Saturday, August 8, 2015

Review Film: 'Serena' (2015)

Review Film: 'Serena' (2015) - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Review Film: 'Serena' (2015), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Drama, Artikel Review, Artikel Romance, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Serena' (2015)
link : Review Film: 'Serena' (2015)

Baca juga


Review Film: 'Serena' (2015)

Dilihat sekilas, 'Serena' punya kualifikasi yang layak untuk ambil bagian dalam festival maupun ajang penghargaan film. Sayangnya, film ini menjadi melodrama tak jelas yang tak tahu arah.

“Nothing that happened before even exists.”
— Serena
Jennifer Lawrence dan Bradley Cooper mungkin adalah pasangan serasi dalam Silver Linings Playbook, namun dalam kolaborasi ketiga ini, hubungan keduanya payah, baik bagi mereka sendiri (dalam konteks film, tentunya) maupun bagi penonton. Diproduksi di sela-sela Silver Linings Playbook dan American Hustle, Serena harus mengalami proses pasca-produksi yang cukup panjang sejak 2012 dan baru bisa kita tonton 3 tahun kemudian.

Dilihat sekilas, Serena tampak sebagai tipikal film yang layak ambil bagian dalam festival maupun penghargaan film: diangkat dari novel best-seller karya Ron Rash, bercerita tentang drama berat ala Macbeth, disutradarai oleh sutradara pemenang Academy Award, Susanne Bier — yang memperoleh piala Best Foreign Language Film untuk In a Better World pada 2011 — serta dimainkan oleh 2 bintang muda favorit Academy. Hmm. Bahkan secara visual, film ini bisa dibilang merupakan suatu pencapaian yang cukup mengagumkan. Sayangnya, Serena menjadi film melodrama yang tak jelas. Ada banyak peristiwa yang terjadi, tapi hanya sedikit yang akan penonton pedulikan.

Dengan setting di era Depresi Amerika, Bradley Cooper bermain sebagai George Pemberton, seorang pengusaha perkayuan yang sangat sukses di North Carolina. Di awal film, kita melihatnya tengah berburu bersama partner bisnisnya, Buchanan (David Dencik) dan seorang tukang kayu kepercayaannya, Galloway (Rhys Ifans). Cerita beralih saat kemudian George pergi ke kota untuk memperoleh pinjaman dari bank dan bertemu dengan gadis misterius nan menawan, Serena (Lawrence).

Mungkin ini sulit dipercaya, namun tepat setelah George berujar "Kita sebaiknya menikah", kita melihat keduanya bercumbu dan memulai kehidupan baru sebagai keluarga. Entah di era Depresi, memang budayanya seperti itu, namun saya mengharapkan adanya sedikit relationship development.

Mempunyai masa lalu yang tragis, Serena adalah wanita yang mandiri dan punya mental yang kuat. Segera, dia ikut andil dalam bisnis sang suami. Masalah muncul saat sherif setempat (Toby Joness) berencana membeli lahan George untuk membuat taman nasional. Bersama dengan Buchanan, sherif ingin memanfaatkan kasus penyuapan yang dilakukan George untuk menjegalnya. Meski awalnya hanya sekedar memberi saran, Serena tak tinggal diam dan mulai bertindak aktif, yang pada akhirnya membuat kehamilannya mengalami keguguran. Serena divonis tak mempunyai anak. Situasi semakin rumit, saat masa lalu George yang ditutup rapat diketahui oleh Serena. Pada akhirnya, tendensi bengis Serena mengantarkan semua karakter kita pada akhir yang depresif.


Sangat sulit untuk benar-benar terikat dengan semua karakter dalam Serena, entah itu karena underdeveloped maupun karena kepribadian yang tak konsisten. Begitu juga dengan Cooper dan Lawrence. Keduanya memberikan penampilan yang solid. Kita bisa tahu mereka punya energi dan bakat yang mumpuni dari adegan dramatis masing-masing, tapi saat disandingkan berdua, mereka tak pernah klik. Ini menurut saya adalah faktor utama yang membuat film Serena terasa hambar. Hubungan keduanya tak meyakinkan sejak awal.

Sutradara Susanne Bier terkesan tak tahu harus membawa filmnya ke arah mana. Di satu momen, film ini terlihat seperti kisah cinta tragis, di momen yang lain seperti film drama nihilis, bahkan terkadang terasa seperti film thriller brutal. Saya tak tahu apakah ini disebabkan karena naskah yang ditulis oleh Christopher Kyle atau memang Bier yang tak mampu meng-handle filmnya sendiri. Bicara soal naskah, dialog-dialog garingnya mungkin bisa dimaafkan, tapi ada cukup banyak adegan tak relevan yang nyelip dimana-mana yang membuat film ini terkesan tak fokus.

Satu hal yang patut dipuji dari Serena adalah tata produksinya yang mengagumkan, yang mungkin setara dengan (jika tak mengalahkan) film macam 12 Years a Slave. Desain kostum dan set lokasinya luar biasa. Sinematografer Morten Soborg menangkap lanskap Smoky Mountain dengan lensa wide, menghasilkan sajian visual yang memuaskan.

Ending film membuat kita merasa kasihan dengan nasib tragis yang dialami masing-masing karakter, sebagaimana kita juga kasihan melihat bakat mereka yang tersia-siakan dalam film melodrama yang saya analogikan sebagai rangkaian puzzle berbeda yang dipaksa disatukan. ■ UP

'Serena' \
|


IMDb | Rottentomatoes
109 menit | Dewasa

Sutradara: Susanne Bier
Penulis: Christopher Kyle (screenplay), Ron Rash (buku)
Pemain: Jennifer Lawrence, Bradley Cooper, Rhys Ifans


Demikianlah Artikel Review Film: 'Serena' (2015)

Sekianlah artikel Review Film: 'Serena' (2015) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Review Film: 'Serena' (2015) dengan alamat link https://moviefilm99.blogspot.com/2015/08/review-film-2015_8.html

No comments:

Post a Comment