Monday, September 18, 2017

‘Beverly Hills Cop 4’ Bidik Tom Hardy & Channing Tatum

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : ‘Beverly Hills Cop 4’ Bidik Tom Hardy & Channing Tatum
link : ‘Beverly Hills Cop 4’ Bidik Tom Hardy & Channing Tatum

Baca juga


Paramount tetap menjalankan rencananya untuk membuat 'Beverly Hills Cop 4' dan melirik Tom Hardy serta Channing Tatum.

Beverly Hills Cop dikenal melejitkan karir seorang Eddie Murphy setelah ia bermain sebagai polisi Axel Foley di film rilisan 1984. Tak hanya itu, Beverly Hills Cop juga sukses menjadi franchise dengan menelurkan dua sekuel yang dirilis 1987 dan 1994. Sayangnya, meski ketiga film Beverly Hills Cop menorehkan total pendapatan fantastis sebesar $735 juta, kualitas franchise action komedi ini dinilai cenderung melemah di setiap serinya. Kendati demikian, Paramount tetap menjalankan rencananya untuk membuat Beverly Hills Cop 4.

Seperti dilansir JoBlo, seri keempat ini mengisahkan Axel Foley yang telah nyaman menjalani hidupnya sebagai polisi Beverly Hills. Karena suatu alasan, Foley akhirnya kembali ke tempat asalnya, Detroit, di saat musim dingin untuk melacak peraturan baru dan musuh lama di kotanya.

Disutradarai Adil El Arbi dan Bilall Fallah, Murphy disebut tertarik untuk kembali memainkan karakter ikoniknya di Beverly Hills Cop 4. Kini muncul kabar baru bahwa Tom Hardy (Mad Max: Fury Road) dan Channing Tatum (Kingsman: The Golden Circle) berpotensi menjadi lawan main Murphy. Lalu bicara soal peran, dua aktor kawakan ini dilirik untuk menjadi seorang polisi baru di Detroit yang berseteru dengan Foley. Belum ada keterangan lebih lanjut siapa di antara Hardy dan Tatum yang menjadi kandidat utama. Namun yang jelas, kabarnya para produser Beverly Hills Cop 4 siap mengincar aktor ternama lainnya jika Hardy dan Tatum batal bergabung.

Dan untuk diketahui pula, rupanya Murphy yang menyebabkan Beverly Hills Cop 4 tak kunjung diproduksi. Pasalnya, Murphy diketahui tak ingin kembali di seri keempat kecuali ia merasa film ini lebih baik dibanding pendahulunya. Sikap Murphy pun dinilai masuk akal jika melihat status Beverly Hills Cop 3 sebagai seri terburuk dalam franchise. Namun karena kini pencarian pemain telah dimulai, tampaknya Beverly Hills Cop 4 berhasil meyakinkan Murphy dan kian dekat dengan proses produksi. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Paramount tetap menjalankan rencananya untuk membuat 'Beverly Hills Cop 4' dan melirik Tom Hardy serta Channing Tatum.

Beverly Hills Cop dikenal melejitkan karir seorang Eddie Murphy setelah ia bermain sebagai polisi Axel Foley di film rilisan 1984. Tak hanya itu, Beverly Hills Cop juga sukses menjadi franchise dengan menelurkan dua sekuel yang dirilis 1987 dan 1994. Sayangnya, meski ketiga film Beverly Hills Cop menorehkan total pendapatan fantastis sebesar $735 juta, kualitas franchise action komedi ini dinilai cenderung melemah di setiap serinya. Kendati demikian, Paramount tetap menjalankan rencananya untuk membuat Beverly Hills Cop 4.

Seperti dilansir JoBlo, seri keempat ini mengisahkan Axel Foley yang telah nyaman menjalani hidupnya sebagai polisi Beverly Hills. Karena suatu alasan, Foley akhirnya kembali ke tempat asalnya, Detroit, di saat musim dingin untuk melacak peraturan baru dan musuh lama di kotanya.

Disutradarai Adil El Arbi dan Bilall Fallah, Murphy disebut tertarik untuk kembali memainkan karakter ikoniknya di Beverly Hills Cop 4. Kini muncul kabar baru bahwa Tom Hardy (Mad Max: Fury Road) dan Channing Tatum (Kingsman: The Golden Circle) berpotensi menjadi lawan main Murphy. Lalu bicara soal peran, dua aktor kawakan ini dilirik untuk menjadi seorang polisi baru di Detroit yang berseteru dengan Foley. Belum ada keterangan lebih lanjut siapa di antara Hardy dan Tatum yang menjadi kandidat utama. Namun yang jelas, kabarnya para produser Beverly Hills Cop 4 siap mengincar aktor ternama lainnya jika Hardy dan Tatum batal bergabung.

Dan untuk diketahui pula, rupanya Murphy yang menyebabkan Beverly Hills Cop 4 tak kunjung diproduksi. Pasalnya, Murphy diketahui tak ingin kembali di seri keempat kecuali ia merasa film ini lebih baik dibanding pendahulunya. Sikap Murphy pun dinilai masuk akal jika melihat status Beverly Hills Cop 3 sebagai seri terburuk dalam franchise. Namun karena kini pencarian pemain telah dimulai, tampaknya Beverly Hills Cop 4 berhasil meyakinkan Murphy dan kian dekat dengan proses produksi. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Sutradara 'Kingsman' Ungkap Visinya Jika Garap 'Man of Steel 2'

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Sutradara 'Kingsman' Ungkap Visinya Jika Garap 'Man of Steel 2'
link : Sutradara 'Kingsman' Ungkap Visinya Jika Garap 'Man of Steel 2'

Baca juga


Pembesut dua film 'Kingsman' mengutarakan visinya jika ia berakhir menyutradarai 'Man of Steel 2'.

