengambil gambar yang menyisir pemandangan pegunungan dan tebing bebatuan yang indah, untuk mengkompensasi kekurangan pada departemen efek visual CGI yang kurang matang di beberapa scene.

Walaupun filmnya digarap dengan serius — bisa dilihat dari desain produksi, lokasi, dan properti yang lumayan bagus, film ini adalah film yang konyol dengan sentuhan dark comedy. Saya tak tahu apakah Helander memang memaksudkan filmnya ini bernuansa begitu, tapi sedikit banyak adegan-adegan tak rasional yang terjadi cukup seru untuk dinikmati. Plotnya memang klise, namun ada scene-scene gila — seperti teroris yang menembak SATU orang dengan rudal berdaya ledak tinggi serta adegan kabur menggunakan lemari pendingin — yang membuat saya berujar 'WTF". Dan selama 90 menit, itulah yang disajikan oleh Big Game.

Melanjutkan film debutnya Rare Exports (yang belum pernah saya tonton), Helander berhasil mengumpulkan nama-nama yang lumayan tenar untuk Big Game. Penampilan para aktor yang rata-rata, menunjukkan bahwa mereka tahu kasta film yang mereka mainkan dan tampil sebagaimana adanya.

Cukup menarik melihat Jackson yang meninggalkan citra tough guy, meski di akhir film tetap tak melupakan dialog khas mothef***er-nya. Disini dia bermain sebagai Presiden yang lemah, tak familiar dengan senjata. Saking cupu-nya beberapa kali didikte oleh Oskari. Yang perlu digarisbawahi adalah akting dari Tommila. Saya tak tahu bagaimana aktingnya dalam Rare Exports, namun disini penampilannya cukup solid sebagai seorang anak yang ingin menjadi dewasa dan mendapat pengakuan ayahnya.

Adegan final blow di akhir film adalah salah satu dari beberapa yang mungkin tak pernah anda lihat di film-film lain, yang saking tak logisnya membuatnya menarik untuk ditonton, sedikit mengingatkan dengan adegan sinting Furious 7 dimana mobil meloncat antargedung. Big Game tak bisa dibilang film yang bagus. Film ini bodoh, tak masuk akal dengan sedikit sentuhan humor yang setidaknya bisa membuat terkekeh. Lumayan untuk mengisi waktu luang. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Big Game' |
|

IMDb | Rottentomatoes
90 menit | Remaja

Sutradara Jalmari Helander
Penulis Jalmari Helander, Petri Jokiranta
Pemain Samuel L. Jackson, Onni Tommila, Felicity Huffman

Film ini konyol, tak rasional dengan sedikit sentuhan humor yang saking tak logisnya membuatnya menarik untuk ditonton. Bukan film yang bagus memang, namun lumayan untuk mengisi waktu luang.

“The forest is a harsh judge. It will give everyone adequately.”
— Oskari
Seorang bocah 13 tahun menyelamatkan Presiden Amerika dari serangan teroris? Terdengar konyol, namun itulah yang menjadi cerita utama Big Game. Mengangkat premis yang telah jamak dipakai, sutradara Jalmari Helander (Rare Exports) menggunakan plot stereotip Hollywood dengan sedikit sentuhan segar nan tak rasional, menjadikan Big Game sebagai film kelas B yang konyol namun juga seru.

Samuel L. Jackson bermain sebagai Presiden Amerika yang payah, William Alan Moore. Dalam kunjungannya ke luar negeri, pesawat Air Force One yang ditumpanginya mendapat serangan teroris. Agen Secret Service Morris (Ray Stevenson) segera mengevakuasi Presiden dengan pesawat penyelamat dan sang Presiden terdampar di hutan Finlandia.

Dan memang begitulah rencana dari seorang teroris kaya eksentrik bernama Hazar (Mehmet Kurtulus) yang hendak "berburu" Presiden. Pertanyaannya, bagaimana mungkin Air Force One bisa disabotase? Karena plotnya sendiri cukup predictable, maka aman jika saya bilang bahwa Hazar menyuap Morris demi rencana perburuan tersebut.

Sementara itu — tanpa diketahui oleh Hazar dan Morris — untuk ulang tahunnya yang ke-13 seorang bocah yang bernama Oskari (Onni Tommila) diwajibkan untuk melewati ujian kedewasaan yang sesuai dengan tradisi setempat yaitu untuk bertahan hidup satu hari satu malam di belantara rimba dan membawa hasil buruan. Secara kebetulan, Oskari menemukan pesawat penyelamat Presiden dan mereka berdua pun harus bertahan di tengah hutan dari kejaran para teroris.


Di Pentagon, Wakil Presiden (Victor Garber) bersama Kepala CIA (Felicity Huffman), Jenderal Militer (Ted Levine), dan penasehat CIA (Jim Broadbent) berusaha keras melacak keberadaan Presiden. Nama karakter yang mereka perankan tak penting disini, karena peran mereka menurut saya hanya sebagai bahan satire untuk menyindir kecanggihan CIA dengan semua teori dan peralatan canggihnya, namun tak bisa berbuat banyak di lapangan.

Dengan menggunakan setting di Finlandia (meski sebagian besar syuting dilakukan di Jerman), film ini memanfaatkan lokasi dengan efektif. Sinematografer Mika Orasmaa mengambil gambar yang menyisir pemandangan pegunungan dan tebing bebatuan yang indah, untuk mengkompensasi kekurangan pada departemen efek visual CGI yang kurang matang di beberapa scene.

Walaupun filmnya digarap dengan serius — bisa dilihat dari desain produksi, lokasi, dan properti yang lumayan bagus, film ini adalah film yang konyol dengan sentuhan dark comedy. Saya tak tahu apakah Helander memang memaksudkan filmnya ini bernuansa begitu, tapi sedikit banyak adegan-adegan tak rasional yang terjadi cukup seru untuk dinikmati. Plotnya memang klise, namun ada scene-scene gila — seperti teroris yang menembak SATU orang dengan rudal berdaya ledak tinggi serta adegan kabur menggunakan lemari pendingin — yang membuat saya berujar 'WTF". Dan selama 90 menit, itulah yang disajikan oleh Big Game.

Melanjutkan film debutnya Rare Exports (yang belum pernah saya tonton), Helander berhasil mengumpulkan nama-nama yang lumayan tenar untuk Big Game. Penampilan para aktor yang rata-rata, menunjukkan bahwa mereka tahu kasta film yang mereka mainkan dan tampil sebagaimana adanya.

Cukup menarik melihat Jackson yang meninggalkan citra tough guy, meski di akhir film tetap tak melupakan dialog khas mothef***er-nya. Disini dia bermain sebagai Presiden yang lemah, tak familiar dengan senjata. Saking cupu-nya beberapa kali didikte oleh Oskari. Yang perlu digarisbawahi adalah akting dari Tommila. Saya tak tahu bagaimana aktingnya dalam Rare Exports, namun disini penampilannya cukup solid sebagai seorang anak yang ingin menjadi dewasa dan mendapat pengakuan ayahnya.

Adegan final blow di akhir film adalah salah satu dari beberapa yang mungkin tak pernah anda lihat di film-film lain, yang saking tak logisnya membuatnya menarik untuk ditonton, sedikit mengingatkan dengan adegan sinting Furious 7 dimana mobil meloncat antargedung. Big Game tak bisa dibilang film yang bagus. Film ini bodoh, tak masuk akal dengan sedikit sentuhan humor yang setidaknya bisa membuat terkekeh. Lumayan untuk mengisi waktu luang. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Big Game' |
|

IMDb | Rottentomatoes
90 menit | Remaja

Sutradara Jalmari Helander
Penulis Jalmari Helander, Petri Jokiranta
Pemain Samuel L. Jackson, Onni Tommila, Felicity Huffman

Monday, May 25, 2015

Bioskop Indonesia: 'Epen Cupen' Melompat ke Posisi Puncak Diikuti 'Doea Tanda Cinta'

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Box Office, Artikel Featured, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Bioskop Indonesia: 'Epen Cupen' Melompat ke Posisi Puncak Diikuti 'Doea Tanda Cinta'
link : Bioskop Indonesia: 'Epen Cupen' Melompat ke Posisi Puncak Diikuti 'Doea Tanda Cinta'

Baca juga


May 2015

'Epen Cupen the Movie' melompat dari posisi ketiga ke posisi pertama, dengan 'Doea Tanda Cinta' menyusul di belakang. Sementara itu, 2 film horor 'Dejavu' dan 'Hagesu' berebut posisi bawah.
Meski hanya mendapat review rata-rata dengan rating IDFC 2 dari 5 bintang, Epen Cupen the Movie masih melanjutkan dominasinya di bioskop dalam negeri. Di minggu keduanya, film komedi ini memuncaki bioskop Indonesia dengan raihan 50.006 penonton yang berarti mengalami penurunan yang tak signifikan dari minggu lalu, hanya 19,4%. Dengan ini total raihan penonton Epen Cupen adalah 112.073 penonton.

//beranda

Doea Tanda Cinta yang mendapat nilai 3 dari IDFC tak tampil terlalu bagus. Film debut Rick Soerafani dengan naskah dari Jujur Prananto ini hanya mengumpulkan 39.669 penonton. Tapi setidaknya raihan tersebut menempatkannya di posisi kedua.

Mengalami penurunan yang cukup drastis sebesar 41,4%, LDR meraih 26.783 penonton. Total jumlah penonton yang telah dikumpulkan hingga saat ini adalah 72.517 penonton. Hasil yang cukup mengecewakan untuk ukuran film dengan production value yang cukup tinggi.

Tak terlalu jauh tertinggal dengan LDR, satu dari 2 film horor yang baru tayang Dejavu: Ajian Puter Giling berada di posisi keempat dengan raihan 20.869 penonton. Diisi dengan nama-nama yang cukup tenar seperti Dimas Seto dan Ririn Dwi Arianti dengan ditangani oleh sutradara Hanny R Saputra (Virgin, Heart, Love is Cinta), film ini bernasib lebih baik dibanding saingannya Hagesu (Hantu Gendong Susu) yang hanya meraih 10.143 penonton dan tak berhasil masuk dalam lima besar pemuncak bioskop Indonesia.

Youtubers masih bertahan di minggu ketiganya meski harus mengalami penurunan drastis sebesar 84,2%. Cukup besar memang, namun paling tidak film komedi tersebut mengumpulkan 14.406 penonton di minggu ini, yang berarti jika ditotal raihannnya adalah 168.920 penonton.

Pemuncak Bioskop Indonesia 18 Mei - 24 Mei 2015

#01 Epen Cupen the Movie


Minggu ini: 50.006 penonton
Total: 112.073 penonton

#02 Doea Tanda Cinta


Minggu ini: 39.669 penonton
Total: 39.669 penonton

#03 LDR


Minggu ini: 26.783 penonton
Total: 72.517 penonton

#04 Dejavu: Ajian Puter Giling


Minggu ini: 45.734 penonton
Total: 45.734 penonton

#05 Youtubers


Minggu ini: 14.406 penonton
Total: 168.920 penonton

Ulasan Pemuncak Bioskop Indonesia minggu lalu: Bioskop Indonesia: 'Tarot' Menjadi Film Horor Terlaris di 2015©UP

'Epen Cupen the Movie' melompat dari posisi ketiga ke posisi pertama, dengan 'Doea Tanda Cinta' menyusul di belakang. Sementara itu, 2 film horor 'Dejavu' dan 'Hagesu' berebut posisi bawah.
Meski hanya mendapat review rata-rata dengan rating IDFC 2 dari 5 bintang, Epen Cupen the Movie masih melanjutkan dominasinya di bioskop dalam negeri. Di minggu keduanya, film komedi ini memuncaki bioskop Indonesia dengan raihan 50.006 penonton yang berarti mengalami penurunan yang tak signifikan dari minggu lalu, hanya 19,4%. Dengan ini total raihan penonton Epen Cupen adalah 112.073 penonton.

//beranda

Doea Tanda Cinta yang mendapat nilai 3 dari IDFC tak tampil terlalu bagus. Film debut Rick Soerafani dengan naskah dari Jujur Prananto ini hanya mengumpulkan 39.669 penonton. Tapi setidaknya raihan tersebut menempatkannya di posisi kedua.

Mengalami penurunan yang cukup drastis sebesar 41,4%, LDR meraih 26.783 penonton. Total jumlah penonton yang telah dikumpulkan hingga saat ini adalah 72.517 penonton. Hasil yang cukup mengecewakan untuk ukuran film dengan production value yang cukup tinggi.

