Thursday, August 24, 2017

Review Film: 'Bad Genius' (2017)

Review Film: 'Bad Genius' (2017) - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Review Film: 'Bad Genius' (2017), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Drama, Artikel Kriminal, Artikel Review, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Bad Genius' (2017)
link : Review Film: 'Bad Genius' (2017)

Baca juga


Review Film: 'Bad Genius' (2017)

Film ini seru dan sangat menegangkan.

“If you don't cheat,life will cheat on you. ”
— Lynn
Rating UP:
Bad Genius mengkonfirmasi kepercayaan kita semasa sekolah bahwa menyontek merupakan sebuah thriller. Film ini menyajikan aksi contek-menyontek seolah seperti film heist. Siapa bilang menyontek itu tak menyangkut hidup-mati? Film ini tak berlebihan. Guru-guru mungkin tidak tahu bahwa bagi kita menyontek itu adalah sebuah misi yang mendebarkan. Mungkin tahu tapi sudah lupa. Atau pura-pura tidak tahu.


Film ini seru dan sangat menegangkan. Mungkin karena ia diangkat dari kisah nyata. Para siswa menyusun dan mengeksekusi rencana yang cerdik agar bisa lulus ujian adalah bahasan yang sudah lumrah. Saya berani bilang bahwa cerita semacam ini adalah pengalaman kita semua, termasuk say... maksud saya, teman-teman saya. Film ini secara khusus terinspirasi dari skandal internasional yang terjadi saat ujian SAT (Scholastic Assessment Tests).

Film dimulai dengan adegan interogasi dari siswa yang sepertinya sedang dicurigai melakukan kecurangan. Siswa pertama adalah Lynn (Chutimon Chuengcharoensukying). Ia berasal dari keluarga miskin. Ayahnya, yang baru saja bercerai, hanya seorang guru biasa. Namun Lynn berhasil masuk ke sekolah elit di Bangkok, lalu ngeles dengan sedemikian lihai hingga sukses mendapat beasiswa penuh.

Lynn kemudian baru tahu kalau ternyata siswa sekolah elit tak harus pintar semua. Kebanyakan dari mereka hanyalah anak orang kaya. Salah satunya adalah Grace (Eisaya Hosuwan) yang menjadi teman pertama Lynn, dan mungkin satu-satunya. Masalahnya, Grace tak begitu cemerlang di bidang akademis tapi ia butuh nilai yang cukup agar diperbolehkan ikut kelas akting. Jadi, Lynn bersedia membantunya saat ujian.

Hal ini segera menjadi peluang bisnis setelah pacar Grace yang juga sama lemotnya, Pat (Teeradon Supapunpinyo) menawarkan bayaran untuk jasa Lynn. Lynn sebenarnya bukan siswa yang culas. Namun melihat bagaimana mudahnya anak-anak orang kaya bisa bersekolah elit, sedikit tersentuh untuk membantu temannya, dan mempertimbangkan keuangan keluarganya yang angot-angotan, Lynn meyakinkan dirinya bahwa ini demi kebaikan bersama.

Namanya sekolah, gosip menyebar secepat arisan ibu-ibu komplek. Semakin banyak siswa yang rela membayar demi mendapatkan jawaban. Tentu saja bakal ketauan. Ingat kalau dulu kita juga punya teman yang suka ngadu? Rival Lynn, Bank (Canon Santinatornkul) melakukannya. Namun Lynn tak hanya bisa dengan cepat beradaptasi, ia juga berhasil melebarkan bisnisnya tersebut ke skala internasional.

Saya kira film ini akan menginspirasi teknik-teknik baru dalam menyontek. Mulai dari menggunakan penghapus dan sepatu sebagaimana yang dilakukan Lynn saat pertama kali, mengetukkan jari tangan, sampai memalsukan sakit perut dan memakai barcode di pensil. Semua ini sangat kreatif dan sebagian besar tak pernah saya lihat sebelumnya. Tapi siswa sekolah selalu merupakan pribadi yang bermotivasi tinggi. Saya yakin mereka mampu merancang teknik yang lebih dahsyat daripada yang dipakai di dalam film.

Karena menyontek di dunia nyata tak bisa disebut sebagai heist sungguhan, mengagumkan bagaimana sutradara Nattawut Poonpiya sukses dalam menjaga fimnya tetap menegangkan. Ia merancang setiap aksi menyontek ini layaknya sekuens dalam film heist atau semacamnya. Sinematografi dan editing dipakai sedemikian rupa untuk mengeskalasi ketegangan. Bagian puncak, ketika Lynn dkk berusaha mencurangi ujian STIC (SAT fiktif versi film) adalah ketegangan hqq karena ini melibatkan ujian skala internasional yang tentu saja punya tingkat keamanan yang tinggi sehingga butuh teknik yang lebih pelik dan timing yang lebih ketat.

Anda tahu, inilah yang bermasalah dengan pendidikan masa kini. Film ini juga menjadi kritik sosial terhadap budaya ujian dan sistem pendidikan. Kita kadung memberi standar akademis yang terbatas hanya pada nilai. Nilai bagus berarti siswa yang pintar. Padahal tidak selalu. Belum lagi korupsi dari institusi pendidikan itu sendiri yang mencederai kesempatan bagi sebagian orang untuk memperoleh pendidikan yang sepadan. Menjelang akhir, film ini sedikit menyentil ranah yang lebih gelap, dimana kita melihat salah satu karakternya terbawa korup. Namun film ditutup dengan ending yang positif, mungkin demi memberi pesan moral.

Ini membuat Bad Genius tak terkesan menglorifikasi contek-menyontek, meskipun cara filmnya mempresentasikan sekuens contek-menyontek menjadikannya terlihat keren. Ingat adik-adik, menyontek ini tidak boleh.... kalau sampai ketahuan. Eh, maaf. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Bad Genius

93 menit
Remaja - BO
Nattawut Poonpiriya
Nattawut Poonpiriya, Tanida Hantaweewatana, Vasudhorn Piyaromna
Scott Rudin, Eli Bush, Evelyn O'Neil
Hualampong Riddim


Demikianlah Artikel Review Film: 'Bad Genius' (2017)

Sekianlah artikel Review Film: 'Bad Genius' (2017) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Review Film: 'Bad Genius' (2017) dengan alamat link https://moviefilm99.blogspot.com/2017/08/review-film-genius-2017.html

No comments:

Post a Comment