Thursday, March 7, 2019

Review Film: 'Captain Marvel' (2019)

Review Film: 'Captain Marvel' (2019) - Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Review Film: 'Captain Marvel' (2019), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Adventure, Artikel Aksi, Artikel Review, Artikel Sci-Fi, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Captain Marvel' (2019)
link : Review Film: 'Captain Marvel' (2019)

Baca juga


Review Film: 'Captain Marvel' (2019)

Film ini berhasil memperkenalkan kita dengan Captain Marvel, tapi tidak dengan Carol Danvers.

“I think I have a life here. But I can't tell if it's real.”
— Carol Danvers
Rating UP:
Hal terbaik yang dilakukan film ini adalah ia berhasil memperkenalkan kita pada salah satu entitas terkuat dalam Marvel Cinematic Universe (MCU) yang bernama Captain Marvel. Namun, ia gagal memperkenalkan kita kepada pahlawan bernama Carol Danvers. Kita banyak melihat bagaimana sang karakter memamerkan kekuatannya dan mengalahkan musuh dengan begitu mudah. Di balik kostum, sayangnya, kita tak tahu banyak soal siapa yang sudah menyelamatkan planet kita. Dari yang bisa saya simpulkan, ia hanyalah superhero yang sangat generik.


Saya sebetulnya tak ingin mempercayai itu. Captain Marvel adalah film resmi Marvel pertama yang menampilkan superhero wanita sebagai pusatnya. Ia juga merupakan pahlawan yang (barangkali) mampu mengatasi ancaman Thanos dalam Avengers: Endgame nanti. Captain Marvel layak mendapatkan film yang lebih baik, film yang punya dimensi dan bobot. Ia seharusnya adalah superhero yang juga lebih baik, pahlawan yang punya kepribadian dan tekad yang membuatnya pantas kita elu-elukan.

Bukan berarti film ini tak banyak memberitahu kita soal siapa Captain Marvel. Nama aslinya adalah Vers (Brie Larson), anggota tim militer bangsa Kree, Starforce, yang dikomandoi oleh Yon-Rogg (Jude Law) yang juga merupakan mentornya. Kree, sebagaimana yang kita ingat dari Guardians of the Galaxy, adalah alien berdarah biru (dan kadang berkulit biru) mirip manusia yang tinggal di Planet Hala. Vers punya kemampuan untuk menembakkan laser foton dari tangannya. Dan ini tentu saja sangat membantu, karena kaum Kree tengah berperang melawan bangsa Skrull yang punya tampang menyeramkan mirip goblin.

Sebuah misi yang gagal mengantarkan Vers terdampar ke bumi. Peristiwa ini juga membawa serta beberapa Skrull. Seramnya, Skrull punya kemampuan untuk berganti wujud, bisa berubah menjadi siapa saja dengan kemiripan sampai ke DNA. Ada masalah lain: di bumi, tak ada orang yang punya kekuatan kosmik. Tidak juga dengan Nick Fury (Samuel L Jackson) yang masih belum pernah ketemu Iron Man, Captain Amerika, dkk. Mari kita jeda sejenak untuk mengapresiasi apa yang dilakukan studio Marvel terhadap Nick Fury ini. Dengan sihir digital, Samuel L Jackson dijadikan jauh lebih muda hingga 3 dekade. Hasilnya sangat mulus, dan ini dilakukan hampir sepanjang durasi. Saya tak terasa sedang menyaksikan polesan komputer.

Betul sekali, waktunya jauh sebelum Avengers diciptakan. Nick Fury juga masih menjadi karyawan level rendah di SHIELD. Terus, ada juga anak baru yang bernama Coulson (siapa yah?). Setting ini sayangnya cuma dipakai untuk polesan saja, tak nempel denga sempurna seperti Captain America: The First Avengers. Bagian ini hanya untuk seru-seruan menampilkan beberapa referensi budaya pop di era tersebut, mulai dari rental video, pager, hingga warnet. Ini juga jadi jebakan umur, dimana beberapa penonton yang bareng saya terkekeh saat mendengar lagu-lagu dari band 90-an macam Nirvana dan No Doubt. Saya tidak. Apaan sih Nirvana?! Gak kenal tuh saya.