Tak terlalu jauh tertinggal dengan LDR, satu dari 2 film horor yang baru tayang Dejavu: Ajian Puter Giling berada di posisi keempat dengan raihan 20.869 penonton. Diisi dengan nama-nama yang cukup tenar seperti Dimas Seto dan Ririn Dwi Arianti dengan ditangani oleh sutradara Hanny R Saputra (Virgin, Heart, Love is Cinta), film ini bernasib lebih baik dibanding saingannya Hagesu (Hantu Gendong Susu) yang hanya meraih 10.143 penonton dan tak berhasil masuk dalam lima besar pemuncak bioskop Indonesia.

Youtubers masih bertahan di minggu ketiganya meski harus mengalami penurunan drastis sebesar 84,2%. Cukup besar memang, namun paling tidak film komedi tersebut mengumpulkan 14.406 penonton di minggu ini, yang berarti jika ditotal raihannnya adalah 168.920 penonton.

Pemuncak Bioskop Indonesia 18 Mei - 24 Mei 2015

#01 Epen Cupen the Movie


Minggu ini: 50.006 penonton
Total: 112.073 penonton

#02 Doea Tanda Cinta


Minggu ini: 39.669 penonton
Total: 39.669 penonton

#03 LDR


Minggu ini: 26.783 penonton
Total: 72.517 penonton

#04 Dejavu: Ajian Puter Giling


Minggu ini: 45.734 penonton
Total: 45.734 penonton

#05 Youtubers


Minggu ini: 14.406 penonton
Total: 168.920 penonton

Ulasan Pemuncak Bioskop Indonesia minggu lalu: Bioskop Indonesia: 'Tarot' Menjadi Film Horor Terlaris di 2015©UP

Box Office: 'Tomorrowland' Menggeser 'Pitch Perfect 2'

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Box Office, Artikel Featured, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Box Office: 'Tomorrowland' Menggeser 'Pitch Perfect 2'
link : Box Office: 'Tomorrowland' Menggeser 'Pitch Perfect 2'

Baca juga


May 2015

Meskipun tak setinggi ekspektasi Disney, 'Tomorrowland' memperoleh laba yang cukup untuk menggeser 'Pitch Perfect 2' dari puncak box office. Sementara 'Mad Max: Fury Road' makin kokoh.
Raihan Tomorrowland ternyata tak setinggi ekspektasi Disney. Film ini tak terlalu disukai para kritikus dengan nilai Rottentomatoes 49% dan para penonton pun tak terlalu terkesan dengan nilai CinemaScore "B". Meski begitu, Tomorrowland mampu mengamankan posisi pertama di Weekend Box Office dengan raihan lemah $33,0 juta.

Secara internasional, Tomorrowland yang telah tayang di 56 negara tampil lebih baik dengan raihan $56,6 juta. Masih ada peluang untuk menutupi biaya produksi yang mencapai $190 juta, mengingat film ini belum tayang di Spanyol, Australia, Cia, Jepang, Korea, dan Brazil.

//veryaware

Juara minggu lalu, Pitch Perfect 2 tergeser ke posisi kedua dan mengalami penurunan yang cukup drastis sebesar 56%. Namun dengan pendapatan minggu lalu sebesar $70 juta, tak terlalu mengejutkan jika mengalami penurunan sebesar itu dengan raihan $30,8 juta. Dalam waktu 10 hari, secara internasional film ini telah mengumpulkan $187 juta dari bujetnya yang hanya $29 juta. Aca-awesome!

Mad Max: Fury Road mengalami penurunan yang tak terlalu besar 47% dengan raihan $24,8 juta. Film ini bisa dibilang cukup sukses karena dengan raihan ini, total pendapatan Fury Road adalah $38,2 juta di Amerika saja, dan secara internasional sebesar $212 juta. Tentu ini berita baik bagi penggemar berat (dan baru) dari seri Mad Max, karena kesuksesan finansial biasanya berujung pada lahirnya sekuel.

Film horor remake yang baru tayang di Amerika, Poltergeist (saat ini belum tayang di Indonesia) mengumpulkan $22,6 juta tak terlalu berbeda dengan ekspektasi pengamat film. Sayangnya film ini tak mendapat review positif dari penonton dengan nilai CinemaScore "C+".

Sementara itu, Avengers: Age of Ultron masih berada di lima besar box office dengan raihan $21,7 juta. Film ini telah melewati angka $400 juta di Amerika dan $200 juta di Cina. Secara internasional film ini akan meraih $1,2 miliar, dan diperkirakan melewati rekor Furious 7 dengan $1,7 miliar.

Weekend Box Office 22 Mei - 24 Mei 2015

#01 Tomorrowland


Minggu ini: $32,972,000
Total: $32,972,000

#02 Pitch Perfect 2


Minggu ini: $30,830,000
Total: $109,597,000

#03 Mad Max: Fury Road


Minggu ini: $24,815,000
Total: $88,255,000

#04 Poltergeist


Minggu ini: $22,600,000
Total: $22,600,000

#05 Avengers: Age of Ultron


Minggu ini: $21,691,000
Total: $404,861,000

Ulasan Weekend Box Office Minggu Sebelumnya: Box Office: 'Mad Max: Fury Road' Tampil Solid, Namun Tak Sekuat 'Pitch Perfect 2' ©UP

Meskipun tak setinggi ekspektasi Disney, 'Tomorrowland' memperoleh laba yang cukup untuk menggeser 'Pitch Perfect 2' dari puncak box office. Sementara 'Mad Max: Fury Road' makin kokoh.
Raihan Tomorrowland ternyata tak setinggi ekspektasi Disney. Film ini tak terlalu disukai para kritikus dengan nilai Rottentomatoes 49% dan para penonton pun tak terlalu terkesan dengan nilai CinemaScore "B". Meski begitu, Tomorrowland mampu mengamankan posisi pertama di Weekend Box Office dengan raihan lemah $33,0 juta.

Secara internasional, Tomorrowland yang telah tayang di 56 negara tampil lebih baik dengan raihan $56,6 juta. Masih ada peluang untuk menutupi biaya produksi yang mencapai $190 juta, mengingat film ini belum tayang di Spanyol, Australia, Cia, Jepang, Korea, dan Brazil.

//veryaware

Juara minggu lalu, Pitch Perfect 2 tergeser ke posisi kedua dan mengalami penurunan yang cukup drastis sebesar 56%. Namun dengan pendapatan minggu lalu sebesar $70 juta, tak terlalu mengejutkan jika mengalami penurunan sebesar itu dengan raihan $30,8 juta. Dalam waktu 10 hari, secara internasional film ini telah mengumpulkan $187 juta dari bujetnya yang hanya $29 juta. Aca-awesome!

Mad Max: Fury Road mengalami penurunan yang tak terlalu besar 47% dengan raihan $24,8 juta. Film ini bisa dibilang cukup sukses karena dengan raihan ini, total pendapatan Fury Road adalah $38,2 juta di Amerika saja, dan secara internasional sebesar $212 juta. Tentu ini berita baik bagi penggemar berat (dan baru) dari seri Mad Max, karena kesuksesan finansial biasanya berujung pada lahirnya sekuel.

Film horor remake yang baru tayang di Amerika, Poltergeist (saat ini belum tayang di Indonesia) mengumpulkan $22,6 juta tak terlalu berbeda dengan ekspektasi pengamat film. Sayangnya film ini tak mendapat review positif dari penonton dengan nilai CinemaScore "C+".

Sementara itu, Avengers: Age of Ultron masih berada di lima besar box office dengan raihan $21,7 juta. Film ini telah melewati angka $400 juta di Amerika dan $200 juta di Cina. Secara internasional film ini akan meraih $1,2 miliar, dan diperkirakan melewati rekor Furious 7 dengan $1,7 miliar.

Weekend Box Office 22 Mei - 24 Mei 2015

#01 Tomorrowland


Minggu ini: $32,972,000
Total: $32,972,000

#02 Pitch Perfect 2


Minggu ini: $30,830,000
Total: $109,597,000

#03 Mad Max: Fury Road


Minggu ini: $24,815,000
Total: $88,255,000

#04 Poltergeist


Minggu ini: $22,600,000
Total: $22,600,000

#05 Avengers: Age of Ultron


Minggu ini: $21,691,000
Total: $404,861,000

Ulasan Weekend Box Office Minggu Sebelumnya: Box Office: 'Mad Max: Fury Road' Tampil Solid, Namun Tak Sekuat 'Pitch Perfect 2' ©UP

Sunday, May 24, 2015

Daftar Lengkap Pemenang Cannes Film Festival 2015

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Award, Artikel Featured, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Daftar Lengkap Pemenang Cannes Film Festival 2015
link : Daftar Lengkap Pemenang Cannes Film Festival 2015

Baca juga


May 2015

Para pemenang Cannes Film Festival ke-68 telah diumumkan dengan film 'Dheepan' yang membawa piala utama Palme d'Or. Berikut daftar lengkap para pemenangnya.
Cannes Film Festival ke-68 telah berakhir dan film-film pemenang kompetisi telah diumumkan. Salah satu festival film paling prestisius di dunia ini diadakan sejak 13 Mei hingga 24 Mei lalu, dimana tahun ini yang menjadi juri adalah Joel dan Ethan Coen (Fargo, No Country for Old Men), Guillermo del Toro (Pan's Labyrinth), Xavier Dolan (Mommy), Jake Gylenhaal, Sophie Marceau, Rossy de Palma, Rokia Traore, dan Sienna Miller. Poster festival ke-68 ini menampilkan bintang Hollywood Ingrid Bergman, sebagai tribut bagi kontribusinya terhadap dunia perfilman.

//cineblog

Cukup mengejutkan, piala bergengsi Palme d'Or jatuh pada film drama Dheepan dari Jacques Audiard. Film yang bercerita tentang pengungsi Tamil di Paris ini dinilai tak punya energi seperti film Audiard sebelumnya A Prophet (yang memenangkan Grand Prix Cannes 2009) dan Rust and Bone.

"Menurut kami ini adalah film yang indah," ujar presiden juri Ethan dan Joel Coen. "[Penilaian] ini bukanlah dari [perspektif] kritikus film. Ini adalah [penilaian] juri dari [perspektif] artis yang melihat sebuah karya."

Son of Saul, sebuah drama tentang Holocaust dari sutradara Hungaria, Laszlo Nemes memenangkan Grand Prix, yang merupakan piala runner-up. Sementara untuk kategori sutradara dimenangkan oleh Hou Hsiao-hsien dengan film The Assassin.

Aktor terbaik dimenangkan oleh Vincent Lindon dalam drama sosial The Measure of a Man, sementara Rooney Mara yang bermain dalam film bertema lesbian Carol harus berbagi piala aktris terbaik dengan Emmanuelle Bercot dalam film Mon Roi.

Berikut daftar lengkap pemenang Cannes Film Festival 2015. ©UP

Pemenang Cannes Film Festival ke-68

COMPETITION

Palme d’Or 
Dheepan (Jacques Audiard, Prancis)

Grand Prix 
Son of Saul (Laszlo Nemes, Hungaria)

Director 
Hou Hsiao-hsien (The Assassin, Taiwan)

Actor
Vincent Lindon (The Measure of a Man, Prancis)

Actress 
Emmanuelle Bercot (Mon roi, Prancis), dan Rooney Mara (Carol, Inggris)

Jury Prize
Yorgos Lanthimos (The Lobster, Yunani-Irlandia-Inggris-Belanda-Prancis)

Screenplay 
Michel Franco (Chronic, Meksiko, Prancis)


OTHER PRIZES

Palme d’Honneur 
Agnes Varda

Camera d’Or 
Land and Shade (Cesar Augusto Acevedo, Kolombia)

Short Films Palme d’Or 
Waves ’98 (Ely Dagher)

Ecumenical Jury Prize 
My Mother (Nanni Moretti)


UN CERTAIN REGARD

Un Certain Regard Prize 
Rams (Grimur Hakonarson, Islandia-Denmark)

Jury prize 
The High Sun (Dalibor Matanic, Kroasia, Slovenia, Serbia)

Director 
Kiyoshi Kurosawa, Journey to the Shore (Jepang-Prancis)

Un Certain Talent Prize
Corneliu Porumboiu, The Treasure (Romania)

Special Prize for Promising Futures
Nahid (Ida Panahandeh, Iran) dan Masaan (Neeraj Ghaywan, Prancis-India)


DIRECTORS’ FORTNIGHT

Art Cinema Award 
The Embrace of the Serpent (Ciro Guerra, Kolombia)

Society of Dramatic Authors and Composers Prize 
My Golden Days (Arnaud Desplechin, Prancis)

Europa Cinemas Label 
Mustang (Deniz Gamze Erguven, Prancis-Turki-Jerman)


CRITICS’ WEEK 

Grand Prize 
Paulina (Santiago Mitre, Argentina-Brazil-Prancis)

Visionary Prize
Land and Shade 

Society of Dramatic Authors and Composers Prize
Land and Shade 


FIPRESCI 

Competition 
Son of Saul (Laszlo Nemes, Hungaria)

Un Certain Regard 
Masaan 

Critics’ Week 
Paulina

Para pemenang Cannes Film Festival ke-68 telah diumumkan dengan film 'Dheepan' yang membawa piala utama Palme d'Or. Berikut daftar lengkap para pemenangnya.
Cannes Film Festival ke-68 telah berakhir dan film-film pemenang kompetisi telah diumumkan. Salah satu festival film paling prestisius di dunia ini diadakan sejak 13 Mei hingga 24 Mei lalu, dimana tahun ini yang menjadi juri adalah Joel dan Ethan Coen (Fargo, No Country for Old Men), Guillermo del Toro (Pan's Labyrinth), Xavier Dolan (Mommy), Jake Gylenhaal, Sophie Marceau, Rossy de Palma, Rokia Traore, dan Sienna Miller. Poster festival ke-68 ini menampilkan bintang Hollywood Ingrid Bergman, sebagai tribut bagi kontribusinya terhadap dunia perfilman.

