Wednesday, July 1, 2015

Review Film: 'The Age of Adaline' (2015)

Review Film: 'The Age of Adaline' (2015) - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Review Film: 'The Age of Adaline' (2015), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Drama, Artikel Review, Artikel Romance, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'The Age of Adaline' (2015)
link : Review Film: 'The Age of Adaline' (2015)

Baca juga


Review Film: 'The Age of Adaline' (2015)

Sebagai drama cinta dengan sentuhan fantasi, 'The Age of Adaline' takkan pernah bisa dicerna secara logika, tapi secara emosional cukup mengena, paling tidak di bagian akhir.

“Tell me something I can hold on to forever and never let me go”
— Adaline
Hidup abadi dan tak pernah menua adalah dua hal yang mungkin menjadi impian setiap orang. Namun bagaimana jika hal itu benar-benar terjadi? Bagaimana cara membaur dengan orang-orang sekitar yang normal dan menua? Bagaimana menghadapi kehilangan orang-orang tersayang yang tergerus karena usia? The Age of Adaline mengangkat premis tersebut dengan menyuntikkan beberapa dosis romansa. Namun yang membuat film ini lebih superior dibanding roman picisan masa kini adalah unsur dramanya.

Di awal film, kita diperkenalkan dengan Adaline Bowman (Blake Lively), seorang wanita muda yang lahir di tahun 1908, menjalani hidup normal, menikah dan punya anak. Sayangnya di usia 29 tahun, suaminya meninggal dalam proyek pembangunan jembatan Golden Gate. Tragedi ini mengantarkan Adaline mengalami kecelakaan yang nyaris merenggut nyawanya, tapi akibat suatu peristiwa magis — dijelaskan dengan narasi ilmiah yang tetap saja tak masuk akal — membuatnya menjadi manusia yang tak bisa menua. Adaline bisa mati, namun dia takkan termakan usia.

Beralih ke masa sekarang, Adaline berkenalan dengan seorang miliarder muda yang tampan, Ellis Jones (Michiel Huisman). Terpikat dengan pesona dan metode pedekate yang berbeda dengan pria lain, membuat Adaline mulai terpikat pada Ellis. Singkat cerita, keduanya menjalin hubungan asmara. Semua berjalan dengan lancar, hingga saat Ellis mengajak Adaline untuk mengunjungi kedua orangtuanya, memaksa Adaline untuk berhadapan dengan kekasih masa lalunya.


Kondisi Adaline ini mungkin memang terdengar too-good-to-be-true. Tapi, pastinya ini menghadirkan konflik tersendiri. Di awal film diceritakan bahwa Adaline nyaris menjadi objek penelitian oleh FBI. Selain itu, dia juga harus berpindah-pindah tempat tinggal agar tidak menimbulkan kecurigaan orang lain. Masalah terbesar (setidaknya bagi Adaline) adalah kondisinya yang membuatnya tak bisa menjalin hubungan cinta yang normal. Saya pikir menarik seandainya film ini mengeksplorasi bagaimana Adaline beradaptasi dan menghadapi lingkungannya. Sayangnya, penulis naskah J. Mills Goodloe dan Salvador Paskowitz mengambil jalan pintas dan menceritakannya dengan sekilas dan sederhana.

Melalui beberapa flashback yang efektif, kita diperlihatkan dengan masa lalu Adaline. Penggarapan film yang serius bisa dilihat dari desain produksi yang tak main-main, termasuk set lokasi, make-up dan tata busana yang menangkap dengan baik jaman yang tengah disorot. Sutradara Lee Toland Krieger dengan bantuan sinematografer David Lazenberg melakukan pengambilan gambar dengan indah, membuat The Age of Adaline menjadi film yang cantik secara visual, cocok dengan atmosfir fantasi yang diangkat filmnya.

Sebagai Adaline, Blake Lively memberikan penampilan yang meyakinkan. Dengan tampilan fisik yang tak berubah, Lively membawakan kematangan emosional dan beban moral dari seseorang yang telah hidup selama lebih dari 10 dekade. Menawan, karismatik, sangat dewasa, dan bijak. Dengan halus, Lively tampil ekspresif hanya dari sunggingan senyum, kerutan alis dan dialog yang minimalis. Sayang, skenario film membuatnya tak punya ruang gerak lebih banyak.

Paruh pertama The Age of Adaline menghabiskan terlalu banyak waktu untuk menceritakan kisah asmara Adaline dengan Ellis. Mungkin ini dimaksudkan untuk membuat kita berinvestasi pada karakter, but really, tak ada hal yang benar-benar baru, yang belum pernah kita lihat sebelumnya dalam film romance lainnya.

Tepat saat saya mulai skeptis, The Age of Adaline bergerak ke arah yang tak saya duga. Pertemuannya dengan William Jones (Harrison Ford) membangkitkan kenangan masa lalunya, membuat Adaline harus mempertimbangkan kembali keputusannya untuk terus lari saat terlibat terlalu jauh dengan orang lain. Disinilah penonton dibuat merasakan konflik batin yang sebenarnya. Momen saat Lively dan Ford bertemu adalah momen paling mencuri perhatian dari keseluruhan film. Dan Ford memberikan penampilan terbaik dari screentime-nya yang hanya sebentar.

Ending film ini adalah salah satu dari banyak hal yang predictable dari The Age of Adaline. Di akhir film, lagi-lagi narator akan memberikan penjelasan tak rasional dengan istilah-istilah canggih untuk menutup kisah Adaline. Senada dengan narator tersebut, film ini takkan pernah bisa dicerna secara logika, tapi secara emosional cukup mengena, paling tidak di bagian akhir. Ah, kalau saja seluruh film ini punya bobot yang setara dengan paruh terakhirnya. ■UP

'The Age of Adaline' |
|

IMDb | Rottentomatoes
132 menit | Remaja

Sutradara: Lee Toland Krieger
Penulis: J. Mills Goodloe, Salvador Paskowitz
Pemain: Blake Lively, Michiel Huisman, Harrison Ford


Demikianlah Artikel Review Film: 'The Age of Adaline' (2015)

Sekianlah artikel Review Film: 'The Age of Adaline' (2015) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Review Film: 'The Age of Adaline' (2015) dengan alamat link https://moviefilm99.blogspot.com/2015/07/review-film-age-of-adaline-2015.html

No comments:

Post a Comment