Di balik kesuksesannya sebaga cikal bakal Batman v Superman sang pembuka DC Extended Universe, Man of Steel menuai kritik lantaran menjadi film Superman yang tak seharusnya. Alih-alih penuh asa dan optimistis, film besutan Zack Snyder justru menggambarkan Superman secara manusiawi, yang tak lepas dari sisi kelam hingga meninggalkan kesan ambigu tersendiri. Bagi penggemar trilogi The Dark Knight, sentuhan realistis dari Snyder tentu menjadi hal istimewa. Namun bagi yang lebih suka Superman klasik versi Richard Donner, visi Snyder jelas dianggap keluar dari jalur. Alhasil, polarisasi pendapat ini pun menjadikan Man of Steel film yang divisif dan mudah diperdebatkan.

Kini, seiring dikembangkannya Man of Steel 2 yang masih tanpa sutradara dan tanggal rilis, fans merasa penasaran akan seperti apa film solo Superman berikutnya. Pertanyaan ini akhirnya dijawab satu nama yang saat ini menjadi calon sutradara, yakni Matthew Vaughn. Kepada Collider, pembesut dua film Kingsman ini mengutarakan visinya jika ia berakhir menyutradarai Man of Steel 2.

Seolah terinspirasi Donner dan ingin setia dengan komik, Vaughn mengakui ia berniat menjadikan Superman karakter yang penuh warna, selalu positif dan heroik. Meski tak menampik visinya terdengar membosankan, Vaughn menilai visi seperti inilah yang harusnya diusung film Superman.

“Anehnya jika saya menangani film Superman, visi saya terasa membosankan tapi cocok untuk film Superman. Saya ingin menghadirkan versi modern dari film Superman karya Richard Donner. Kembali mengakar pada komiknya. Bagi saya, Superman itu penuh warna, selalu positif dan heroik. Dia adalah penerang dalam kegelapan. Begitulah Superman seharusnya, menurut saya,”tutur Vaughn.

Lebih dari itu, Vaughn juga mengakui ia sempat berbincang dengan pihak Warner Bros./DC terkait Man of Steel 2. Belum diketahui apakah perbincangan ini sebatas kopi darat biasa atau justru mengarah ke negosiasi. Satu yang pasti, jika Vaughn terpilih menjadi sutradara, maka visinya akan mengembalikan Superman ke jalan yang benar. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Pembesut dua film 'Kingsman' mengutarakan visinya jika ia berakhir menyutradarai 'Man of Steel 2'.

Di balik kesuksesannya sebaga cikal bakal Batman v Superman sang pembuka DC Extended Universe, Man of Steel menuai kritik lantaran menjadi film Superman yang tak seharusnya. Alih-alih penuh asa dan optimistis, film besutan Zack Snyder justru menggambarkan Superman secara manusiawi, yang tak lepas dari sisi kelam hingga meninggalkan kesan ambigu tersendiri. Bagi penggemar trilogi The Dark Knight, sentuhan realistis dari Snyder tentu menjadi hal istimewa. Namun bagi yang lebih suka Superman klasik versi Richard Donner, visi Snyder jelas dianggap keluar dari jalur. Alhasil, polarisasi pendapat ini pun menjadikan Man of Steel film yang divisif dan mudah diperdebatkan.

Kini, seiring dikembangkannya Man of Steel 2 yang masih tanpa sutradara dan tanggal rilis, fans merasa penasaran akan seperti apa film solo Superman berikutnya. Pertanyaan ini akhirnya dijawab satu nama yang saat ini menjadi calon sutradara, yakni Matthew Vaughn. Kepada Collider, pembesut dua film Kingsman ini mengutarakan visinya jika ia berakhir menyutradarai Man of Steel 2.

Seolah terinspirasi Donner dan ingin setia dengan komik, Vaughn mengakui ia berniat menjadikan Superman karakter yang penuh warna, selalu positif dan heroik. Meski tak menampik visinya terdengar membosankan, Vaughn menilai visi seperti inilah yang harusnya diusung film Superman.

“Anehnya jika saya menangani film Superman, visi saya terasa membosankan tapi cocok untuk film Superman. Saya ingin menghadirkan versi modern dari film Superman karya Richard Donner. Kembali mengakar pada komiknya. Bagi saya, Superman itu penuh warna, selalu positif dan heroik. Dia adalah penerang dalam kegelapan. Begitulah Superman seharusnya, menurut saya,”tutur Vaughn.

Lebih dari itu, Vaughn juga mengakui ia sempat berbincang dengan pihak Warner Bros./DC terkait Man of Steel 2. Belum diketahui apakah perbincangan ini sebatas kopi darat biasa atau justru mengarah ke negosiasi. Satu yang pasti, jika Vaughn terpilih menjadi sutradara, maka visinya akan mengembalikan Superman ke jalan yang benar. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Daftar Pemenang Toronto International Film Festival (TIFF) 2017

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Award, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Daftar Pemenang Toronto International Film Festival (TIFF) 2017
link : Daftar Pemenang Toronto International Film Festival (TIFF) 2017

Baca juga


Bukan 'The Shape of Water' atau 'Lady Bird', yang memenangkan piala tertinggi TIFF tahun ini adalah 'Three Billboards Outside Ebbing, Missouri'. Berikut daftar lengkap pemenangnya.

Diselenggarakan sejak 7 sampai dengan 17 September lalu, Toronto International Film Festival (TIFF) ke-42 sudah resmi ditutup, dengan hasil yang bisa dibilang sedikit mengejutkan. Dua film yang banyak dibicarakan sepanjang festival berlangsung yaitu The Shape of Water-nya Guillermo del Toro dan Lady Bird-nya Greta Gerwig bahkan tak masuk dalam 3 besar People's Choice Award, penghargaan tertinggi dalam festival ini.