//cineblog

Cukup mengejutkan, piala bergengsi Palme d'Or jatuh pada film drama Dheepan dari Jacques Audiard. Film yang bercerita tentang pengungsi Tamil di Paris ini dinilai tak punya energi seperti film Audiard sebelumnya A Prophet (yang memenangkan Grand Prix Cannes 2009) dan Rust and Bone.

"Menurut kami ini adalah film yang indah," ujar presiden juri Ethan dan Joel Coen. "[Penilaian] ini bukanlah dari [perspektif] kritikus film. Ini adalah [penilaian] juri dari [perspektif] artis yang melihat sebuah karya."

Son of Saul, sebuah drama tentang Holocaust dari sutradara Hungaria, Laszlo Nemes memenangkan Grand Prix, yang merupakan piala runner-up. Sementara untuk kategori sutradara dimenangkan oleh Hou Hsiao-hsien dengan film The Assassin.

Aktor terbaik dimenangkan oleh Vincent Lindon dalam drama sosial The Measure of a Man, sementara Rooney Mara yang bermain dalam film bertema lesbian Carol harus berbagi piala aktris terbaik dengan Emmanuelle Bercot dalam film Mon Roi.

Berikut daftar lengkap pemenang Cannes Film Festival 2015. ©UP

Pemenang Cannes Film Festival ke-68

COMPETITION

Palme d’Or 
Dheepan (Jacques Audiard, Prancis)

Grand Prix 
Son of Saul (Laszlo Nemes, Hungaria)

Director 
Hou Hsiao-hsien (The Assassin, Taiwan)

Actor
Vincent Lindon (The Measure of a Man, Prancis)

Actress 
Emmanuelle Bercot (Mon roi, Prancis), dan Rooney Mara (Carol, Inggris)

Jury Prize
Yorgos Lanthimos (The Lobster, Yunani-Irlandia-Inggris-Belanda-Prancis)

Screenplay 
Michel Franco (Chronic, Meksiko, Prancis)


OTHER PRIZES

Palme d’Honneur 
Agnes Varda

Camera d’Or 
Land and Shade (Cesar Augusto Acevedo, Kolombia)

Short Films Palme d’Or 
Waves ’98 (Ely Dagher)

Ecumenical Jury Prize 
My Mother (Nanni Moretti)


UN CERTAIN REGARD

Un Certain Regard Prize 
Rams (Grimur Hakonarson, Islandia-Denmark)

Jury prize 
The High Sun (Dalibor Matanic, Kroasia, Slovenia, Serbia)

Director 
Kiyoshi Kurosawa, Journey to the Shore (Jepang-Prancis)

Un Certain Talent Prize
Corneliu Porumboiu, The Treasure (Romania)

Special Prize for Promising Futures
Nahid (Ida Panahandeh, Iran) dan Masaan (Neeraj Ghaywan, Prancis-India)


DIRECTORS’ FORTNIGHT

Art Cinema Award 
The Embrace of the Serpent (Ciro Guerra, Kolombia)

Society of Dramatic Authors and Composers Prize 
My Golden Days (Arnaud Desplechin, Prancis)

Europa Cinemas Label 
Mustang (Deniz Gamze Erguven, Prancis-Turki-Jerman)


CRITICS’ WEEK 

Grand Prize 
Paulina (Santiago Mitre, Argentina-Brazil-Prancis)

Visionary Prize
Land and Shade 

Society of Dramatic Authors and Composers Prize
Land and Shade 


FIPRESCI 

Competition 
Son of Saul (Laszlo Nemes, Hungaria)

Un Certain Regard 
Masaan 

Critics’ Week 
Paulina

Melihat Kontroversi Kemenangan Angel Pieters dalam IMA 2015

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Artikel, Artikel Featured, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Melihat Kontroversi Kemenangan Angel Pieters dalam IMA 2015
link : Melihat Kontroversi Kemenangan Angel Pieters dalam IMA 2015

Baca juga


May 2015

Gelaran Indonesian Movie Awards tahun ini menuai kontroversi. Yang menjadi pokok permasalahan adalah kemenangan Angel Pieters dalam kategori Soundtrack Terfavorit, padahal sebelumnya nama Angel sama sekali tak tercantum dalam nominasi pada materi promosi acara yang diiklankan oleh RCTI selaku pihak penyelenggara. Saya pun awalnya heran karena saat membuat posting daftar pemenang IMA 2015, ada sedikit ketidakcocokan antara nama nominasi dengan nama pemenang.

//tribunnews

Hal ini tentu saja membuat gerah publik, karena ada indikasi bahwa RCTI telah merekaya kemenangan tersebut. Para musisi yang ikut masuk dalam nominasi, diantaranya Glenn Fredly dan Pongki Barata juga mengkritisi keputusan tersebut. Publik menduga kemenangan ini merupakan titipan dari pihak petinggi RCTI, mengingat bahwa lagu Indonesia Negeri Kita yang dinyanyikan Angel adalah ciptaan Liliana Tanoe, istri dari Presdir RCTI, Hari Tanoe.

Situasi menjadi semakin memanas saat beredar isu bahwa dalam buku panduan nominasi IMA 2015, nama Angel sengaja ditambahkan saat hari H dengan menggunakan stiker. Namun isu ini diklarifikasi oleh pihak RCTI melalui Dini Putri, selaku Director and Programming RCTI.

"Memang tiap kategori semua punya lima nominasi untuk yang terfavorit. Tapi soundtrack ada enam. Bisa jadi tidak ke-print atau apa. Kecuali di buku tidak ada. Poinnya mungkin hari itu diprin kecil-kecil. Teman-teman [media] tahu membuat program itu lama. Kalau hari itu tiba-tiba dimunculkan, gimana ini dimunculkan. Menurut saya nonsense semua polemik yang ada di luar. Makanya saya cuma meluruskan, " ujar Dini sebagaimana dilansir oleh KapanLagi.

Terlepas dari pembelaan Dini tersebut, kita tak tahu apakah benar tidak ada penambahan nama Angel menggunakan stiker, karena buku nominasi tersebut tak pernah dirilis ke publik. Yang jelas, pihak RCTI cukup getol berusaha mengklarifikasi polemik ini agar tidak berlarut-larut. Untuk memperkuat argumennya, Dini juga menunjukkan bukti perolehan SMS yang diraih Angel.

"Apakah dia [Liliana Tanoe] sebagai istri pengusaha tidak boleh membuat lagu? Silakan dicek berapa penonton film Di Balik 98. Jadi tidak ada titipandan tidak perlu ada titipan. Kalau pun menang kemarin, itu berdasar voting SMS berjumlah 1.306." (foto Dini yang sedang mengklarifikasi bisa dilihat disini).

Kita tak bisa menyalahkan publik yang menuding RCTI melakukan rekayasa, karena faktanya dalam materi promosi IMA 2015 memang tak ada tercantum nama Angel Pieters. Argumen RCTI bahwa nama Angel sudah dimasukkan dalam nominasi sejak bulan April adalah argumen lemah. Apalagi ini adalah nominasi "terfavorit" dimana yang memilih adalah publik. Kalau publik tak mengetahui nominasi tersebut, jadi sebenarnya kemarin siapa yang memilih? Siapa yang mengirim SMS? Saya hanya penasaran.

Di luar kontroversi benar tidaknya nama Angel masuk sejak awal, kasus ini tentunya mempengaruhi kredibilitas ajang IMA yang telah digelar sejak 9 tahun yang lalu. Ironis, jika ajang IMA yang sengaja dibuat untuk "menandingi" Festival Film Indonesia (FFI) — yang katanya tak kredibel — juga mengalami permasahan yang sama: isu kredibiltas. ©UP

Gelaran Indonesian Movie Awards tahun ini menuai kontroversi. Yang menjadi pokok permasalahan adalah kemenangan Angel Pieters dalam kategori Soundtrack Terfavorit, padahal sebelumnya nama Angel sama sekali tak tercantum dalam nominasi pada materi promosi acara yang diiklankan oleh RCTI selaku pihak penyelenggara. Saya pun awalnya heran karena saat membuat posting daftar pemenang IMA 2015, ada sedikit ketidakcocokan antara nama nominasi dengan nama pemenang.

//tribunnews

Hal ini tentu saja membuat gerah publik, karena ada indikasi bahwa RCTI telah merekaya kemenangan tersebut. Para musisi yang ikut masuk dalam nominasi, diantaranya Glenn Fredly dan Pongki Barata juga mengkritisi keputusan tersebut. Publik menduga kemenangan ini merupakan titipan dari pihak petinggi RCTI, mengingat bahwa lagu Indonesia Negeri Kita yang dinyanyikan Angel adalah ciptaan Liliana Tanoe, istri dari Presdir RCTI, Hari Tanoe.

Situasi menjadi semakin memanas saat beredar isu bahwa dalam buku panduan nominasi IMA 2015, nama Angel sengaja ditambahkan saat hari H dengan menggunakan stiker. Namun isu ini diklarifikasi oleh pihak RCTI melalui Dini Putri, selaku Director and Programming RCTI.

"Memang tiap kategori semua punya lima nominasi untuk yang terfavorit. Tapi soundtrack ada enam. Bisa jadi tidak ke-print atau apa. Kecuali di buku tidak ada. Poinnya mungkin hari itu diprin kecil-kecil. Teman-teman [media] tahu membuat program itu lama. Kalau hari itu tiba-tiba dimunculkan, gimana ini dimunculkan. Menurut saya nonsense semua polemik yang ada di luar. Makanya saya cuma meluruskan, " ujar Dini sebagaimana dilansir oleh KapanLagi.

Terlepas dari pembelaan Dini tersebut, kita tak tahu apakah benar tidak ada penambahan nama Angel menggunakan stiker, karena buku nominasi tersebut tak pernah dirilis ke publik. Yang jelas, pihak RCTI cukup getol berusaha mengklarifikasi polemik ini agar tidak berlarut-larut. Untuk memperkuat argumennya, Dini juga menunjukkan bukti perolehan SMS yang diraih Angel.

"Apakah dia [Liliana Tanoe] sebagai istri pengusaha tidak boleh membuat lagu? Silakan dicek berapa penonton film Di Balik 98. Jadi tidak ada titipandan tidak perlu ada titipan. Kalau pun menang kemarin, itu berdasar voting SMS berjumlah 1.306." (foto Dini yang sedang mengklarifikasi bisa dilihat disini).

Kita tak bisa menyalahkan publik yang menuding RCTI melakukan rekayasa, karena faktanya dalam materi promosi IMA 2015 memang tak ada tercantum nama Angel Pieters. Argumen RCTI bahwa nama Angel sudah dimasukkan dalam nominasi sejak bulan April adalah argumen lemah. Apalagi ini adalah nominasi "terfavorit" dimana yang memilih adalah publik. Kalau publik tak mengetahui nominasi tersebut, jadi sebenarnya kemarin siapa yang memilih? Siapa yang mengirim SMS? Saya hanya penasaran.

