Wednesday, August 16, 2017

Review Film: 'Atomic Blonde' (2017)

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Aksi, Artikel Review, Artikel Thriller, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Atomic Blonde' (2017)
link : Review Film: 'Atomic Blonde' (2017)

Baca juga


'Atomic Blonde' adalah semacam film mata-mata dengan penceritaan ala 'Tinker Tailor Soldier Spy' ditambah bumbu aksi hiperkinetik ala 'John Wick'.

“Am I your b**ch now?!”
— Lorraine Broughton
Anda juga terkecoh ya? Saya tak sedang membicarakan aspek naratif dari Atomic Blonde (meski memang ada kej... oke, saya takkan membahasnya). Maksud saya adalah bagaimana film ini ternyata menjadi film yang berbeda dari apa yang digembar-gemborkan oleh materi promonya. Anda tahu, film ini digarap oleh mantan sutradara John Wick. Trailer menggiring kita percaya bahwa Atomic Blonde adalah film yang hanya soal aksi brutal dengan koreografi keren yang diwarnai estetika visual unik. Itu betul juga sebenarnya, tapi saya juga tak menduga bahwa plotnya lebih berfokus pada dinamika dunia spionase dengan segala intrik dan metode tipu-tipunya. Secara naratif, ia mengingatkan pada thriller spionase lawas. Plotnya njelimet. Atomic Blonde adalah semacam film mata-mata dengan penceritaan ala Tinker Tailor Soldier Spy ditambah bumbu aksi hiperkinetik ala John Wick.

Atomic Blonde menjadi wadah bagi persona tukang tonjok, tendang, tusuk, dan tembak dari Charlize Theron, yang sebelumnya sudah membuktikan bahwa ia bisa menjadi bintang film aksi yang tangguh lewat Mad Max: Fury Road (jangan biarkan saya membahas Aeon Flux). Theron bermain sebagai agen khusus bernama Lorraine. Film ini mengakomodasinya untuk menampilkan beberapa stunt berbahaya, memakai pakaian glamor, dan, uhm, bercumbu dengan wanita, meski yang terakhir takkan kita lihat terlalu banyak karena kita menontonnya di bioskop Indonesia. Terima kasih LSF.


Setting-nya adalah di tahun 1989, beberapa saat sebelum Tembok Berlin dirubuhkan. Namun ini bukan tentang hal tersebut, begitu klaim filmnya. Saya ingin membuat argumen bahwa jika setting-nya diganti, film ini takkan sedemikian efektif. Latar belakang peristiwa politik penting dimana kecurigaan tereskalasi dan warga banyak demo turun ke jalan ini memberikan ketegangan tersendiri. Mata-mata dari pihak Barat dan Timur harus dan sedang mempersiapkan metode masing-masing untuk bermain di dunia baru pasca Perang Dingin. Informasi adalah senjata. Anda sekarang mungkin mulai berpikir, saya ini bicara apa; apa hubungannya film tonjok-tonjokan dengan obrolan sejarah. Namun percayalah; ini menjadi hal yang esensial bagi motif salah satu karakter di akhir.

Garis besar plotnya sudah sering kita lihat di film mata-mata manapun. Pasca kematian salah satu agennya, agensi rahasia Inggris, MI6 mengutus Lorraine ke Berlin untuk merebut kembali “The List”, daftar nama semua agen mata-mata yang masih aktif. Agen yang tewas tersebut dibantai oleh agen KGB-nya Rusia, dan sekarang ia berencana menjualnya kepada penawar tertinggi. Misi kedua Lorraine adalah menangkap/mengeksekusi agen ganda berjuluk Satchel yang berkhianat dan kemungkinan ada hubungannya dengan “The List”.

Belum lima menit sampai di Berlin, Lorraine terpaksa harus mengorbankan high heels-nya untuk mengatasi orang yang menjebaknya. Baru kemudian Lorraine bertemu dengan partnernya, Percival (James McAvoy), agen Inggris yang sudah begitu dalam menyamar sampai terlihat meyakinkan sebagai preman jalanan di Berlin. Ia mungkin juga punya agenda tersendiri yang patut dipertanyakan. Percival punya kontak dengan nama-kode Spyglass (Eddie Marsan), yang katanya hafal semua isi “The List”, luar kepala. Saran dari atasan Lorraine: “Jangan percaya siapapun”, tapi bagaimana dengan Delphine (Sophia Boutella), agen Prancis polos yang tampaknya tulus mendekatinya?