Yang berhasil merebut piala tersebut adalah Three Billboards Outside Ebbing, Missouri dari Martin McDonagh yang bercerita tentang seorang ibu (Frances McDormand) yang melakukan perbuatan ekstrim setelah polisi lokal (Woody Harrelson, Sam Rockwell) gagal menyelamatkan putrinya. Sebagai runner-up adalah I, Tonya garapan Craig Gillespie dan Call Me By Your Name milik Luca Guadagnino.

Dalam program Midnight Madness, piala People's Choice Award menjadi milik Bodied-nya Joseph Kahn, diikuti oleh The Disaster Artist-nya James Franco dan Brawl in Cell Block 99-nya S. Craig Zahler.

Pemenang kategori Platform Prize, satu dari hanya tiga kategori yang diseleksi oleh juri, adalah Sweet Country film Western asal Australia yang disutradarai oleh Warwick Thornton.

Panitia mengklaim bahwa dalam TIFF kali ini total ada 255 film panjang dan 84 film pendek yang ditayangkan, dimana 147 diantaranya tayang premier. Meski demikian, jumlah ini katanya berkurang 20% dibanding tahun lalu.

Berikut daftar pemenang Toronto International Film Festival (TIFF) ke-42.

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

People's Choice Award

Three Billboards Outside Ebbing, Missouri - Martin McDonagh


People's Choice Award First Runner Up

I, Tonya - Craig Gillespie


People's Choice Award Second Runner Up

Call Me by Your Name - Luca Guadagnino


People's Choice Award, Documentary Winner

Faces Places - Agnès Varda and JR


People's Choice Award, Documentary First Runner Up

Long Time Running - Jennifer Baichwal and Nicholas de Pencier


People's Choice Award, Documentary Second Runner Up

Super Size Me 2: Holy Chicken! - Morgan Spurlock


People's Choice Award, Midnight Madness Winner

Bodied - Joseph Kahn


People's Choice Award, Midnight Madness First Runner Up

The Disaster Artist - James Franco


People's Choice Award, Midnight Madness Second Runner Up

Brawl in Cell Block 99 - S. Craig Zahler


Platform Prize

Sweet Country - Warwick Thornton


Platform Prize, Honourable Mention

Dark River - Clio Barnard


Best Canadian Feature Film

Ravenous (Les Affamés) - Robin Aubert


Best Canadian Feature Film, Honourable Mention

The Little Girl Who Was Too Fond of Matches (La petite fille qui aimait trop les allumettes) - Simon Lavoie


Best Canadian Short Film

Pre-Drink - Marc-Antoine Lemire


Best Canadian Short Film, Honourable Mention

The Tesla World Light - Matthew Rankin


Best Canadian First Feature Film

Luk'Luk'I - Wayne Wapeemukwa


Best Canadian First Feature Film, Honourable Mention

Ava - Sadaf Foroughi


FIPRESCI Discovery Prize

Ava - Sadaf Foroughi


FIPRESCI Special Presentations

The Motive - Manuel Martín Cuenca


Best International Short Film

The Burden - Niki Lindroth von Bahr


Best International Short Film, Honourable Mention

A Gentle Night - Qiu Yang


Netpac Award for World or International Asian Film Premiere

The Great Buddha+ - Huang Hsin-Yao

■UP
Pantau terus rekap Awards Season di UlasanPilem via kanal berikut

Bukan 'The Shape of Water' atau 'Lady Bird', yang memenangkan piala tertinggi TIFF tahun ini adalah 'Three Billboards Outside Ebbing, Missouri'. Berikut daftar lengkap pemenangnya.

Diselenggarakan sejak 7 sampai dengan 17 September lalu, Toronto International Film Festival (TIFF) ke-42 sudah resmi ditutup, dengan hasil yang bisa dibilang sedikit mengejutkan. Dua film yang banyak dibicarakan sepanjang festival berlangsung yaitu The Shape of Water-nya Guillermo del Toro dan Lady Bird-nya Greta Gerwig bahkan tak masuk dalam 3 besar People's Choice Award, penghargaan tertinggi dalam festival ini.

Yang berhasil merebut piala tersebut adalah Three Billboards Outside Ebbing, Missouri dari Martin McDonagh yang bercerita tentang seorang ibu (Frances McDormand) yang melakukan perbuatan ekstrim setelah polisi lokal (Woody Harrelson, Sam Rockwell) gagal menyelamatkan putrinya. Sebagai runner-up adalah I, Tonya garapan Craig Gillespie dan Call Me By Your Name milik Luca Guadagnino.

Dalam program Midnight Madness, piala People's Choice Award menjadi milik Bodied-nya Joseph Kahn, diikuti oleh The Disaster Artist-nya James Franco dan Brawl in Cell Block 99-nya S. Craig Zahler.

Pemenang kategori Platform Prize, satu dari hanya tiga kategori yang diseleksi oleh juri, adalah Sweet Country film Western asal Australia yang disutradarai oleh Warwick Thornton.

Panitia mengklaim bahwa dalam TIFF kali ini total ada 255 film panjang dan 84 film pendek yang ditayangkan, dimana 147 diantaranya tayang premier. Meski demikian, jumlah ini katanya berkurang 20% dibanding tahun lalu.

Berikut daftar pemenang Toronto International Film Festival (TIFF) ke-42.