Di luar kontroversi benar tidaknya nama Angel masuk sejak awal, kasus ini tentunya mempengaruhi kredibilitas ajang IMA yang telah digelar sejak 9 tahun yang lalu. Ironis, jika ajang IMA yang sengaja dibuat untuk "menandingi" Festival Film Indonesia (FFI) — yang katanya tak kredibel — juga mengalami permasahan yang sama: isu kredibiltas. ©UP

Friday, May 22, 2015

Review Film: 'Spy' (2015)

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Aksi, Artikel Komedi, Artikel Kriminal, Artikel Review, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Spy' (2015)
link : Review Film: 'Spy' (2015)

Baca juga


May 2015

Melissa McCarthy dan Paul Feig memberikan film aksi-komedi bertema spionase yang berhasil menyeimbangkan sisi serius dan konyol yang membuat 'Spy' lebih dari sekedar parodi genre.

“You really think you're ready for the field.”
— Rick Ford
Saat Melissa McCarthy nimbrung dalam salah satu dari beberapa film bertema spionase tahun ini, sebagian besar penonton — atau setidaknya saya — berekspektasi dia akan bermain sebagai karakter wanita gendut bermulut vulgar sebagaimana perannya dalam Identity Thief, Tammy, atau The Heat. Namun berkolaborasi kembali dengan sutradaranya dalam Bridesmaids, Paul Feig, McCarthy menunjukkan range kualitas akting yang lebih dari sekedar mesin penembak kata F***.

Tentu, dalam film komedi berjudul Spy ini, McCarthy tetap saja memberikan lelucon dengan umpatannya yang kasar. Namun alih-alih menyinggung, lelucon ini lebih tepatnya berfungsi sebagai punchline. Feig berhasil menemukan cara yang tepat untuk menyeimbangkan sisi serius dan konyol sehingga menjadikan film ini lebih dari sekedar parodi film mata-mata. Menarik melihat bagaimana perkembangan karakter yang dimainkan McCarthy, dimulai dari asisten di belakang meja hingga beraksi menghajar penjahat dalam adu jotos tangan kosong.

Di awal cerita, Susan Cooper (McCarthy) bukanlah siapa-siapa dalam organisasi CIA. Meski mendapat nilai yang cukup tinggi dalam ujian lapangan, Susan berakhir menjadi semacam GPS hidup — memberikan navigasi, informasi posisi musuh dan lain-lain — bagi para agen lapangan. Cooper bukannya suka dengan pekerjaannya, namun cintanya yang bertepuk sebelah tangan pada salah satu agen bernama Bradley Fine (Jude Law) membuatnya betah.


Bradley sendiri adalah seorang agen yang karismatik ala James Bond. Sayangnya, dalam misi mencari detonator nuklir, Fine harus tewas di tangan penjual senjata cantik bernama Rayna (Rose Byrne), yang kebetulan mengetahui identitas semua agen lapangan. Susan yang berniat balas dendam mengajukan diri untuk terjun ke lapangan, apalagi dia takkan mungkin dikenali oleh Rayna. Meski mendapat protes dari agen Richard Ford (Jason Statham), Kepala CIA (Allison Janney) menugaskan Susan dengan syarat dia hanya melakukan pengintaian dan tak boleh berkonfrontasi langsung.

Seperti halnya film bertema mata-mata, Susan tentu memperoleh peralatan berteknologi tinggi. Namun sayangnya peralatan mutakhir ini dikamuflasekan sebagai "perkakas" yang tak sepantasnya dibawa wanita untuk berpergian, seperti pluit, obat wasir, atau salep jamur kuku. Yah, meski ujung-ujungnya bakalan berguna juga sih.

Misi ini mengantarkan Susan ke beberapa kota eksotis di Eropa seperti Paris, Budapest, dan Roma, dengan bantuan navigasi dari teman senasibnya yang bernama Nancy (Miranda Hart). Nyaris ketahuan, dia harus melakukan penyamaran, namun konsep penyamaran yang diberikan CIA sedikit nyeleneh dan mungkin dianggap sesuai dengan kondisi fisiknya. Misalnya dia harus menyamar sebagai maniak kucing, yang pada akhirnya membuatnya muak dan memutuskan memanfaatkan sumber daya untuk membeli baju mewah yang berhasil mendekatkannya pada Rayna. Well, lebih dari sekedar dekat, dia berhasil menyamar sebagai bodyguard pribadi Rayna.

Dalam Spy, ada banyak referensi film spionase yang diparodikan, contohnya adegan pembuka yang mirip dengan sekuens pembuka film James Bond. Bahkan, scoring-nya juga meniru franchise mata-mata terpopuler tersebut. Meski begitu, Feig menggarap film ini dengan serius. Ditinjau sebagai film mata-mata, Spy nyaris memiliki semua elemen yang dibutuhkan: aksi, drama, dan beberapa plot twist. Namun dengan gayanya yang tak memaksakan film ini sebagai komedilah yang membuat Spy lebih lucu ketimbang film-film sejenis.

Berkat alur filmnya, McCarthy diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kapabilitas aktingnya untuk lebih dari sekedar menampilkan karakter lucu namun juga karakter yang benar-benar bisa kita pedulikan. Dia bermain sebagai wanita yang punya emosi dan perasaan sekaligus punya persona komik yang lucu. Pada akhirnya, inilah yang membuat konfliknya terasa lebih natural.

Satu hal lagi yang menarik adalah bagaimana Statham memainkan Richard sebagai karakter terlucu yang sepantaran dengan Susan, tanpa perlu bertingkah konyol. Richard adalah agen yang sok, suka membual — dia bercerita bahwa tangan kirinya sempat putus lalu disambung lagi dengan tangan — dan selalu menganggap dirinya superhebat tanpa mengukur bayang-bayang dan akal sehat, yang kesemuanya diucapkannya dengan mimik serius. Aksinya hingga akhir film ditujukan hanya untuk membuat kita tergelak.

Untuk ukuran film komedi, 120 menit memang terasa agak lama, dan bagian akhirnya saya rasa sedikit dipanjang-panjangkan. Namun dengan penampilan McCarthy yang sangat mudah disukai di film ini, anda mungkin bisa bertahan hingga menit terakhir. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Spy' |
|

IMDb | Rottentomatoes
120 menit | Dewasa

Sutradara Paul Feig
Penulis Paul Feig
Pemain Melissa McCarthy, Jude Law, Jason Statham

Melissa McCarthy dan Paul Feig memberikan film aksi-komedi bertema spionase yang berhasil menyeimbangkan sisi serius dan konyol yang membuat 'Spy' lebih dari sekedar parodi genre.

“You really think you're ready for the field.”
— Rick Ford
Saat Melissa McCarthy nimbrung dalam salah satu dari beberapa film bertema spionase tahun ini, sebagian besar penonton — atau setidaknya saya — berekspektasi dia akan bermain sebagai karakter wanita gendut bermulut vulgar sebagaimana perannya dalam Identity Thief, Tammy, atau The Heat. Namun berkolaborasi kembali dengan sutradaranya dalam Bridesmaids, Paul Feig, McCarthy menunjukkan range kualitas akting yang lebih dari sekedar mesin penembak kata F***.

Tentu, dalam film komedi berjudul Spy ini, McCarthy tetap saja memberikan lelucon dengan umpatannya yang kasar. Namun alih-alih menyinggung, lelucon ini lebih tepatnya berfungsi sebagai punchline. Feig berhasil menemukan cara yang tepat untuk menyeimbangkan sisi serius dan konyol sehingga menjadikan film ini lebih dari sekedar parodi film mata-mata. Menarik melihat bagaimana perkembangan karakter yang dimainkan McCarthy, dimulai dari asisten di belakang meja hingga beraksi menghajar penjahat dalam adu jotos tangan kosong.

Di awal cerita, Susan Cooper (McCarthy) bukanlah siapa-siapa dalam organisasi CIA. Meski mendapat nilai yang cukup tinggi dalam ujian lapangan, Susan berakhir menjadi semacam GPS hidup — memberikan navigasi, informasi posisi musuh dan lain-lain — bagi para agen lapangan. Cooper bukannya suka dengan pekerjaannya, namun cintanya yang bertepuk sebelah tangan pada salah satu agen bernama Bradley Fine (Jude Law) membuatnya betah.


Bradley sendiri adalah seorang agen yang karismatik ala James Bond. Sayangnya, dalam misi mencari detonator nuklir, Fine harus tewas di tangan penjual senjata cantik bernama Rayna (Rose Byrne), yang kebetulan mengetahui identitas semua agen lapangan. Susan yang berniat balas dendam mengajukan diri untuk terjun ke lapangan, apalagi dia takkan mungkin dikenali oleh Rayna. Meski mendapat protes dari agen Richard Ford (Jason Statham), Kepala CIA (Allison Janney) menugaskan Susan dengan syarat dia hanya melakukan pengintaian dan tak boleh berkonfrontasi langsung.

Seperti halnya film bertema mata-mata, Susan tentu memperoleh peralatan berteknologi tinggi. Namun sayangnya peralatan mutakhir ini dikamuflasekan sebagai "perkakas" yang tak sepantasnya dibawa wanita untuk berpergian, seperti pluit, obat wasir, atau salep jamur kuku. Yah, meski ujung-ujungnya bakalan berguna juga sih.

Misi ini mengantarkan Susan ke beberapa kota eksotis di Eropa seperti Paris, Budapest, dan Roma, dengan bantuan navigasi dari teman senasibnya yang bernama Nancy (Miranda Hart). Nyaris ketahuan, dia harus melakukan penyamaran, namun konsep penyamaran yang diberikan CIA sedikit nyeleneh dan mungkin dianggap sesuai dengan kondisi fisiknya. Misalnya dia harus menyamar sebagai maniak kucing, yang pada akhirnya membuatnya muak dan memutuskan memanfaatkan sumber daya untuk membeli baju mewah yang berhasil mendekatkannya pada Rayna. Well, lebih dari sekedar dekat, dia berhasil menyamar sebagai bodyguard pribadi Rayna.

Dalam Spy, ada banyak referensi film spionase yang diparodikan, contohnya adegan pembuka yang mirip dengan sekuens pembuka film James Bond. Bahkan, scoring-nya juga meniru franchise mata-mata terpopuler tersebut. Meski begitu, Feig menggarap film ini dengan serius. Ditinjau sebagai film mata-mata, Spy nyaris memiliki semua elemen yang dibutuhkan: aksi, drama, dan beberapa plot twist. Namun dengan gayanya yang tak memaksakan film ini sebagai komedilah yang membuat Spy lebih lucu ketimbang film-film sejenis.

Berkat alur filmnya, McCarthy diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kapabilitas aktingnya untuk lebih dari sekedar menampilkan karakter lucu namun juga karakter yang benar-benar bisa kita pedulikan. Dia bermain sebagai wanita yang punya emosi dan perasaan sekaligus punya persona komik yang lucu. Pada akhirnya, inilah yang membuat konfliknya terasa lebih natural.

Satu hal lagi yang menarik adalah bagaimana Statham memainkan Richard sebagai karakter terlucu yang sepantaran dengan Susan, tanpa perlu bertingkah konyol. Richard adalah agen yang sok, suka membual — dia bercerita bahwa tangan kirinya sempat putus lalu disambung lagi dengan tangan — dan selalu menganggap dirinya superhebat tanpa mengukur bayang-bayang dan akal sehat, yang kesemuanya diucapkannya dengan mimik serius. Aksinya hingga akhir film ditujukan hanya untuk membuat kita tergelak.

Untuk ukuran film komedi, 120 menit memang terasa agak lama, dan bagian akhirnya saya rasa sedikit dipanjang-panjangkan. Namun dengan penampilan McCarthy yang sangat mudah disukai di film ini, anda mungkin bisa bertahan hingga menit terakhir. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Spy' |
|

IMDb | Rottentomatoes
120 menit | Dewasa

Sutradara Paul Feig
Penulis Paul Feig
Pemain Melissa McCarthy, Jude Law, Jason Statham

Thursday, May 21, 2015

Review Film: 'Tomorrowland' (2015)

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Adventure, Artikel Misteri, Artikel Review, Artikel Sci-Fi, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Tomorrowland' (2015)
link : Review Film: 'Tomorrowland' (2015)

Baca juga


May 2015

Terlalu sibuk menyajikan santapan visual bagi penonton hingga lupa dengan narasi, tak mampu mengejawantahkan pesan inovasi dan optimisme yang digaungkan secara verbal sepanjang film.

“Imagination is more important than knowledge.”
— Albert Einstein
Hingga premiernya kemarin (20/5), Disney menyimpan rapat-rapat mengenai film Tomorrowland, yang semakin meningkatkan antusiasme dan ekspektasi. Nah sekarang film yang telah lama ditunggu-tunggu dengan bujet besar, kru berbakat, tema futuristik yang menjanjikan, desain produksi yang tinggi, dan visual effects yang canggih, apa yang bisa salah dari Tomorrowland? Sebenarnya ada banyak, setidaknya menurut saya.