Cara filmnya memplotkan cerita kadang membuat kepala pusing, terutama jika anda berusaha untuk menyusunnya secara kronologis. Film ini, yang diadaptasi dari novel grafis berjudul The Coldest City karya Antony Johnston dan Sam Hart, menggunakan mekanisme flashback. Sebagian besar merupakan cerita Lorraine yang sedang diinterogasi oleh atasannya di MI6 (Toby Jones) dan wakil dari CIA (John Goodman) demi mengungkap apa yang sebenarnya terjadi dalam 10 hari terakhir. Penulis skripnya bisa membuat alasan dengan bilang bahwa semua cerita ini adalah fragmen dari ingatan Lorraine. Ia tak harus tersusun secara berurutan.

Atomic Blonde punya atmosfer retro, namun bukan retro-lawas melainkan lebih ke retro-keren. Pembuat filmnya menekankan visual yang dingin dengan menggunakan palet warna neon berskema merah-biru. Geberan lagu lama yang keren mengiringi hampir setiap sekuens aksi, mulai dari New Order, Depeche Mode, The Clash, David Bowie, sampai George Michael.

Sutradaranya adalah David Leitch, yang pernah menangani John Wick sebelum berpisah dengan rekannya, Chad Stahelski di John Wick 2. Pengalamannya sebagai stuntman veteran tercermin dari sajian sekuens aksinya yang tanpa tedeng aling-aling. Klimaksnya adalah adegan pertarungan brutal dalam apartemen yang (kelihatannya) disorot dalam satu take tanpa terputus selama hampir 10 menit. Lorraine menghajar dan dihajar tanpa henti dari atas hingga ke bawah tangga, masuk ke dalam kamar, keluar dari pintu utama, sampai kabur dengan mobil di jalanan. Terlalu banyak sekuens aksi di dalam film lain yang direkayasa dengan gerakan kamera hiperaktif, tapi disini semua tampak spontan. Kamera menempel menyorot Theron dari dekat, sementara yang kita dengar hanyalah suara tulang patah, tubuh tertusuk, dan napas tersengal. Hal menarik saat mendapati bahwa Lorraine tak selalu ditampilkan elegan sebagaimana karakter mata-mata generik lain. Saat selesai dihajar, tubuhnya memar, wajahnya bengkak.

Performa fisik yang dipersembahkan oleh Theron luar biasa. Sama seperti yang dilakukan Keanu Reeves untuk John Wick, Theron melakukan sebagian besar aksi stunt-nya sendiri. Tak hanya karismatik sebagai agen wanita yang kompeten dalam aksi spionase, ia juga meyakinkan saat mengayunkan wajan, menghajar pria-pria besar. Ada satu adegan di hotel dimana karakter Lorraine memasang penutup muka, siap beraksi, dan disini saya berpikir, “Ah trik murahan, pasti biar tak kentara saat Theron diganti stuntman”. Tapi saya keliru. Tanpa sorotan terputus, Lorraine mengalahkan mereka, dan saat membuka penutup mukanya, I’m like, “Damn, woman”.

Menurut saya, judul aslinya The ((Coldest)) City sebenarnya lebih cocok dibanding ((Atomic)) Blonde yang terkesan relatif meledak-ledak, karena secara emosional filmnya dingin. Tak ada percikan yang benar-benar memancing empati. Namun, saya punya dugaan sendiri. Mungkin ini karena filmnya diceritakan dari sudut pandang Lorraine yang memang dingin. Kita tak begitu mengetahui masa lalu Lorraine, dan hanya sedikit mengintip sisi kemanusiaannya, karena bagi Lorraine, pada akhirnya yang penting hanyalah misinya. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Atomic Blonde

115 menit
Dewasa
David Leitch
Kurt Johnstad (screenplay), Anthony Johnston, Sam Hart (novel)
Charlize Theron, Beth Kono, A. J. Dix, Kelly McCormick, Eric Gitter, Peter Schwerin
Jonathan Sela
Tyler Bates

'Atomic Blonde' adalah semacam film mata-mata dengan penceritaan ala 'Tinker Tailor Soldier Spy' ditambah bumbu aksi hiperkinetik ala 'John Wick'.