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

People's Choice Award

Three Billboards Outside Ebbing, Missouri - Martin McDonagh


People's Choice Award First Runner Up

I, Tonya - Craig Gillespie


People's Choice Award Second Runner Up

Call Me by Your Name - Luca Guadagnino


People's Choice Award, Documentary Winner

Faces Places - Agnès Varda and JR


People's Choice Award, Documentary First Runner Up

Long Time Running - Jennifer Baichwal and Nicholas de Pencier


People's Choice Award, Documentary Second Runner Up

Super Size Me 2: Holy Chicken! - Morgan Spurlock


People's Choice Award, Midnight Madness Winner

Bodied - Joseph Kahn


People's Choice Award, Midnight Madness First Runner Up

The Disaster Artist - James Franco


People's Choice Award, Midnight Madness Second Runner Up

Brawl in Cell Block 99 - S. Craig Zahler


Platform Prize

Sweet Country - Warwick Thornton


Platform Prize, Honourable Mention

Dark River - Clio Barnard


Best Canadian Feature Film

Ravenous (Les Affamés) - Robin Aubert


Best Canadian Feature Film, Honourable Mention

The Little Girl Who Was Too Fond of Matches (La petite fille qui aimait trop les allumettes) - Simon Lavoie


Best Canadian Short Film

Pre-Drink - Marc-Antoine Lemire


Best Canadian Short Film, Honourable Mention

The Tesla World Light - Matthew Rankin


Best Canadian First Feature Film

Luk'Luk'I - Wayne Wapeemukwa


Best Canadian First Feature Film, Honourable Mention

Ava - Sadaf Foroughi


FIPRESCI Discovery Prize

Ava - Sadaf Foroughi


FIPRESCI Special Presentations

The Motive - Manuel Martín Cuenca


Best International Short Film

The Burden - Niki Lindroth von Bahr


Best International Short Film, Honourable Mention

A Gentle Night - Qiu Yang


Netpac Award for World or International Asian Film Premiere

The Great Buddha+ - Huang Hsin-Yao

■UP
Pantau terus rekap Awards Season di UlasanPilem via kanal berikut

Sunday, September 17, 2017

Claire Foy Terpilih Jadi Lisbeth Salander di ‘The Girl in the Spider's Web’

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Claire Foy Terpilih Jadi Lisbeth Salander di ‘The Girl in the Spider's Web’
link : Claire Foy Terpilih Jadi Lisbeth Salander di ‘The Girl in the Spider's Web’

Baca juga


Pencarian Sony Pictures dalam menemukan pemeran baru Lisbeth Salander di 'The Girl in the Spider's Web' telah selesai.

Pencarian Sony Pictures dalam menemukan pemeran baru Lisbeth Salander di The Girl in the Spider's Web telah selesai.

Sebagaimana yang dikonfirmasi studio, Claire Foy terpilih memerankan karakter yang merupakan hacker bergaya gothic ini. Foy nantinya siap berakting di bawah arahan sutradara Fede Alverez, sineas di balik film thriller Don’t Breathe dan remake horror Evil Dead. Kedua film tersebut sukses baik dari segi box office maupun kritikal, sehingga Sony agaknya berharap Alvarez bisa kembali memberikan sentuhan magisnya untuk The Girl in the Spider's Web. Adapun melalui sebuah pernyataan, Alvarez menyambut antusias didapuknya Foy sebagai Lisbeth Salander. Ia mengatakan:

“Saya amat senang Claire mengambil peran ikonik Lisbeth Salander. Claire adalah talenta yang langka dan luar biasa, yang akan menyuntikan hal baru dan seru ke dalam karakter Lisbeth. Saya tak sabar menghadirkan kisah baru ini kepada penonton dunia, bersama Claire Foy sebagai bintang utamanya.

Meski namanya mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, Foy sendiri memiliki rekam jejak cukup mentereng. Lewat perannya sebagai Queen Elizabeth di serial hit Netflix The Crown, Foy berhasil memenangkan Golden Globe Award dan Screen Actors Guild Award, ditambah nominasi Emmy Awards. Belakangan Foy baru saja menyelesaikan syuting Unsane garapan Steven Soderbergh, dan bulan ini Foy akan syuting bersama Ryan Gosling di First Man besutan Damien Chazelle. FYI, Foy telah menyisihkan dua aktris elit dalam persaingan menjadi Lisbeth Salander, yakni Natalie Portman dan Scarlet Johansson.

Diadaptasi dari novel saga Millenium berjudul sama, film The Girl in the Spider's Web diposisikan sebagai sekuel dari The Girl with the Dragon Tattoo karya David Fincher. Dalam versi Fincher, Lisbeth Salander diperankan Rooney Mara yang penampilannya berubah drastis demi menghidupkan sang karakter. Meski berakhir melempem di box office, Dragon Tattoo tetap menuai banyak pujian dari kritikus. Disamping itu, totalitas dan akting Mara sebagai Lisbeth Salander pun juga berbuah manis seiring ia dianugerahi nominasi Oscar.

Selain memegang kemudi sutradara, Alvarez juga menulis skrip Spider's Web bersama Steven Knight dan Jay Basu. Spider's Web sendiri mengisahkan kerjasama Lisbeth Salander dan jurnalis Mikael Blomkvist dalam mengusut kasus yang melibatkan mata-mata, kejahatan cyber dan pemerintahan korup.

Rencananya The Girl in the Spider's Web akan syuting Januari , dan akan dirilis 19 Oktober 2018. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Pencarian Sony Pictures dalam menemukan pemeran baru Lisbeth Salander di 'The Girl in the Spider's Web' telah selesai.

Pencarian Sony Pictures dalam menemukan pemeran baru Lisbeth Salander di The Girl in the Spider's Web telah selesai.

Sebagaimana yang dikonfirmasi studio, Claire Foy terpilih memerankan karakter yang merupakan hacker bergaya gothic ini. Foy nantinya siap berakting di bawah arahan sutradara Fede Alverez, sineas di balik film thriller Don’t Breathe dan remake horror Evil Dead. Kedua film tersebut sukses baik dari segi box office maupun kritikal, sehingga Sony agaknya berharap Alvarez bisa kembali memberikan sentuhan magisnya untuk The Girl in the Spider's Web. Adapun melalui sebuah pernyataan, Alvarez menyambut antusias didapuknya Foy sebagai Lisbeth Salander. Ia mengatakan:

“Saya amat senang Claire mengambil peran ikonik Lisbeth Salander. Claire adalah talenta yang langka dan luar biasa, yang akan menyuntikan hal baru dan seru ke dalam karakter Lisbeth. Saya tak sabar menghadirkan kisah baru ini kepada penonton dunia, bersama Claire Foy sebagai bintang utamanya.