Diangkat dari salah satu wahana Disney, film ini mungkin diproyeksikan menjadi franchise sukses semacam Pirates of the Caribbean. Meskipun punya production value yang setara, namun Tomorrowland tak punya energi yang sama. Beberapa product placement yang diselipkan di dalam film — seperti produk kue dan minuman terkenal — sebenarnya bisa dimaklumi, namun pada akhirnya, Tomorrowland terasa seperti sekedar iklan wahana Disney.

Sedikit membuat penasaran, di depan sebuah alat countdown berdesain unik, Frank (George Clooney) dan Casey (Britt Robertson) tengah berdebat bagaimana cara menceritakan kisah mereka. Frank memulai dengan menceritakan masa kecilnya saat dia tengah menghadiri World's Fair di tahun 1964.

Frank kecil (yang dipilih dengan tepat untuk diperankan oleh Thomas Robison) adalah bocah jenius penuh semangat yang membawa jetpack buatannya untuk mengikuti kontes di World's Fair. Masih punya kekurangan teknis, penemuan Frank ditolak oleh juri David Nix (Hugh Laurie), namun dia bertemu dengan seorang gadis kecil misterius bernama Athena (Raffey Cassidy) yang memberinya sebuah pin. Berbekal pin ini, Frank masuk ke dunia futuristik nan higienis dengan gedung pencakar langit, kendaraan yang bisa melayang di udara, serta teknologi maju lainnya.


Sementara kita tak tahu bagaimana nasib Frank disana, Casey kemudian mengambil alih dengan ceritanya yang menyabotase usaha pemerintah untuk menghancurkan landasan peluncuran roket NASA yang tak dipakai lagi. Tak hanya menyangkut masa depan ayahnya, Eddie (Tim McGraw) yang akan menjadi pengangguran, penghancuran ini juga merepresentasikan keputusasaan manusia untuk menjelajah angkasa.

Dalam usaha sabotase yang kedua, Casey ditangkap oleh pihak keamanan. Saat pelepasannya, Casey memperoleh pin yang sama dengan Frank dulu, yang saat disentuh memperlihatkannya dunia paralel Tomorrowland, yang dihadirkan oleh para kru melalui sebuah efek visual keren.

Dari durasinya yang 130 menit, film ini menghabiskan sekitar separuh waktunya untuk menceritakan backstory yang seharusnya bisa diringkas. Cerita sebenarnya baru dimulai saat Frank dan Casey bersama dengan Athena berusaha untuk menyelamatkan masa depan dunia nyata yang bergantung pada dunia paralel tersebut. Cukup janggal film yang mengangkat judul Tomorrowland namun tak banyak bercerita di Tomorrowland.

Film ini punya sedikit kemiripan dengan film animasi Up, dengan adanya karakter Frank sebagai si tua yang pesimis dan Casey sebagai anak muda yang optimis dan penuh semangat. Interaksi keduanya stereotip dengan sedikit perselisihan kecil. Yang mengejutkan adalah penampilan Raffey Cassidy sebagai Athena yang sangat mencolok dan mampu mengimbangi akting Clooney dan Robertson.

Brad Bird adalah sutradara yang pas menurut Disney untuk menyutradarai film utopia semacam ini melihat trackrecord-nya dalam The Iron Giant dan The Incredibles. Dengan bantuan desainer produksi Scott Chambliss dan sinematografer Claudio Miranda, Bird menghadirkan dunia fantasi futuristik yang menjadi impian semua orang, kontras dengan masa depan dunia nyata di ambang kehancuran, yang diperlihatkan sekilas mendekati ending. Tampaknya sedikit menyenggol isu global warming dan perubahan iklim akibat gaya hidup manusia, namun pesan ini tak pernah tersampaikan dengan baik.

Naskah yang ditulis oleh Bird bersama Damon Lindelof (Prometheus, serial Lost) terkesan berantakan. Dimulai dari pemilihan sudut pandang narasi, hingga usaha menggabungkan pesan moral (yang selalu diulang-ulang sampai membuat bosan) dengan sekuens aksi yang tak pas. Adegan di toko jadul milik Kathryn Hahn dan Keegan-Michael Key seharusnya menjadi pengantar konflik utama film, tapi terasa janggal melihat posisinya dari narasi secara keseluruhan. Mengejutkan melihat fakta bahwa Bird pernah menangani film Mission: Impossible - Ghost Protocol yang notabene adalah film aksi.

Dengan mengesampingkan hal di atas, Tomorrowland adalah sebuah sajian visual yang apik. Desain dunia futuristik yang impresif dengan gedung-gedung dan kendaraan yang unik mengundang kekaguman layaknya anak kecil. Secara teknis, film ini mengagumkan. Nuansa fiksi ilmiahnya sangat terasa dengan kehadiran pistol laser, bom plasma, serta kapsul lintas waktu dan dimensi. Pastinya hal seperti ini akan mengundang decak kagum adik/anak-anak anda, meski tak menutup kemungkinan anda juga akan tertarik.

Bagi anda yang sudah berumur (seperti saya), adegan di toko Blast from the Past akan sedikit mengundang nostalgia. Ada banyak referensi sci-fi klasik yang dihadirkan, seperti Star Wars, Flash Gordon, dan Planet of the Apes yang tentunya mengundang sensasi nostalgia. Salah satu trivia fiktif menarik yang dihadirkan adalah terungkapnya perkumpulan rahasia yang dinamakan "Plus Ultra" yang beranggotakan Thomas Alva Edison dan Nikola Tesla yang berujung pada peluncuran roket oleh Frank dkk melalui Menara Eiffel.

Tomorrowland terlalu sibuk menyajikan santapan visual bagi penonton hingga lupa dengan narasi. Pesan moral tentang inovasi dan optimisme yang selalu digaungkan secara verbal sepanjang film tak pernah mengena bagi penonton, karena filmnya sendiri tak pernah mengejawantahkan pesan besar tersebut dengan baik. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Tomorrowland' |
|

IMDb | Rottentomatoes
130 menit | Semua Umur - BO

Sutradara Brad Bird
Penulis Damon Lindelof, Brad Bird
Pemain George Clooney, Hugh Laurie, Britt Robertson, Raffey Cassidy

Terlalu sibuk menyajikan santapan visual bagi penonton hingga lupa dengan narasi, tak mampu mengejawantahkan pesan inovasi dan optimisme yang digaungkan secara verbal sepanjang film.

“Imagination is more important than knowledge.”
— Albert Einstein
Hingga premiernya kemarin (20/5), Disney menyimpan rapat-rapat mengenai film Tomorrowland, yang semakin meningkatkan antusiasme dan ekspektasi. Nah sekarang film yang telah lama ditunggu-tunggu dengan bujet besar, kru berbakat, tema futuristik yang menjanjikan, desain produksi yang tinggi, dan visual effects yang canggih, apa yang bisa salah dari Tomorrowland? Sebenarnya ada banyak, setidaknya menurut saya.

Diangkat dari salah satu wahana Disney, film ini mungkin diproyeksikan menjadi franchise sukses semacam Pirates of the Caribbean. Meskipun punya production value yang setara, namun Tomorrowland tak punya energi yang sama. Beberapa product placement yang diselipkan di dalam film — seperti produk kue dan minuman terkenal — sebenarnya bisa dimaklumi, namun pada akhirnya, Tomorrowland terasa seperti sekedar iklan wahana Disney.

Sedikit membuat penasaran, di depan sebuah alat countdown berdesain unik, Frank (George Clooney) dan Casey (Britt Robertson) tengah berdebat bagaimana cara menceritakan kisah mereka. Frank memulai dengan menceritakan masa kecilnya saat dia tengah menghadiri World's Fair di tahun 1964.

Frank kecil (yang dipilih dengan tepat untuk diperankan oleh Thomas Robison) adalah bocah jenius penuh semangat yang membawa jetpack buatannya untuk mengikuti kontes di World's Fair. Masih punya kekurangan teknis, penemuan Frank ditolak oleh juri David Nix (Hugh Laurie), namun dia bertemu dengan seorang gadis kecil misterius bernama Athena (Raffey Cassidy) yang memberinya sebuah pin. Berbekal pin ini, Frank masuk ke dunia futuristik nan higienis dengan gedung pencakar langit, kendaraan yang bisa melayang di udara, serta teknologi maju lainnya.


Sementara kita tak tahu bagaimana nasib Frank disana, Casey kemudian mengambil alih dengan ceritanya yang menyabotase usaha pemerintah untuk menghancurkan landasan peluncuran roket NASA yang tak dipakai lagi. Tak hanya menyangkut masa depan ayahnya, Eddie (Tim McGraw) yang akan menjadi pengangguran, penghancuran ini juga merepresentasikan keputusasaan manusia untuk menjelajah angkasa.

Dalam usaha sabotase yang kedua, Casey ditangkap oleh pihak keamanan. Saat pelepasannya, Casey memperoleh pin yang sama dengan Frank dulu, yang saat disentuh memperlihatkannya dunia paralel Tomorrowland, yang dihadirkan oleh para kru melalui sebuah efek visual keren.

Dari durasinya yang 130 menit, film ini menghabiskan sekitar separuh waktunya untuk menceritakan backstory yang seharusnya bisa diringkas. Cerita sebenarnya baru dimulai saat Frank dan Casey bersama dengan Athena berusaha untuk menyelamatkan masa depan dunia nyata yang bergantung pada dunia paralel tersebut. Cukup janggal film yang mengangkat judul Tomorrowland namun tak banyak bercerita di Tomorrowland.

Film ini punya sedikit kemiripan dengan film animasi Up, dengan adanya karakter Frank sebagai si tua yang pesimis dan Casey sebagai anak muda yang optimis dan penuh semangat. Interaksi keduanya stereotip dengan sedikit perselisihan kecil. Yang mengejutkan adalah penampilan Raffey Cassidy sebagai Athena yang sangat mencolok dan mampu mengimbangi akting Clooney dan Robertson.

Brad Bird adalah sutradara yang pas menurut Disney untuk menyutradarai film utopia semacam ini melihat trackrecord-nya dalam The Iron Giant dan The Incredibles. Dengan bantuan desainer produksi Scott Chambliss dan sinematografer Claudio Miranda, Bird menghadirkan dunia fantasi futuristik yang menjadi impian semua orang, kontras dengan masa depan dunia nyata di ambang kehancuran, yang diperlihatkan sekilas mendekati ending. Tampaknya sedikit menyenggol isu global warming dan perubahan iklim akibat gaya hidup manusia, namun pesan ini tak pernah tersampaikan dengan baik.

Naskah yang ditulis oleh Bird bersama Damon Lindelof (Prometheus, serial Lost) terkesan berantakan. Dimulai dari pemilihan sudut pandang narasi, hingga usaha menggabungkan pesan moral (yang selalu diulang-ulang sampai membuat bosan) dengan sekuens aksi yang tak pas. Adegan di toko jadul milik Kathryn Hahn dan Keegan-Michael Key seharusnya menjadi pengantar konflik utama film, tapi terasa janggal melihat posisinya dari narasi secara keseluruhan. Mengejutkan melihat fakta bahwa Bird pernah menangani film Mission: Impossible - Ghost Protocol yang notabene adalah film aksi.

Dengan mengesampingkan hal di atas, Tomorrowland adalah sebuah sajian visual yang apik. Desain dunia futuristik yang impresif dengan gedung-gedung dan kendaraan yang unik mengundang kekaguman layaknya anak kecil. Secara teknis, film ini mengagumkan. Nuansa fiksi ilmiahnya sangat terasa dengan kehadiran pistol laser, bom plasma, serta kapsul lintas waktu dan dimensi. Pastinya hal seperti ini akan mengundang decak kagum adik/anak-anak anda, meski tak menutup kemungkinan anda juga akan tertarik.

Bagi anda yang sudah berumur (seperti saya), adegan di toko Blast from the Past akan sedikit mengundang nostalgia. Ada banyak referensi sci-fi klasik yang dihadirkan, seperti Star Wars, Flash Gordon, dan Planet of the Apes yang tentunya mengundang sensasi nostalgia. Salah satu trivia fiktif menarik yang dihadirkan adalah terungkapnya perkumpulan rahasia yang dinamakan "Plus Ultra" yang beranggotakan Thomas Alva Edison dan Nikola Tesla yang berujung pada peluncuran roket oleh Frank dkk melalui Menara Eiffel.