“Am I your b**ch now?!”
— Lorraine Broughton
Anda juga terkecoh ya? Saya tak sedang membicarakan aspek naratif dari Atomic Blonde (meski memang ada kej... oke, saya takkan membahasnya). Maksud saya adalah bagaimana film ini ternyata menjadi film yang berbeda dari apa yang digembar-gemborkan oleh materi promonya. Anda tahu, film ini digarap oleh mantan sutradara John Wick. Trailer menggiring kita percaya bahwa Atomic Blonde adalah film yang hanya soal aksi brutal dengan koreografi keren yang diwarnai estetika visual unik. Itu betul juga sebenarnya, tapi saya juga tak menduga bahwa plotnya lebih berfokus pada dinamika dunia spionase dengan segala intrik dan metode tipu-tipunya. Secara naratif, ia mengingatkan pada thriller spionase lawas. Plotnya njelimet. Atomic Blonde adalah semacam film mata-mata dengan penceritaan ala Tinker Tailor Soldier Spy ditambah bumbu aksi hiperkinetik ala John Wick.

Atomic Blonde menjadi wadah bagi persona tukang tonjok, tendang, tusuk, dan tembak dari Charlize Theron, yang sebelumnya sudah membuktikan bahwa ia bisa menjadi bintang film aksi yang tangguh lewat Mad Max: Fury Road (jangan biarkan saya membahas Aeon Flux). Theron bermain sebagai agen khusus bernama Lorraine. Film ini mengakomodasinya untuk menampilkan beberapa stunt berbahaya, memakai pakaian glamor, dan, uhm, bercumbu dengan wanita, meski yang terakhir takkan kita lihat terlalu banyak karena kita menontonnya di bioskop Indonesia. Terima kasih LSF.


Setting-nya adalah di tahun 1989, beberapa saat sebelum Tembok Berlin dirubuhkan. Namun ini bukan tentang hal tersebut, begitu klaim filmnya. Saya ingin membuat argumen bahwa jika setting-nya diganti, film ini takkan sedemikian efektif. Latar belakang peristiwa politik penting dimana kecurigaan tereskalasi dan warga banyak demo turun ke jalan ini memberikan ketegangan tersendiri. Mata-mata dari pihak Barat dan Timur harus dan sedang mempersiapkan metode masing-masing untuk bermain di dunia baru pasca Perang Dingin. Informasi adalah senjata. Anda sekarang mungkin mulai berpikir, saya ini bicara apa; apa hubungannya film tonjok-tonjokan dengan obrolan sejarah. Namun percayalah; ini menjadi hal yang esensial bagi motif salah satu karakter di akhir.

Garis besar plotnya sudah sering kita lihat di film mata-mata manapun. Pasca kematian salah satu agennya, agensi rahasia Inggris, MI6 mengutus Lorraine ke Berlin untuk merebut kembali “The List”, daftar nama semua agen mata-mata yang masih aktif. Agen yang tewas tersebut dibantai oleh agen KGB-nya Rusia, dan sekarang ia berencana menjualnya kepada penawar tertinggi. Misi kedua Lorraine adalah menangkap/mengeksekusi agen ganda berjuluk Satchel yang berkhianat dan kemungkinan ada hubungannya dengan “The List”.

Belum lima menit sampai di Berlin, Lorraine terpaksa harus mengorbankan high heels-nya untuk mengatasi orang yang menjebaknya. Baru kemudian Lorraine bertemu dengan partnernya, Percival (James McAvoy), agen Inggris yang sudah begitu dalam menyamar sampai terlihat meyakinkan sebagai preman jalanan di Berlin. Ia mungkin juga punya agenda tersendiri yang patut dipertanyakan. Percival punya kontak dengan nama-kode Spyglass (Eddie Marsan), yang katanya hafal semua isi “The List”, luar kepala. Saran dari atasan Lorraine: “Jangan percaya siapapun”, tapi bagaimana dengan Delphine (Sophia Boutella), agen Prancis polos yang tampaknya tulus mendekatinya?