Meski namanya mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, Foy sendiri memiliki rekam jejak cukup mentereng. Lewat perannya sebagai Queen Elizabeth di serial hit Netflix The Crown, Foy berhasil memenangkan Golden Globe Award dan Screen Actors Guild Award, ditambah nominasi Emmy Awards. Belakangan Foy baru saja menyelesaikan syuting Unsane garapan Steven Soderbergh, dan bulan ini Foy akan syuting bersama Ryan Gosling di First Man besutan Damien Chazelle. FYI, Foy telah menyisihkan dua aktris elit dalam persaingan menjadi Lisbeth Salander, yakni Natalie Portman dan Scarlet Johansson.

Diadaptasi dari novel saga Millenium berjudul sama, film The Girl in the Spider's Web diposisikan sebagai sekuel dari The Girl with the Dragon Tattoo karya David Fincher. Dalam versi Fincher, Lisbeth Salander diperankan Rooney Mara yang penampilannya berubah drastis demi menghidupkan sang karakter. Meski berakhir melempem di box office, Dragon Tattoo tetap menuai banyak pujian dari kritikus. Disamping itu, totalitas dan akting Mara sebagai Lisbeth Salander pun juga berbuah manis seiring ia dianugerahi nominasi Oscar.

Selain memegang kemudi sutradara, Alvarez juga menulis skrip Spider's Web bersama Steven Knight dan Jay Basu. Spider's Web sendiri mengisahkan kerjasama Lisbeth Salander dan jurnalis Mikael Blomkvist dalam mengusut kasus yang melibatkan mata-mata, kejahatan cyber dan pemerintahan korup.

Rencananya The Girl in the Spider's Web akan syuting Januari , dan akan dirilis 19 Oktober 2018. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Buletin LSF: 'The Lego Ninjago', 'The Foreigner', Geostorm', dll

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Buletin, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Buletin LSF: 'The Lego Ninjago', 'The Foreigner', Geostorm', dll
link : Buletin LSF: 'The Lego Ninjago', 'The Foreigner', Geostorm', dll

Baca juga


Film lulus sensor minggu ini antara lain: 'My Little Pony', 'Surga Pun Ikut Menangis', 'The Lego Ninjago Movie', 'Serpent', 'Geostorm', dan 'The Foreigner'.

Di antara rilisan LSF minggu ini, ada dua film yang kemungkinan besar akan kita tonton duluan daripada Amerika. Film bencana Geostorm yang baru tayang di Amerika pada 20 Oktober nanti, sudah lulus sensor minggu ini dengan rating "13+", sama dengan rating MPAA.

The Foreigner juga baru dirilis di Amerika pada 13 Oktober, namun mengingat jadwal rilis Cina di tanggal 30 September, maka kemungkinan PT Prima Cinema Multimedia (PCM) akan melepas film yang dibintangi Jackie Chan dan Pierce Brosnan ini lebih cepat. Ratingnya adalah "17+", tanpa pemotongan durasi.

The Lego Ninjago Movie yang tayang tiga hari lagi lulus sensor dengan rating "Semua Umur", tentu saja. Temannya adalah My Little Pony (iya, yang ada serialnya itu) yang diimpor oleh PT PCM yang berarti hanya akan tayang di jaringan XXI.

Berikut daftar lengkap buletin LSF minggu ini.
MY LITTLE PONY
875/DCP/EA/SU/07.2026/2017
11 September 2017
PT. Prima Cinema Multimedia
ANAK-ANAK / KARTUN
Semua Umur
2852 Meter / 104 Menit
SURGA PUN IKUT MENANGIS
873/DCP/NAS/13/09.2022/2017
11 September 2017
PT PRASHANTI WIDYA SINEMA
DRAMA
13+
2824 Meter / 103 Menit
THE LEGO NINJAGO MOVIE
882/DCP/EA/SU/02.2022/2017
12 September 2017
PT. Omega Film
KARTUN
Semua Umur
2769 Meter / 101 Menit
SERPENT
881/DCP/ANM/17/08.2027/2017
13 September 2017
PT. Overseas Korean Television Network
DRAMA
17+
2331 Meter / 85 Menit
GEOSTORM
892/DCP/EA/13/03.2022/2017
14 September 2017
PT. Omega Film
DRAMA / ACTION / ADVENTURE
13+
2989 Meter / 109 Menit
THE FOREIGNER
899/DCP/AM/17/07.2027/2017
15 September 2017
PT. Prima Cinema Multimedia
DRAMA / ACTION
17+
3016 METER / 110 MENIT
Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem ■UP

[Sumber Data : Lembaga Sensor Film]

Film lulus sensor minggu ini antara lain: 'My Little Pony', 'Surga Pun Ikut Menangis', 'The Lego Ninjago Movie', 'Serpent', 'Geostorm', dan 'The Foreigner'.

Di antara rilisan LSF minggu ini, ada dua film yang kemungkinan besar akan kita tonton duluan daripada Amerika. Film bencana Geostorm yang baru tayang di Amerika pada 20 Oktober nanti, sudah lulus sensor minggu ini dengan rating "13+", sama dengan rating MPAA.

The Foreigner juga baru dirilis di Amerika pada 13 Oktober, namun mengingat jadwal rilis Cina di tanggal 30 September, maka kemungkinan PT Prima Cinema Multimedia (PCM) akan melepas film yang dibintangi Jackie Chan dan Pierce Brosnan ini lebih cepat. Ratingnya adalah "17+", tanpa pemotongan durasi.

The Lego Ninjago Movie yang tayang tiga hari lagi lulus sensor dengan rating "Semua Umur", tentu saja. Temannya adalah My Little Pony (iya, yang ada serialnya itu) yang diimpor oleh PT PCM yang berarti hanya akan tayang di jaringan XXI.