Tomorrowland terlalu sibuk menyajikan santapan visual bagi penonton hingga lupa dengan narasi. Pesan moral tentang inovasi dan optimisme yang selalu digaungkan secara verbal sepanjang film tak pernah mengena bagi penonton, karena filmnya sendiri tak pernah mengejawantahkan pesan besar tersebut dengan baik. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Tomorrowland' |
|

IMDb | Rottentomatoes
130 menit | Semua Umur - BO

Sutradara Brad Bird
Penulis Damon Lindelof, Brad Bird
Pemain George Clooney, Hugh Laurie, Britt Robertson, Raffey Cassidy

Wednesday, May 20, 2015

Review Film: 'Ex Machina' (2015)

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Drama, Artikel Featured, Artikel Review, Artikel Sci-Fi, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Ex Machina' (2015)
link : Review Film: 'Ex Machina' (2015)

Baca juga


May 2015

Dimainkan dengan brilian oleh ketiga aktornya, 'Ex Machina' adalah film sci-fi cerdas yang mengeksplorasi lebih jauh tentang kecerdasan buatan dan merupakan film bertema A.I. yang paling akurat hingga saat ini, baik secara logika maupun emosional.

“One day the AI's are going to look back on us the same way we look at fossil skeletons on the plains of Africa.”
— Nathan Bateman
Tema mengenai kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (A.I.) sudah sering diangkat dalam film, misalnya saja (yang terbaru) dalam Chappie dan Her. Namun di tangan Alex Garland yang terkenal dengan skenario inovatifnya dalam film zombie 28 Days Later, tema familiar ini menjadi segar dengan mengambil pendekatan baru. Tak hanya menjadikannya screenplay yang ambisius, namun juga menjadi debut prestisius Garland sebagai sutradara.

Sama seperti film sci-fi bertema A.I. lainnya, film ini juga membahas tentang eksistensi kecerdasan buatan dan bagaimana posisi mereka di dunia manusia. Apa yang akan terjadi jika kecerdasan buatan tak hanya bisa meyakinkan kita bahwa mereka sama seperti manusia, tapi menyadari bahwa mereka ADALAH manusia dan punya keinginan bertahan hidup yang sama? Pertanyaan inilah yang menjadi premis utama dari skenario Garland.

Caleb (Domhnall Gleeson) adalah seorang programer dan pegawai kelas bawah di Bluebook, sebuah perusahaan mesin pencari terpopuler di dunia (mirip dengan Google) yang memenangkan kompetisi yang diadakan oleh CEO-nya yang jenius, Nathan (Oscar Isaac). Hadiahnya adalah kesempatan untuk menghabiskan waktu seminggu bersama Nathan di kompleks mewah miliknya di Alaska.

Sesampainya disana, ternyata Caleb bukan diundang untuk liburan, melainkan melakukan "Turing Test", sebuah pengujian yang dilakukan Nathan untuk mengetes A.I. berteknologi tinggi yang baru dibangunnya dalam wujud robot berwajah cantik bernama Ava (Alicia Vikander). Caleb bertugas untuk melakukan kontak verbal dengan Ava dan menguji kesempurnaan Ava sebagai A.I. yang mirip manusia.

Saya tak ingin mengungkap lebih jauh, karena lebih baik jika anda tak tahu banyak sebelum menonton. Semua terlihat misterius di awal film, membuat anda menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi dan disanalah kunci sukses Garland memancing rasa penasaran penonton. Sedikit demi sedikit kita terikat secara emosional dengan tiap-tiap karakter.


Melalui 7 sesi pengujian Ava, Garland mengungkap semua rahasia melalui skenario yang dinarasikan dengan terencana. Semua lapisan cerita dibuka satu persatu yang mengungkapkan bahwa Nathan dan Ava punya agenda tersendiri.

Dengan narasi yang hanya berfokus pada 3 orang (dengan tambahan satu karakter pendukung yang juga punya peran signifikan yang diperankan oleh Sonoya Mizuno), film ini terasa seperti drama teater, yang dimainkan dengan brilian oleh ketiga aktornya. Tak hanya meyakinkan kita bahwa ketiganya berinteraksi sebagai sesama jenius, mereka juga membawakan bobot emosional yang dituntut oleh karakter masing-masing.

Yang paling mencolok adalah Oscar Isaac yang memainkan Nathan, seorang jenius muda yang punya kompleksisitas karakter. Nathan yang visioner memanfaatkan database Bluebook (yang menguasai 90% query pencarian di dunia) bukan untuk tujuan komersil melainkan membuat A.I. super. Di balik pembawaannya yang santai, humoris, dan sesekali mabuk, ada indikasi bahwa dia punya rahasia tersembunyi.

Saya merasa Caleb adalah representasi dari penonton yang polos dan nyaris tak tahu apa-apa. Caleb yang diperankan oleh Domhnall adalah seorang nerd yang jenius, namun dia tak mengerti apa yang sedang terjadi. Matang dalam logika, namun naif secara mental. Vikander juga meyakinkan sebagai seorang (atau sebuah?) robot cerdas lengkap dengan gerak tubuh canggung yang mencoba meniru mimik dan perilaku manusia.

Ex Machina tak pernah berusaha terlihat pintar dengan menggunakan istilah thesaurus. Dialog-dialognya yang cerdas memang menggunakan istilah-istilah canggih, namun mudah dicerna. Plot twist yang cukup banyak, tak pernah mendahului penonton karena semuanya sesuai, baik secara logis maupun emosional.

Walaupun bergenre sci-fi dengan setting di masa depan, selain penampakan Ava dengan tubuh robotiknya yang nyaris transparan dengan lapisan wajah cantik yang (secara meyakinkan dibuat seperti) ditempel di atas tengkorak metal, nyaris tak ada efek visual CGI yang dihadirkan. Anda takkan melihat set megah dan efek canggih seperti film Artificial Intelligence-nya Steven Spielberg.

Secara efektif Garland memanfaatkan bujet minimnya yang hanya $15 juta dan menciptakan film dengan estetika visual. Pemilihan lokasi yang dipakai tak hanya cocok dengan narasi film namun juga membangun mood penonton. Penonton dikondisikan untuk merasakan perasaan klaustrofobik Caleb yang menginap di kabin Nathan dengan ruangan berdinding tebal tanpa jendela. Meski sesekali Caleb dan Nathan berjalan-jalan keluar kabin ke lokasi dengan pemandangan mengagumkan (yang diambil dengan indah oleh sinematografer Rob Hardy), tak mengurangi perasaan terisolasi. Atmosfer ini juga didukung oleh scoring menawan dari Ben Salisbury dan Geoff Barrow.

Pada akhirnya, Ex Machina adalah drama sci-fi psikologis tentang prasangka, teror, dan empati. Ending film yang mind-blowing mengisyaratkan bahwa ini bukan sekedar pertarungan antara manusia dan A.I. namun juga sedikit menyindir persaingan gender. Tak sekedar mengambil embel-embel "sci-fi" sebagai bahan jualan, namun mengeksplorasi lebih jauh tentang sisi emosional dari tindakan manusia yang ingin menjadi seperti Tuhan, dan robot yang ingin menjadi seperti manusia, serta bagaimana konsekuensinya bagi dunia dan masa depan. Menurut saya, Ex Machina adalah film bertema A.I. yang paling akurat hingga saat ini. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Ex Machina' |
|

IMDb | Rottentomatoes
108 menit | Dewasa

Sutradara Alex Garland
Penulis Alex Garland
Pemain Domhnall Gleeson, Alicia Vikander, Oscar Isaac

Dimainkan dengan brilian oleh ketiga aktornya, 'Ex Machina' adalah film sci-fi cerdas yang mengeksplorasi lebih jauh tentang kecerdasan buatan dan merupakan film bertema A.I. yang paling akurat hingga saat ini, baik secara logika maupun emosional.

“One day the AI's are going to look back on us the same way we look at fossil skeletons on the plains of Africa.”
— Nathan Bateman
Tema mengenai kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (A.I.) sudah sering diangkat dalam film, misalnya saja (yang terbaru) dalam Chappie dan Her. Namun di tangan Alex Garland yang terkenal dengan skenario inovatifnya dalam film zombie 28 Days Later, tema familiar ini menjadi segar dengan mengambil pendekatan baru. Tak hanya menjadikannya screenplay yang ambisius, namun juga menjadi debut prestisius Garland sebagai sutradara.

Sama seperti film sci-fi bertema A.I. lainnya, film ini juga membahas tentang eksistensi kecerdasan buatan dan bagaimana posisi mereka di dunia manusia. Apa yang akan terjadi jika kecerdasan buatan tak hanya bisa meyakinkan kita bahwa mereka sama seperti manusia, tapi menyadari bahwa mereka ADALAH manusia dan punya keinginan bertahan hidup yang sama? Pertanyaan inilah yang menjadi premis utama dari skenario Garland.

Caleb (Domhnall Gleeson) adalah seorang programer dan pegawai kelas bawah di Bluebook, sebuah perusahaan mesin pencari terpopuler di dunia (mirip dengan Google) yang memenangkan kompetisi yang diadakan oleh CEO-nya yang jenius, Nathan (Oscar Isaac). Hadiahnya adalah kesempatan untuk menghabiskan waktu seminggu bersama Nathan di kompleks mewah miliknya di Alaska.

Sesampainya disana, ternyata Caleb bukan diundang untuk liburan, melainkan melakukan "Turing Test", sebuah pengujian yang dilakukan Nathan untuk mengetes A.I. berteknologi tinggi yang baru dibangunnya dalam wujud robot berwajah cantik bernama Ava (Alicia Vikander). Caleb bertugas untuk melakukan kontak verbal dengan Ava dan menguji kesempurnaan Ava sebagai A.I. yang mirip manusia.

Saya tak ingin mengungkap lebih jauh, karena lebih baik jika anda tak tahu banyak sebelum menonton. Semua terlihat misterius di awal film, membuat anda menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi dan disanalah kunci sukses Garland memancing rasa penasaran penonton. Sedikit demi sedikit kita terikat secara emosional dengan tiap-tiap karakter.


Melalui 7 sesi pengujian Ava, Garland mengungkap semua rahasia melalui skenario yang dinarasikan dengan terencana. Semua lapisan cerita dibuka satu persatu yang mengungkapkan bahwa Nathan dan Ava punya agenda tersendiri.

Dengan narasi yang hanya berfokus pada 3 orang (dengan tambahan satu karakter pendukung yang juga punya peran signifikan yang diperankan oleh Sonoya Mizuno), film ini terasa seperti drama teater, yang dimainkan dengan brilian oleh ketiga aktornya. Tak hanya meyakinkan kita bahwa ketiganya berinteraksi sebagai sesama jenius, mereka juga membawakan bobot emosional yang dituntut oleh karakter masing-masing.

Yang paling mencolok adalah Oscar Isaac yang memainkan Nathan, seorang jenius muda yang punya kompleksisitas karakter. Nathan yang visioner memanfaatkan database Bluebook (yang menguasai 90% query pencarian di dunia) bukan untuk tujuan komersil melainkan membuat A.I. super. Di balik pembawaannya yang santai, humoris, dan sesekali mabuk, ada indikasi bahwa dia punya rahasia tersembunyi.

Saya merasa Caleb adalah representasi dari penonton yang polos dan nyaris tak tahu apa-apa. Caleb yang diperankan oleh Domhnall adalah seorang nerd yang jenius, namun dia tak mengerti apa yang sedang terjadi. Matang dalam logika, namun naif secara mental. Vikander juga meyakinkan sebagai seorang (atau sebuah?) robot cerdas lengkap dengan gerak tubuh canggung yang mencoba meniru mimik dan perilaku manusia.

Ex Machina tak pernah berusaha terlihat pintar dengan menggunakan istilah thesaurus. Dialog-dialognya yang cerdas memang menggunakan istilah-istilah canggih, namun mudah dicerna. Plot twist yang cukup banyak, tak pernah mendahului penonton karena semuanya sesuai, baik secara logis maupun emosional.

Walaupun bergenre sci-fi dengan setting di masa depan, selain penampakan Ava dengan tubuh robotiknya yang nyaris transparan dengan lapisan wajah cantik yang (secara meyakinkan dibuat seperti) ditempel di atas tengkorak metal, nyaris tak ada efek visual CGI yang dihadirkan. Anda takkan melihat set megah dan efek canggih seperti film Artificial Intelligence-nya Steven Spielberg.

Secara efektif Garland memanfaatkan bujet minimnya yang hanya $15 juta dan menciptakan film dengan estetika visual. Pemilihan lokasi yang dipakai tak hanya cocok dengan narasi film namun juga membangun mood penonton. Penonton dikondisikan untuk merasakan perasaan klaustrofobik Caleb yang menginap di kabin Nathan dengan ruangan berdinding tebal tanpa jendela. Meski sesekali Caleb dan Nathan berjalan-jalan keluar kabin ke lokasi dengan pemandangan mengagumkan (yang diambil dengan indah oleh sinematografer Rob Hardy), tak mengurangi perasaan terisolasi. Atmosfer ini juga didukung oleh scoring menawan dari Ben Salisbury dan Geoff Barrow.