Cara filmnya memplotkan cerita kadang membuat kepala pusing, terutama jika anda berusaha untuk menyusunnya secara kronologis. Film ini, yang diadaptasi dari novel grafis berjudul The Coldest City karya Antony Johnston dan Sam Hart, menggunakan mekanisme flashback. Sebagian besar merupakan cerita Lorraine yang sedang diinterogasi oleh atasannya di MI6 (Toby Jones) dan wakil dari CIA (John Goodman) demi mengungkap apa yang sebenarnya terjadi dalam 10 hari terakhir. Penulis skripnya bisa membuat alasan dengan bilang bahwa semua cerita ini adalah fragmen dari ingatan Lorraine. Ia tak harus tersusun secara berurutan.

Atomic Blonde punya atmosfer retro, namun bukan retro-lawas melainkan lebih ke retro-keren. Pembuat filmnya menekankan visual yang dingin dengan menggunakan palet warna neon berskema merah-biru. Geberan lagu lama yang keren mengiringi hampir setiap sekuens aksi, mulai dari New Order, Depeche Mode, The Clash, David Bowie, sampai George Michael.

Sutradaranya adalah David Leitch, yang pernah menangani John Wick sebelum berpisah dengan rekannya, Chad Stahelski di John Wick 2. Pengalamannya sebagai stuntman veteran tercermin dari sajian sekuens aksinya yang tanpa tedeng aling-aling. Klimaksnya adalah adegan pertarungan brutal dalam apartemen yang (kelihatannya) disorot dalam satu take tanpa terputus selama hampir 10 menit. Lorraine menghajar dan dihajar tanpa henti dari atas hingga ke bawah tangga, masuk ke dalam kamar, keluar dari pintu utama, sampai kabur dengan mobil di jalanan. Terlalu banyak sekuens aksi di dalam film lain yang direkayasa dengan gerakan kamera hiperaktif, tapi disini semua tampak spontan. Kamera menempel menyorot Theron dari dekat, sementara yang kita dengar hanyalah suara tulang patah, tubuh tertusuk, dan napas tersengal. Hal menarik saat mendapati bahwa Lorraine tak selalu ditampilkan elegan sebagaimana karakter mata-mata generik lain. Saat selesai dihajar, tubuhnya memar, wajahnya bengkak.

Performa fisik yang dipersembahkan oleh Theron luar biasa. Sama seperti yang dilakukan Keanu Reeves untuk John Wick, Theron melakukan sebagian besar aksi stunt-nya sendiri. Tak hanya karismatik sebagai agen wanita yang kompeten dalam aksi spionase, ia juga meyakinkan saat mengayunkan wajan, menghajar pria-pria besar. Ada satu adegan di hotel dimana karakter Lorraine memasang penutup muka, siap beraksi, dan disini saya berpikir, “Ah trik murahan, pasti biar tak kentara saat Theron diganti stuntman”. Tapi saya keliru. Tanpa sorotan terputus, Lorraine mengalahkan mereka, dan saat membuka penutup mukanya, I’m like, “Damn, woman”.

Menurut saya, judul aslinya The ((Coldest)) City sebenarnya lebih cocok dibanding ((Atomic)) Blonde yang terkesan relatif meledak-ledak, karena secara emosional filmnya dingin. Tak ada percikan yang benar-benar memancing empati. Namun, saya punya dugaan sendiri. Mungkin ini karena filmnya diceritakan dari sudut pandang Lorraine yang memang dingin. Kita tak begitu mengetahui masa lalu Lorraine, dan hanya sedikit mengintip sisi kemanusiaannya, karena bagi Lorraine, pada akhirnya yang penting hanyalah misinya. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Atomic Blonde

115 menit
Dewasa
David Leitch
Kurt Johnstad (screenplay), Anthony Johnston, Sam Hart (novel)
Charlize Theron, Beth Kono, A. J. Dix, Kelly McCormick, Eric Gitter, Peter Schwerin
Jonathan Sela
Tyler Bates

Box Office: 'Annabelle 2' Tampil Fantastis di Indonesia

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Box Office, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Box Office: 'Annabelle 2' Tampil Fantastis di Indonesia
link : Box Office: 'Annabelle 2' Tampil Fantastis di Indonesia

Baca juga


'Annabelle: Creation' dengan mudah menjadi jawara box office Amerika, tapi di Indonesia performanya tak kalah fantastis. Berikut rekap box office minggu ini.