Berikut daftar lengkap buletin LSF minggu ini.
MY LITTLE PONY
875/DCP/EA/SU/07.2026/2017
11 September 2017
PT. Prima Cinema Multimedia
ANAK-ANAK / KARTUN
Semua Umur
2852 Meter / 104 Menit
SURGA PUN IKUT MENANGIS
873/DCP/NAS/13/09.2022/2017
11 September 2017
PT PRASHANTI WIDYA SINEMA
DRAMA
13+
2824 Meter / 103 Menit
THE LEGO NINJAGO MOVIE
882/DCP/EA/SU/02.2022/2017
12 September 2017
PT. Omega Film
KARTUN
Semua Umur
2769 Meter / 101 Menit
SERPENT
881/DCP/ANM/17/08.2027/2017
13 September 2017
PT. Overseas Korean Television Network
DRAMA
17+
2331 Meter / 85 Menit
GEOSTORM
892/DCP/EA/13/03.2022/2017
14 September 2017
PT. Omega Film
DRAMA / ACTION / ADVENTURE
13+
2989 Meter / 109 Menit
THE FOREIGNER
899/DCP/AM/17/07.2027/2017
15 September 2017
PT. Prima Cinema Multimedia
DRAMA / ACTION
17+
3016 METER / 110 MENIT
Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem ■UP

[Sumber Data : Lembaga Sensor Film]

Review Film: 'Berlin Syndrome' (2017)

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Drama, Artikel Review, Artikel Thriller, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Berlin Syndrome' (2017)
link : Review Film: 'Berlin Syndrome' (2017)

Baca juga


Judulnya bermain dengan ekspektasi kita. Sayangnya, saya mendapati filmnya terlalu panjang secara durasi tapi juga terlalu singkat untuk menggali lebih dalam.

“Don't worry. No one can hear you.”
— Andi Werner
Rating UP:
Berlin Syndrome adalah judul yang bagus. Ia bermain dengan ekspektasi kita. Judul tersebut kemungkinan merujuk kepada "Stockholm Syndrome", yang sebagaimana kita tahu, merupakan respon psikologis dimana para sandera penculikan mulai merasakan simpati kepada penyanderanya tanpa mempedulikan apa yang telah mereka alami sebelumnya. Apakah tokoh utama kita, Clare akan mengalami pergeseran persepsi, tak hanya menerima takdirnya tapi juga mulai jatuh hati kepada penyekapnya, Andi?

Nice try, Cate Shortland.


Tak seorang pun dengan akal sehat yang mau menerima orang yang menyekapnya selama (mungkin) berbulan-bulan lalu menjadikannya pacar, kecuali jika anda adalah Kristin dari Bank Sveriges Kredit di Swiss yang saking cintanya pada penyandera sampai membatalkan pertunangannya dengan sang pacar. Fakta logis ini menjadikan konsep utama yang diangkat filmnya, yang jika dilihat dari judulnya adalah suspens mengenai apakah tokoh utama kita "akan" atau "tidak akan", tidak lagi menjadi, uhm, suspens. Kita tahu apa yang akan terjadi dan filmnya juga tak memberi semacam pengalihan yang meyakinkan untuk membuat kita percaya itu akan terjadi atau tidak.

Meski begitu, ketegangan film ini cukup untuk membuat satu lagi alasan kuat agar jangan bepergian sendirian ke kota asing, khususnya jika anda adalah seorang wanita muda dan digoda oleh bule tampan. Bule mungkin besar (badannya), tapi belum tentu baik hatinya. Saya yakin film ini pasti lebih menakutkan bagi penonton wanita. Menariknya, Berlin Syndrome melakukan pendekatan yang berbeda dari premisnya di permukaan. Film ini bukan thriller bunuh-bunuhan melainkan thriller psikologis. Alih-alih menjadi film gore dangkal dengan adegan siksa-menyiksa atau pelecehan seksual, Cate Shortland yang mengangkat skrip dari Shaun Grant hasil adaptasi novel Melanie Joosten mencoba bergerak lebih dalam dengan berfokus pada aspek psikologis baik pelaku maupun korbannya.

Clare (Teresa Palmer) adalah seorang gadis Australia, yang sebagaimana kebanyakan milenial yang punya terlalu banyak duit, melakukan perjalanan ke luar negeri dalam rangka mencari jati diri. Ia berkelililing kota Berlin sendirian, berbelanja, atau mengambil foto bangunan bersejarah. Pribadi Clare sepertinya asyik, karena ia dengan mudah bisa berbaur dan nongkrong dengan anak-anak muda di sekitar hostelnya.

"Hampir semua orang yang jalan-jalan sendirian itu kesepian," kata Andi (Max Riemelt) yang tampan. Andi yang seorang guru SMA, sepertinya lucu, ramah, dan hangat. Oh, apalagi ia juga menawarkan stroberi segar; tak ada yang tak suka stroberi. Jadi, Clare sengaja menunda perjalanannya ke Dresden, lalu dengan horny (saya nilai dari napasnya yang terengah) kembali mengunjungi Andi. Keduanya menghabiskan malam yang menggairahkan di apartemen Andi. Benar, sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tapi Clare belum akan tahu itu.

Well, Clare sudah punya firasat, tapi begitulah. Pagi harinya, Clare mendapati pintu apartemen terkunci dari luar. Saat pulang kerja, Andi minta maaf tidak meninggalkan kunci cadangan. Clare percaya dengan berat hati dan masih belum juga pulang. Esok harinya, ia melihat kunci di atas meja, namun akhirnya menyadari bahwa Andi sama sekali tak menginginkannya pergi.

Shortland membangun setup-nya dengan penceritaan yang efektif. Ia menggunakan eksposisi minimal yang terjalin mulus dengan cerita. Paruh pertama adalah bagian terbaik dari filmnya. Kita tahu apapun yang terjadi di apartemen Andi takkan sampai ke dunia luar. "Tak ada yang akan mendengarmu," kata Andi di momen panas saat mereka pertama kali bercumbu. Takkan ada pula yang akan mendengar saat Clare grasak-grusuk berusaha kabur nantinya. Jendela apartemennya anti pecah. Jaringan ponsel tak sampai kesana.