Vers tidak tahu siapa dirinya karena ia hilang ingatan. Tapi kita agaknya lebih tahu. Nama asli-aslinya adalah Carol Danvers. Lewat beberapa kilasan masa lalu, kita tahu bahwa ia dulunya adalah seorang pilot militer. Kita melihatnya menjalani latihan, digoda di bar bahkan jauh hingga ia nekat ngebut-ngebutan dengan gokart saat masih kecil. Jadi, sebetulnya origin story Captain Marvel lebih rumit dari superhero kebanyakan. Ia punya dua origin story. Sutradara Anna Boden & Ryan Fleck yang juga bertindak sebagai salah dua penulis naskah, menemukan solusi untuk memecahkan masalah ini. Ada pula sedikit detail cantik soal bagaimana mereka bermain dengan struktur untuk menghandel beberapa klise. Namun, setelah paruh pertama, film ini serasa terbang dengan mode autopilot.

Boden & Fleck adalah sutradara di balik Half Nelson dan Mississippi Grind, film-film yang boleh dibilang sangat berbasis pada karakter. Ini adalah film besar perdana mereka, dan kepribadian mereka hilang ditelan hingar-bingar blockbuster. Brie Larson adalah aktris yang kompeten, ekspresi spontannya sangat nampol. Namun ia tak diberi cukup ruang untuk mengejawantahkan Carol Danvers sebagai karakter yang kompleks dan manusiawi. Ada beberapa momen dramatis, misalnya pertemuan Carol dengan dua orang penting dalam hidupnya (diperankan oleh Lashana Lynch dan Annette Benning), tapi Carol tetap terasa sebagai karakter yang cenderung kosong. Memang pada akhirnya ia menemukan determinasi, tapi pasti ada cara yang lebih elegan untuk menceritakannya. Yang tersisa untuk dinikmati adalah chemistry ala buddy-movie antara Larson dengan Jackson yang sangat asyik. Oh, dan ada kucing lucu yang siap mencuri perhatian kita setiap kali ia muncul.

Mungkin karena sang karakter tituler terlalu kuat, atau musuhnya yang terlalu lemah. Pahlawan spesial butuh musuh spesial. Skrull merupakan villain yang menarik dan "berbeda", tapi film ini tak punya villain yang bisa mendorong pahlawan kita ke titik nadir. Cerita besarnya terlalu familiar. Adegan aksinya monoton dan tak imajinatif walau sudah melibatkan efek spesial dan jurus lvl kosmik. Tak ada bobot, ruang, dan stake yang berarti. Barangkali karena saya sudah terlalu banyak menonton film superhero. Saat ini, superhero rasa-rasanya memang menyelamatkan dunia seperti makan obat saja, sehari tiga kali.

Film ini tak bisa saya bilang jelek. Pace-nya lumayan cepat dan tak bertele-tele, sehingga tak begitu membosankan. Hanya saja, kesannya secara keseluruhan yaa hambar. Filmnya terasa seperti diproduksi oleh pabrik otomatis Marvel. Tugas paling sukses yang dilakukannya adalah menjadi ekstensi yang memadai bagi mitologi Marvel; menyusul ketertinggalan dari para Avengers lain dan mengisi potongan puzzle dari MCU. Carol Danvers alias Captain Marvel punya potensi, tapi misinya disini agaknya hanya untuk memanaskan mesin Avengers: Endgame. Mungkin lain kali. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem dan di instagram: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Captain Marvel

124 menit
Remaja - BO
Anna Boden, Ryan Fleck
Anna Boden, Ryan Fleck, Geneva Robertson-Dworet (screenplay), Stan Lee, Roy Thomas, Gene Colan (komik)
Kevin Feige
Ben Davis
Pinar Toprak

Diulas oleh


Demikianlah Artikel Review Film: 'Captain Marvel' (2019)

Sekianlah artikel Review Film: 'Captain Marvel' (2019) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Review Film: 'Captain Marvel' (2019) dengan alamat link https://moviefilm99.blogspot.com/2019/03/review-film-marvel-2019.html

No comments:

Post a Comment