Warner Bros mungkin masih berjuang dengan franchise superhero mereka, namun studio ini sudah punya cinematic universe yang solid di tangan mereka. Annabelle: Creation melanjutkan keberhasilan keempat dari The Conjuring Universe, dimana film ini menjadi jawara box office di minggu debutnya dengan perolehan $35,0 juta. Dengan bujet yang hanya $15 juta, Warner Bros sudah lebih dari untung.

Debutnya memang lebih rendah daripada Annabelle yang meraup $37,1 juta tiga tahun yang lalu, namun perlu dicermati bahwa antipasi penonton saat itu sangat tinggi pasca kesuksesan The Conjuring-nya James Wan, sementara sekarang masih banyak penonton yang masih trauma dengan film pertama Annabelle yang kualitasnya mengerikan. Meski respon penonton tak jauh berbeda (CinemaScore "B"), tapi Annabelle: Creation diterima dengan lebih baik oleh kritikus (RottenTomatoes "68%).

Annabelle: Creation punya daya tarik yang lebih besar di pasar luar Amerika. Jarang sekali kita mendengar bahwa Indonesia menjadi salah satu pasar kunci bagi film Hollywood mengingat jumlah layar kita yang terbatas, namun pengecualian bagi franchise The Conjuring. Indonesia menjadi penyumbang kedua terbesar dari seluruh dunia dengan perolehan $3,9 juta, setelah Korea ($6,7 juta). Dari 39 negara, ia mendapat $35,4 juta yang membuat total pendapatan globalnya sekarang berada di angka $82,1 juta.

Nyaris tak ada gaung dari promosi sekuel The Nut Job, jadi tak mengherankan saat The Nut Job 2: Nutty by Nature hanya mendapat debut minim $8,3 juta. Tapi yang mengejutkan adalah bagaimana film ini mejadi salah satu film dengan performa terburuk sepanjang masa. Angka seperti itu tidak wajar untuk ukuran film yang tayang di 4.000 layar, yang notabene 500+ layar lebih banyak dibanding film pertamanya (yang masih bisa meraup $19.4 juta). Untungnya respon penonton cukup bagus (CinemaScore "B+").

Reuni sang Captain Marvel, Brie Larson dengan sutradara Destin Daniel Cretton ternyata tak terlalu sensasional. The Glass Castle tak bisa masuk lima besar dengan debutnya yang hanya $4,7 juta. Ini bisa dibilang wide release, dan tentu saja tak bisa dibandingkan dengan film mereka sebelumnya, Short Term 12 yang hanya dirilis secara terbatas sepanjang tahun 2013 dimana Larson sendiri belum cukup dikenal khalayak. Penonton memberi CinemaScore "A-".

Dunkirk berada di posisi runner-up dengan $10,9 juta dan total pendapatan domestik $153,2 juta. Secara global, film Perang Dunia II dari Christopher Nolan ini sudah mencatatkan $363,7 juta berkat tambahan $11,4 juta dari luar Amerika minggu ini.

Setelah debut yang loyo minggu lalu, The Dark Tower terjun 59,2% ke posisi keempat dengan $7,8 juta. Pendapatannya selama 2 minggu yang $34,2 juta masih jauh untuk menutupi bujet $60 juta. Tidak pula dengan bantuan dari luar Amerika, karena 35 negara bisa menyumbang $7,4 juta yang baru mengangkat total pendapatan globalnya ke angka $53,3 juta.

The Girls Trip sudah mencatatkan laba besar; total pendapatan domestiknya sekarang berada di angka $97,1 juta berkat tambahan $6,5 juta minggu ini. Dengan bujet yang hanya $19 juta, ini adalah komedi tersukses di 2017. Secara global, ia sudah melewati $100 juta (tepatnya $105,6 juta) berkat tambahan $1,3 juta dari luar Amerika.

Dalam tiga minggu, Wolf Warrior 2 sudah mencatatkan pendapatan $684,5 juta, dan ini baru dari Cina saja.

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Weekend Box Office 11 Agustus - 13 Agustus 2017

1.

Annabelle: Creation
Minggu ini $35,006,404
Total $35,006,404

2.

Dunkirk
Minggu ini $10,884,117
Total $153,191,668

3.

The Nut Job 2: Nutty by Nature
Minggu ini $8,342,311
Total $8,342,311

4.

The Dark Tower
Minggu ini $7,820,154
Total $34,250,918

5.