Ada beberapa adegan yang akan membuat ngilu, tapi Berlin Syndrome sebagian besar mengenai dinamika hubungan antara Clare dengan Andi, menjanjikan sesuatu yang tampaknya berhubungan dengan judul film. Seiring dengan berjalannya waktu, kecuali fakta bahwa ia disekap, Clare diperlakukan dengan normal. Andi membawakannya bunga, kado, memasakkan makanan, memandikan hingga memotongkan kuku Clare. Meski demikian, kita masih bisa merasakan kesedihan dan keletihan mendalam dari Clare berkat penampilan kuat dari Palmer. Karakterisasinya yang lebih bertumpu pada gestur dan ekspresi. Palmer menunjukkan karakter yang kompeks terlepas dari fakta bahwa karakternya yang tak banyak omong dan tak terlalu dijelaskan latar belakangnya.

Shortland membagi perhatian dengan seimbang bagi kedua tokoh utamanya. Untuk karakter Clare, kita diajak mengintip transisi kondisi mentalnya. Sedangkan Andi mendapat porsi untuk diperlihatkan sekilas mengenai masa lalu dan apa yang kemungkinan besar membuat ia menjadi seperti sekarang. Walaupun tak sampai membuat kita berempati pada Andi, Riemelt memainkan perannya dengan tenang dan tulus yang menyugestikan bahwa maniak ini paling tidak punya sisi lembut. Ia lebih seperti pria melankolis yang tak bisa menahan obsesi sintingnya. Tak sedikit pun kita melihat Andi sebagai penjahat yang lebai walau sempat beberapa kali berbuat sadis.

Sayangnya, saya mendapati film ini terlalu panjang secara durasi tapi juga terlalu singkat untuk menggali lebih dalam. Film sampai pada klimaks yang tak begitu mengeksplorasi apa yang coba diangkatnya. Cengkeramannya mulai melonggar ketika setup-nya sudah selesai. Di pertengahan film Clare tampak sudah terlalu letih karena disekap selama berhari-hati. Saya juga mulai jemu saat filmnya bertele-tele disana. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Berlin Syndrome

116 menit
Dewasa
Cate Shortland
Shaun Grant (screenplay), Melanie Joosten (novel)
Polly Staniford
Germain McMicking
Bryony Marks

Judulnya bermain dengan ekspektasi kita. Sayangnya, saya mendapati filmnya terlalu panjang secara durasi tapi juga terlalu singkat untuk menggali lebih dalam.

“Don't worry. No one can hear you.”
— Andi Werner
Rating UP:
Berlin Syndrome adalah judul yang bagus. Ia bermain dengan ekspektasi kita. Judul tersebut kemungkinan merujuk kepada "Stockholm Syndrome", yang sebagaimana kita tahu, merupakan respon psikologis dimana para sandera penculikan mulai merasakan simpati kepada penyanderanya tanpa mempedulikan apa yang telah mereka alami sebelumnya. Apakah tokoh utama kita, Clare akan mengalami pergeseran persepsi, tak hanya menerima takdirnya tapi juga mulai jatuh hati kepada penyekapnya, Andi?

Nice try, Cate Shortland.


Tak seorang pun dengan akal sehat yang mau menerima orang yang menyekapnya selama (mungkin) berbulan-bulan lalu menjadikannya pacar, kecuali jika anda adalah Kristin dari Bank Sveriges Kredit di Swiss yang saking cintanya pada penyandera sampai membatalkan pertunangannya dengan sang pacar. Fakta logis ini menjadikan konsep utama yang diangkat filmnya, yang jika dilihat dari judulnya adalah suspens mengenai apakah tokoh utama kita "akan" atau "tidak akan", tidak lagi menjadi, uhm, suspens. Kita tahu apa yang akan terjadi dan filmnya juga tak memberi semacam pengalihan yang meyakinkan untuk membuat kita percaya itu akan terjadi atau tidak.

Meski begitu, ketegangan film ini cukup untuk membuat satu lagi alasan kuat agar jangan bepergian sendirian ke kota asing, khususnya jika anda adalah seorang wanita muda dan digoda oleh bule tampan. Bule mungkin besar (badannya), tapi belum tentu baik hatinya. Saya yakin film ini pasti lebih menakutkan bagi penonton wanita. Menariknya, Berlin Syndrome melakukan pendekatan yang berbeda dari premisnya di permukaan. Film ini bukan thriller bunuh-bunuhan melainkan thriller psikologis. Alih-alih menjadi film gore dangkal dengan adegan siksa-menyiksa atau pelecehan seksual, Cate Shortland yang mengangkat skrip dari Shaun Grant hasil adaptasi novel Melanie Joosten mencoba bergerak lebih dalam dengan berfokus pada aspek psikologis baik pelaku maupun korbannya.

Clare (Teresa Palmer) adalah seorang gadis Australia, yang sebagaimana kebanyakan milenial yang punya terlalu banyak duit, melakukan perjalanan ke luar negeri dalam rangka mencari jati diri. Ia berkelililing kota Berlin sendirian, berbelanja, atau mengambil foto bangunan bersejarah. Pribadi Clare sepertinya asyik, karena ia dengan mudah bisa berbaur dan nongkrong dengan anak-anak muda di sekitar hostelnya.

"Hampir semua orang yang jalan-jalan sendirian itu kesepian," kata Andi (Max Riemelt) yang tampan. Andi yang seorang guru SMA, sepertinya lucu, ramah, dan hangat. Oh, apalagi ia juga menawarkan stroberi segar; tak ada yang tak suka stroberi. Jadi, Clare sengaja menunda perjalanannya ke Dresden, lalu dengan horny (saya nilai dari napasnya yang terengah) kembali mengunjungi Andi. Keduanya menghabiskan malam yang menggairahkan di apartemen Andi. Benar, sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tapi Clare belum akan tahu itu.