Pada akhirnya, Ex Machina adalah drama sci-fi psikologis tentang prasangka, teror, dan empati. Ending film yang mind-blowing mengisyaratkan bahwa ini bukan sekedar pertarungan antara manusia dan A.I. namun juga sedikit menyindir persaingan gender. Tak sekedar mengambil embel-embel "sci-fi" sebagai bahan jualan, namun mengeksplorasi lebih jauh tentang sisi emosional dari tindakan manusia yang ingin menjadi seperti Tuhan, dan robot yang ingin menjadi seperti manusia, serta bagaimana konsekuensinya bagi dunia dan masa depan. Menurut saya, Ex Machina adalah film bertema A.I. yang paling akurat hingga saat ini. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Ex Machina' |
|

IMDb | Rottentomatoes
108 menit | Dewasa

Sutradara Alex Garland
Penulis Alex Garland
Pemain Domhnall Gleeson, Alicia Vikander, Oscar Isaac

Tuesday, May 19, 2015

Inilah Daftar Lengkap Pemenang Indonesian Movie Awards (IMA) 2015

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Award, Artikel Featured, Artikel Indonesia, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Inilah Daftar Lengkap Pemenang Indonesian Movie Awards (IMA) 2015
link : Inilah Daftar Lengkap Pemenang Indonesian Movie Awards (IMA) 2015

Baca juga


May 2015

Dalam acara Indonesian Movie Awards (IMA) 2015 yang baru saja digelar, 'Di Balik 98' mendapat piala bergengsi, sementara 'Cahaya dari Timur' menjadi film dengan peraih piala terbanyak.
Salah satu acara penghargaan untuk dunia perfilman Indonesia, Indonesian Movie Awards (IMA) baru saja digelar kemarin malam (18/5/2015. Tahun ini ajang yang sudah memasuki tahun ke-9 tersebut mengambil tema 9olden Age. Acara berlangsung meriah di Balai Sarbini dipandu oleh pembawa acara Robby Purba, Nirina Zubir, Deddy Mahendra Desta, Ringgo Agus Rahman dan Dennis Adishwara.


//RCTI

Di Balik 98 meraih piala Film Terbaik dan Film Terfavorit sementara Cahaya dari Timur: Beta Maluku menjadi film dengan membawa piala terbanyak 3 piala, yaitu Pemeran Utama Pria Terbaik, Pemeran Utama Pria Terfavorit, dan Pendatang Baru Terbaik. Dalam IMA 2015 juga dianugerahkan Special Awards pada Alex Komang dan Lifetime Achievement Award pada Mieke Wijaya.

Acara ini menandakan dimulainya awards season film Indonesia. Saya telah menyertakan rundown awards season 2015 yang bisa anda klik disini.

Berikut daftar lengkap nominasi dan pemenang Indonesia Movie Award (IMA) 2015. Pemenang ditandai dengan huruf tebal berwarna merah dan tanda '*". ©UP

Kategori Terbaik (Pilihan Juri)

Pemeran Utama Pria Terbaik

Chicco Jerikho (Cahaya dari Timur: Beta Maluku) *
Abimana Aryasatya
Alfie Alfandiy
Reza Rahardian
Alex Komang


Pemeran Utama Wanita Terbaik

Atiqah Hasiholan
Acha Septriasa
Marsha Timothy (Nada untuk Asa) *
Dian Sastrowardoyo
Chelsea Islan


Pendatang Baru Terbaik

Jimmy Kobagau (Tabula Rasa)
Babeto Leutualy (Cahaya Dari Timur: Beta Maluku) *
HB Naveen (Haji Backpacker)
Sumarlin Beta (Garuda19 Movie)
Adila Fitri (My Idiot Brother)


Pasangan Terbaik

Lukman Sardi dan Dian Sastrowardoyo (7 hari 24 Jam) *


Pemeran Anak-anak Terbaik

Aria Kusumah
Bima Azriel
Mallak Gruno
Tissa Biani (3 Nafas Likas) *


Pemeran Pendukung Pria Terbaik

Arifin Putra (The Raid 2: Berandal) *
Donny Alamsyah
Mathias Muchus
Teuku Rifanu Wikana
Yayuk Unru


Pemeran Pendukung Wanita Terbaik

Christine Hakim
Jajang C Noer
Laura Basuki (Haji Backpacker) *
Marissa Anita
Ririn Ekawati


Film Terbaik

Cahaya Dari Timur Beta Maluku
7 Hari 24 Jam
Di Balik 98 *
3 Nafas Likas
Merry Riana
Pendekar Tongkat Emas
99 Cahaya Di Langit Eropa part 2
Strawberry Surprise
Nada Untuk Asa
The Raid 2: Berandal

Kategori Terfavorit (Pilihan Penonton)

Pemeran Utama Pria Terfavorit

Chicco Jerikho (Cahaya dari Timur: Beta Maluku) *
Abimana Aryasatya
Alfie Alfandiy
Reza Rahardian
Alex Komang


Pemeran Utama Wanita Terfavorit

Atiqah Hasiholan
Acha Septriasa
Marsha Timothy (Nada untuk Asa) *
Dian Sastrowardoyo
Chelsea Islan


Pendatang Baru Terfavorit

Jimmy Kobagau (Tabula Rasa)
Babeto Leutualy (Cahaya Dari Timur: Beta Maluku)
HB Naveen (Haji Backpacker)
Sumarlin Beta (Garuda19 Movie) *
Adila Fitri (My Idiot Brother)


Soundtrack Terfavorit

Angel Pieters – Indonesia Negeri Kita *
Glenn Fredly – Tinggikan
Saint Locco – Di Balik Istana
Anggun – Fly My Eagle
Mahadewa – Immortal Love Song
Pongki Barata – Seluas Itu



Film Terfavorit

Cahaya Dari Timur Beta Maluku
7 Hari 24 Jam
Di Balik 98 *
3 Nafas Likas
Merry Riana
Pendekar Tongkat Emas
99 Cahaya Di Langit Eropa part 2
Strawberry Surprise
Nada Untuk Asa
The Raid 2: Berandal


Special Award
Alex Komang

Lifetime Ahievement Award
Mieke Wijaya

Dalam acara Indonesian Movie Awards (IMA) 2015 yang baru saja digelar, 'Di Balik 98' mendapat piala bergengsi, sementara 'Cahaya dari Timur' menjadi film dengan peraih piala terbanyak.
Salah satu acara penghargaan untuk dunia perfilman Indonesia, Indonesian Movie Awards (IMA) baru saja digelar kemarin malam (18/5/2015. Tahun ini ajang yang sudah memasuki tahun ke-9 tersebut mengambil tema 9olden Age. Acara berlangsung meriah di Balai Sarbini dipandu oleh pembawa acara Robby Purba, Nirina Zubir, Deddy Mahendra Desta, Ringgo Agus Rahman dan Dennis Adishwara.


//RCTI

Di Balik 98 meraih piala Film Terbaik dan Film Terfavorit sementara Cahaya dari Timur: Beta Maluku menjadi film dengan membawa piala terbanyak 3 piala, yaitu Pemeran Utama Pria Terbaik, Pemeran Utama Pria Terfavorit, dan Pendatang Baru Terbaik. Dalam IMA 2015 juga dianugerahkan Special Awards pada Alex Komang dan Lifetime Achievement Award pada Mieke Wijaya.

Acara ini menandakan dimulainya awards season film Indonesia. Saya telah menyertakan rundown awards season 2015 yang bisa anda klik disini.

Berikut daftar lengkap nominasi dan pemenang Indonesia Movie Award (IMA) 2015. Pemenang ditandai dengan huruf tebal berwarna merah dan tanda '*". ©UP

Kategori Terbaik (Pilihan Juri)

Pemeran Utama Pria Terbaik

Chicco Jerikho (Cahaya dari Timur: Beta Maluku) *
Abimana Aryasatya
Alfie Alfandiy
Reza Rahardian
Alex Komang


Pemeran Utama Wanita Terbaik

Atiqah Hasiholan
Acha Septriasa
Marsha Timothy (Nada untuk Asa) *
Dian Sastrowardoyo
Chelsea Islan


Pendatang Baru Terbaik

Jimmy Kobagau (Tabula Rasa)
Babeto Leutualy (Cahaya Dari Timur: Beta Maluku) *
HB Naveen (Haji Backpacker)
Sumarlin Beta (Garuda19 Movie)
Adila Fitri (My Idiot Brother)


Pasangan Terbaik

Lukman Sardi dan Dian Sastrowardoyo (7 hari 24 Jam) *


Pemeran Anak-anak Terbaik

Aria Kusumah
Bima Azriel
Mallak Gruno
Tissa Biani (3 Nafas Likas) *


Pemeran Pendukung Pria Terbaik

Arifin Putra (The Raid 2: Berandal) *
Donny Alamsyah
Mathias Muchus
Teuku Rifanu Wikana
Yayuk Unru


Pemeran Pendukung Wanita Terbaik

Christine Hakim
Jajang C Noer
Laura Basuki (Haji Backpacker) *
Marissa Anita
Ririn Ekawati


Film Terbaik

Cahaya Dari Timur Beta Maluku
7 Hari 24 Jam
Di Balik 98 *
3 Nafas Likas
Merry Riana
Pendekar Tongkat Emas
99 Cahaya Di Langit Eropa part 2
Strawberry Surprise
Nada Untuk Asa
The Raid 2: Berandal

Kategori Terfavorit (Pilihan Penonton)

Pemeran Utama Pria Terfavorit

Chicco Jerikho (Cahaya dari Timur: Beta Maluku) *
Abimana Aryasatya
Alfie Alfandiy
Reza Rahardian
Alex Komang


Pemeran Utama Wanita Terfavorit

Atiqah Hasiholan
Acha Septriasa
Marsha Timothy (Nada untuk Asa) *
Dian Sastrowardoyo
Chelsea Islan


Pendatang Baru Terfavorit

Jimmy Kobagau (Tabula Rasa)
Babeto Leutualy (Cahaya Dari Timur: Beta Maluku)
HB Naveen (Haji Backpacker)
Sumarlin Beta (Garuda19 Movie) *
Adila Fitri (My Idiot Brother)


Soundtrack Terfavorit

Angel Pieters – Indonesia Negeri Kita *
Glenn Fredly – Tinggikan
Saint Locco – Di Balik Istana
Anggun – Fly My Eagle
Mahadewa – Immortal Love Song
Pongki Barata – Seluas Itu



Film Terfavorit

Cahaya Dari Timur Beta Maluku
7 Hari 24 Jam
Di Balik 98 *
3 Nafas Likas
Merry Riana
Pendekar Tongkat Emas
99 Cahaya Di Langit Eropa part 2
Strawberry Surprise
Nada Untuk Asa
The Raid 2: Berandal


Special Award
Alex Komang

Lifetime Ahievement Award
Mieke Wijaya

Monday, May 18, 2015

Bioskop Indonesia: 'Tarot' Menjadi Film Horor Terlaris di 2015

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Box Office, Artikel Featured, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Bioskop Indonesia: 'Tarot' Menjadi Film Horor Terlaris di 2015
link : Bioskop Indonesia: 'Tarot' Menjadi Film Horor Terlaris di 2015

Baca juga


May 2015

Dengan total 246.486 penonton, 'Tarot' menjadi film horor Indonesia terlaris sejauh ini sepanjang 2015. 'Youtubers' dan 'Epen Cupen the Movie' tampaknya adalah hiburan segar yang cukup banyak diminati penonton.
Penayangan Avengers: Age of Ultron yang telah memasuki minggu ketiga, dan tak gencarnya serangan dari film Hollywood lain memberikan angin segar bagi bioskop Indonesia. Secara garis besar, tak ada film yang tampil mengecewakan di bioskop. Minggu ini, film Indonesia yang baru ditayangkan cukup variatif: 1 film horor, 1 film romansa, dan 1 film komedi.

Memperoleh review yang cukup bagus dari penonton, film horor Tarot masih menjadi pemuncak bioskop Indonesia dengan mengalami peningkatan sebesar 40,6% yaitu 144.041 penonton. Dengan raihan minggu lalu sebesar 102.445 penonton total perolehan Tarot hingga saat ini adalah 246.486 penonton. Ini menjadikan Tarot sebagai film horor dengan pendapatan tertinggi sepanjang 2015.