Well, Clare sudah punya firasat, tapi begitulah. Pagi harinya, Clare mendapati pintu apartemen terkunci dari luar. Saat pulang kerja, Andi minta maaf tidak meninggalkan kunci cadangan. Clare percaya dengan berat hati dan masih belum juga pulang. Esok harinya, ia melihat kunci di atas meja, namun akhirnya menyadari bahwa Andi sama sekali tak menginginkannya pergi.

Shortland membangun setup-nya dengan penceritaan yang efektif. Ia menggunakan eksposisi minimal yang terjalin mulus dengan cerita. Paruh pertama adalah bagian terbaik dari filmnya. Kita tahu apapun yang terjadi di apartemen Andi takkan sampai ke dunia luar. "Tak ada yang akan mendengarmu," kata Andi di momen panas saat mereka pertama kali bercumbu. Takkan ada pula yang akan mendengar saat Clare grasak-grusuk berusaha kabur nantinya. Jendela apartemennya anti pecah. Jaringan ponsel tak sampai kesana.

Ada beberapa adegan yang akan membuat ngilu, tapi Berlin Syndrome sebagian besar mengenai dinamika hubungan antara Clare dengan Andi, menjanjikan sesuatu yang tampaknya berhubungan dengan judul film. Seiring dengan berjalannya waktu, kecuali fakta bahwa ia disekap, Clare diperlakukan dengan normal. Andi membawakannya bunga, kado, memasakkan makanan, memandikan hingga memotongkan kuku Clare. Meski demikian, kita masih bisa merasakan kesedihan dan keletihan mendalam dari Clare berkat penampilan kuat dari Palmer. Karakterisasinya yang lebih bertumpu pada gestur dan ekspresi. Palmer menunjukkan karakter yang kompeks terlepas dari fakta bahwa karakternya yang tak banyak omong dan tak terlalu dijelaskan latar belakangnya.

Shortland membagi perhatian dengan seimbang bagi kedua tokoh utamanya. Untuk karakter Clare, kita diajak mengintip transisi kondisi mentalnya. Sedangkan Andi mendapat porsi untuk diperlihatkan sekilas mengenai masa lalu dan apa yang kemungkinan besar membuat ia menjadi seperti sekarang. Walaupun tak sampai membuat kita berempati pada Andi, Riemelt memainkan perannya dengan tenang dan tulus yang menyugestikan bahwa maniak ini paling tidak punya sisi lembut. Ia lebih seperti pria melankolis yang tak bisa menahan obsesi sintingnya. Tak sedikit pun kita melihat Andi sebagai penjahat yang lebai walau sempat beberapa kali berbuat sadis.

Sayangnya, saya mendapati film ini terlalu panjang secara durasi tapi juga terlalu singkat untuk menggali lebih dalam. Film sampai pada klimaks yang tak begitu mengeksplorasi apa yang coba diangkatnya. Cengkeramannya mulai melonggar ketika setup-nya sudah selesai. Di pertengahan film Clare tampak sudah terlalu letih karena disekap selama berhari-hati. Saya juga mulai jemu saat filmnya bertele-tele disana. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Berlin Syndrome

116 menit
Dewasa
Cate Shortland
Shaun Grant (screenplay), Melanie Joosten (novel)
Polly Staniford
Germain McMicking
Bryony Marks

Friday, September 15, 2017

Polling: Film Pilihan 08-09-2017 s.d. 14-09-2017

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Polling, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Polling: Film Pilihan 08-09-2017 s.d. 14-09-2017
link : Polling: Film Pilihan 08-09-2017 s.d. 14-09-2017

Baca juga



Ada 8 film yang dirilis minggu lalu, yaitu Cage Dive, It, The Evil Within, Renegades, The Exception, dan diantaranya 3 film lokal yaitu Jembatan Pensil, Petak Umpet Minako serta Tommi n Jerri.

It menang mutlak untuk menjadi film favorit pembaca UP dengan suara 58,33%. Di bawahnya menyusul The Evil Within dengan 16,67%. Berikut hasil lengkapnya.


Berikut adalah polling untuk minggu ini. Seperti biasa, peraturannya: saya hanya mencantumkan film terbaru yang tayang dalam minggu ini, saya tidak akan mengikutsertakan film yang tayang pada midnight show, dan anda hanya bisa memilih maksimal 3 film.

Polling akan saya tutup Kamis depan pukul 23.59. Silakan pilih film pilihan anda minggu ini agar bisa menjadi referensi bagi penonton lainnya (dan mungkin bagi saya juga). Polling juga bisa anda akses setiap saat di bagian sidebar blog ini. Happy voting. ■UP


Ada 8 film yang dirilis minggu lalu, yaitu Cage Dive, It, The Evil Within, Renegades, The Exception, dan diantaranya 3 film lokal yaitu Jembatan Pensil, Petak Umpet Minako serta Tommi n Jerri.

It menang mutlak untuk menjadi film favorit pembaca UP dengan suara 58,33%. Di bawahnya menyusul The Evil Within dengan 16,67%. Berikut hasil lengkapnya.


Berikut adalah polling untuk minggu ini. Seperti biasa, peraturannya: saya hanya mencantumkan film terbaru yang tayang dalam minggu ini, saya tidak akan mengikutsertakan film yang tayang pada midnight show, dan anda hanya bisa memilih maksimal 3 film.

Polling akan saya tutup Kamis depan pukul 23.59. Silakan pilih film pilihan anda minggu ini agar bisa menjadi referensi bagi penonton lainnya (dan mungkin bagi saya juga). Polling juga bisa anda akses setiap saat di bagian sidebar blog ini. Happy voting. ■UP