//viva

Youtubers mendepak Toba Dreams dari posisi kedua dengan raihan 91.460 penonton. Film debut Kemal Palevi sebagai sutradara ini mengalami peningkatan penonton sebesar 45,0% dari bulan lalu yang "hanya" 63.054 penonton.

Satu lagi film komedi debutan seorang comic, Epen Cupen the Movie menyusul di bawahnya dengan raihan yang tak terlalu jauh. Film bersetting Papua yang ditulis dan disutradarai oleh Acho ini memperoleh 62.067 penonton.

Di posisi keempat, film drama romatis LDR hanya mengumpulkan 45.734 penonton. Saya bilang "hanya", karena dengan production value yang cukup tinggi didukung dengan setting film di Verona dan sutradara Guntur Soeharjanto (99 Cahaya di Langit Eropa, Assalamualaikum Beijing) yang biasa menangani film bersetting luar negeri, raihan sebesar itu cukup mengecewakan.

Sementara itu, film horor yang baru tayang, Paku berada di posisi kelima dengan raihan 7.157 penonton, yang jauh berada di bawah Kesurupan Jumat Kliwon dengan 25.046 penonton yang notabene merupakan salah satu film horor dengan raihan terendah sepanjang 2015.

Pemuncak Bioskop Indonesia 11 Mei - 17 Mei 2015

#01 Tarot


Minggu ini: 144.041 penonton
Total: 246.486 penonton

#02 Youtubers


Minggu ini: 91.460 penonton
Total: 154.514 penonton

#03 Epen Cupen the Movie


Minggu ini: 62.067 penonton
Total: 62.067 penonton

#04 LDR


Minggu ini: 45.734 penonton
Total: 45.734 penonton

#05 Paku


Minggu ini: 7.157 penonton
Total: 7.157 penonton

Ulasan Pemuncak Bioskop Indonesia minggu lalu: Bioskop Indonesia: 'Tarot' Kalahkan 'Toba Dreams'©UP

Dengan total 246.486 penonton, 'Tarot' menjadi film horor Indonesia terlaris sejauh ini sepanjang 2015. 'Youtubers' dan 'Epen Cupen the Movie' tampaknya adalah hiburan segar yang cukup banyak diminati penonton.
Penayangan Avengers: Age of Ultron yang telah memasuki minggu ketiga, dan tak gencarnya serangan dari film Hollywood lain memberikan angin segar bagi bioskop Indonesia. Secara garis besar, tak ada film yang tampil mengecewakan di bioskop. Minggu ini, film Indonesia yang baru ditayangkan cukup variatif: 1 film horor, 1 film romansa, dan 1 film komedi.

Memperoleh review yang cukup bagus dari penonton, film horor Tarot masih menjadi pemuncak bioskop Indonesia dengan mengalami peningkatan sebesar 40,6% yaitu 144.041 penonton. Dengan raihan minggu lalu sebesar 102.445 penonton total perolehan Tarot hingga saat ini adalah 246.486 penonton. Ini menjadikan Tarot sebagai film horor dengan pendapatan tertinggi sepanjang 2015.

//viva

Youtubers mendepak Toba Dreams dari posisi kedua dengan raihan 91.460 penonton. Film debut Kemal Palevi sebagai sutradara ini mengalami peningkatan penonton sebesar 45,0% dari bulan lalu yang "hanya" 63.054 penonton.

Satu lagi film komedi debutan seorang comic, Epen Cupen the Movie menyusul di bawahnya dengan raihan yang tak terlalu jauh. Film bersetting Papua yang ditulis dan disutradarai oleh Acho ini memperoleh 62.067 penonton.

Di posisi keempat, film drama romatis LDR hanya mengumpulkan 45.734 penonton. Saya bilang "hanya", karena dengan production value yang cukup tinggi didukung dengan setting film di Verona dan sutradara Guntur Soeharjanto (99 Cahaya di Langit Eropa, Assalamualaikum Beijing) yang biasa menangani film bersetting luar negeri, raihan sebesar itu cukup mengecewakan.

Sementara itu, film horor yang baru tayang, Paku berada di posisi kelima dengan raihan 7.157 penonton, yang jauh berada di bawah Kesurupan Jumat Kliwon dengan 25.046 penonton yang notabene merupakan salah satu film horor dengan raihan terendah sepanjang 2015.

Pemuncak Bioskop Indonesia 11 Mei - 17 Mei 2015

#01 Tarot


Minggu ini: 144.041 penonton
Total: 246.486 penonton

#02 Youtubers


Minggu ini: 91.460 penonton
Total: 154.514 penonton

#03 Epen Cupen the Movie


Minggu ini: 62.067 penonton
Total: 62.067 penonton

#04 LDR


Minggu ini: 45.734 penonton
Total: 45.734 penonton

#05 Paku


Minggu ini: 7.157 penonton
Total: 7.157 penonton

Ulasan Pemuncak Bioskop Indonesia minggu lalu: Bioskop Indonesia: 'Tarot' Kalahkan 'Toba Dreams'©UP

Sunday, May 17, 2015

Box Office: 'Mad Max: Fury Road' Tampil Solid, Namun Tak Sekuat 'Pitch Perfect 2'

May 2015 - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul May 2015, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Box Office, Artikel Featured, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Box Office: 'Mad Max: Fury Road' Tampil Solid, Namun Tak Sekuat 'Pitch Perfect 2'
link : Box Office: 'Mad Max: Fury Road' Tampil Solid, Namun Tak Sekuat 'Pitch Perfect 2'

Baca juga


May 2015

Meski mendapat laba yang solid di minggu pertamanya dengan $44,4 juta, namun 'Mad Max: Fury Road' harus rela dilindas 'Pitch Perfect 2' yang tampil lebih kuat melebihi ekspektasi semua orang.
Raihan yang diperoleh sekuel film acapella remaja Pitch Perfect 2 jauh melebihi ekspektasi semua orang. Awalnya Pitch Perfect 2 diperkirakan akan memperoleh laba sekitar $40+, kemudian naik menjadi $50, dan mengejutkannya, di hari terakhir memperoleh $70,3 juta. Dengan bujet $29 juta, film yang menjadi debut Elizabeth Banks sebagai sutradara ini sudah melampaui laba total yang diperoleh film pertamanya pada 2012 dengan $65 juta. Aca-mazing. Meski review dari kritikus film cukup beragam namun penonton cukup menyukainya dengan nilai CinemaScore "A-" dan dengan dukungan penggemar yang cukup kuat, jalan masih panjang bagi Pitch Perfect 2 di box office. Film ini baru akan tayang di Indonesia 2 minggu lagi.

Film baru yang juga punya fanbase kuat (dengan segmen berbeda tentunya) Mad Max: Fury Road juga memperoleh laba yang solid dengan $44,4 juta. Bagi studio Warner Bros, raihan ini cukup memuaskan, meski — jika mau dibandingkan dengan Pitch Perfect 2 — tak bagus-bagus amat, mengingat film ini ditayangkan di 3.702 bioskop di Amerika sementara sang juara hanya di 3.473 bioskop, apalagi Fury Road berbujet masif $150 juta. Kemungkinan besar ini disebabkan karena Fury Road yang sangat segmented, mempunyai rating R (dewasa), dan punya brand yang tak terlalu kuat.

//regmedia

Namun secara internasional berbeda cerita, karena Fury Road lebih unggul. Memperoleh review yang bagus (baca review saya disini), Fury Road memperoleh $65 juta sehingga total raihannya secara global $109,4 juta. Sementara itu, Pitch Perfect 2 memperoleh $27 juta di luar Amerika.

Avengers: Age of Ultron harus rela turun sebesar 50,0% ke posisi ketiga dengan raihan $38,8 juta. Dengan dibukanya film ini di Cina beberapa hari lalu, Captain America dkk menambah $156 juta di Cina saja dan saat ini telah memperoleh $1,14 miliar dan menjadikannya film dengan pendapatan terbesar ke-8 sepanjang masa. Pertanyaannya, mampukah Age of Ultron melampaui rekor The Avengers dengan $1,51 juta?

Film komedi Reeese Witherspoon/Sofia Vergara Hot Pursuit turun drastis sebesar 59% dengan raihan $5,7 juta dan berada di posisi keempat. Di posisi kelima, Paul Blart: Mall Cop 2 masih bertahan di minggu kelimanya dengan $3,6 juta. ©UP

Weekend Box Office 8 Mei - 10 Mei 2015

#01 Pitch Perfect 2


Minggu ini: $70,300,000
Total: $70,300,000

#02 Mad Max: Fury Road


Minggu ini: $44,440,000
Total: $44,440,000

#03 Avengers: Age of Ultron


Minggu ini: $38,837,000
Total: $372,008,000

#04 Hot Pursuit


Minggu ini: $5,780,000
Total: $23,504,000

#05 Paul Blart: Mall Cop 2


Minggu ini: $3,600,000
Total: $62,929,000

Ulasan Weekend Box Office Minggu Sebelumnya: Box Office: 'Age of Ultron' Turun Drastis, Tapi Tak Mampu Dilawan 'Hot Pursuit' ©UP

Meski mendapat laba yang solid di minggu pertamanya dengan $44,4 juta, namun 'Mad Max: Fury Road' harus rela dilindas 'Pitch Perfect 2' yang tampil lebih kuat melebihi ekspektasi semua orang.
Raihan yang diperoleh sekuel film acapella remaja Pitch Perfect 2 jauh melebihi ekspektasi semua orang. Awalnya Pitch Perfect 2 diperkirakan akan memperoleh laba sekitar $40+, kemudian naik menjadi $50, dan mengejutkannya, di hari terakhir memperoleh $70,3 juta. Dengan bujet $29 juta, film yang menjadi debut Elizabeth Banks sebagai sutradara ini sudah melampaui laba total yang diperoleh film pertamanya pada 2012 dengan $65 juta. Aca-mazing. Meski review dari kritikus film cukup beragam namun penonton cukup menyukainya dengan nilai CinemaScore "A-" dan dengan dukungan penggemar yang cukup kuat, jalan masih panjang bagi Pitch Perfect 2 di box office. Film ini baru akan tayang di Indonesia 2 minggu lagi.

Film baru yang juga punya fanbase kuat (dengan segmen berbeda tentunya) Mad Max: Fury Road juga memperoleh laba yang solid dengan $44,4 juta. Bagi studio Warner Bros, raihan ini cukup memuaskan, meski — jika mau dibandingkan dengan Pitch Perfect 2 — tak bagus-bagus amat, mengingat film ini ditayangkan di 3.702 bioskop di Amerika sementara sang juara hanya di 3.473 bioskop, apalagi Fury Road berbujet masif $150 juta. Kemungkinan besar ini disebabkan karena Fury Road yang sangat segmented, mempunyai rating R (dewasa), dan punya brand yang tak terlalu kuat.

//regmedia

Namun secara internasional berbeda cerita, karena Fury Road lebih unggul. Memperoleh review yang bagus (baca review saya disini), Fury Road memperoleh $65 juta sehingga total raihannya secara global $109,4 juta. Sementara itu, Pitch Perfect 2 memperoleh $27 juta di luar Amerika.

Avengers: Age of Ultron harus rela turun sebesar 50,0% ke posisi ketiga dengan raihan $38,8 juta. Dengan dibukanya film ini di Cina beberapa hari lalu, Captain America dkk menambah $156 juta di Cina saja dan saat ini telah memperoleh $1,14 miliar dan menjadikannya film dengan pendapatan terbesar ke-8 sepanjang masa. Pertanyaannya, mampukah Age of Ultron melampaui rekor The Avengers dengan $1,51 juta?

Film komedi Reeese Witherspoon/Sofia Vergara Hot Pursuit turun drastis sebesar 59% dengan raihan $5,7 juta dan berada di posisi keempat. Di posisi kelima, Paul Blart: Mall Cop 2 masih bertahan di minggu kelimanya dengan $3,6 juta. ©UP

Weekend Box Office 8 Mei - 10 Mei 2015

#01 Pitch Perfect 2


Minggu ini: $70,300,000
Total: $70,300,000

#02 Mad Max: Fury Road


Minggu ini: $44,440,000
Total: $44,440,000

#03 Avengers: Age of Ultron


Minggu ini: $38,837,000
Total: $372,008,000

#04 Hot Pursuit


Minggu ini: $5,780,000
Total: $23,504,000

#05 Paul Blart: Mall Cop 2


Minggu ini: $3,600,000
Total: $62,929,000

Ulasan Weekend Box Office Minggu Sebelumnya: Box Office: 'Age of Ultron' Turun Drastis, Tapi Tak Mampu Dilawan 'Hot Pursuit' ©UP