Girls Trip
Minggu ini $6,466,475
Total $97,139,980
Ulasan Weekend Box Office Minggu Sebelumnya: Box Office: 'The Dark Tower' Jadi Jawara Loyo ■UP

'Annabelle: Creation' dengan mudah menjadi jawara box office Amerika, tapi di Indonesia performanya tak kalah fantastis. Berikut rekap box office minggu ini.

Warner Bros mungkin masih berjuang dengan franchise superhero mereka, namun studio ini sudah punya cinematic universe yang solid di tangan mereka. Annabelle: Creation melanjutkan keberhasilan keempat dari The Conjuring Universe, dimana film ini menjadi jawara box office di minggu debutnya dengan perolehan $35,0 juta. Dengan bujet yang hanya $15 juta, Warner Bros sudah lebih dari untung.

Debutnya memang lebih rendah daripada Annabelle yang meraup $37,1 juta tiga tahun yang lalu, namun perlu dicermati bahwa antipasi penonton saat itu sangat tinggi pasca kesuksesan The Conjuring-nya James Wan, sementara sekarang masih banyak penonton yang masih trauma dengan film pertama Annabelle yang kualitasnya mengerikan. Meski respon penonton tak jauh berbeda (CinemaScore "B"), tapi Annabelle: Creation diterima dengan lebih baik oleh kritikus (RottenTomatoes "68%).

Annabelle: Creation punya daya tarik yang lebih besar di pasar luar Amerika. Jarang sekali kita mendengar bahwa Indonesia menjadi salah satu pasar kunci bagi film Hollywood mengingat jumlah layar kita yang terbatas, namun pengecualian bagi franchise The Conjuring. Indonesia menjadi penyumbang kedua terbesar dari seluruh dunia dengan perolehan $3,9 juta, setelah Korea ($6,7 juta). Dari 39 negara, ia mendapat $35,4 juta yang membuat total pendapatan globalnya sekarang berada di angka $82,1 juta.

Nyaris tak ada gaung dari promosi sekuel The Nut Job, jadi tak mengherankan saat The Nut Job 2: Nutty by Nature hanya mendapat debut minim $8,3 juta. Tapi yang mengejutkan adalah bagaimana film ini mejadi salah satu film dengan performa terburuk sepanjang masa. Angka seperti itu tidak wajar untuk ukuran film yang tayang di 4.000 layar, yang notabene 500+ layar lebih banyak dibanding film pertamanya (yang masih bisa meraup $19.4 juta). Untungnya respon penonton cukup bagus (CinemaScore "B+").

Reuni sang Captain Marvel, Brie Larson dengan sutradara Destin Daniel Cretton ternyata tak terlalu sensasional. The Glass Castle tak bisa masuk lima besar dengan debutnya yang hanya $4,7 juta. Ini bisa dibilang wide release, dan tentu saja tak bisa dibandingkan dengan film mereka sebelumnya, Short Term 12 yang hanya dirilis secara terbatas sepanjang tahun 2013 dimana Larson sendiri belum cukup dikenal khalayak. Penonton memberi CinemaScore "A-".

Dunkirk berada di posisi runner-up dengan $10,9 juta dan total pendapatan domestik $153,2 juta. Secara global, film Perang Dunia II dari Christopher Nolan ini sudah mencatatkan $363,7 juta berkat tambahan $11,4 juta dari luar Amerika minggu ini.

Setelah debut yang loyo minggu lalu, The Dark Tower terjun 59,2% ke posisi keempat dengan $7,8 juta. Pendapatannya selama 2 minggu yang $34,2 juta masih jauh untuk menutupi bujet $60 juta. Tidak pula dengan bantuan dari luar Amerika, karena 35 negara bisa menyumbang $7,4 juta yang baru mengangkat total pendapatan globalnya ke angka $53,3 juta.

The Girls Trip sudah mencatatkan laba besar; total pendapatan domestiknya sekarang berada di angka $97,1 juta berkat tambahan $6,5 juta minggu ini. Dengan bujet yang hanya $19 juta, ini adalah komedi tersukses di 2017. Secara global, ia sudah melewati $100 juta (tepatnya $105,6 juta) berkat tambahan $1,3 juta dari luar Amerika.

Dalam tiga minggu, Wolf Warrior 2 sudah mencatatkan pendapatan $684,5 juta, dan ini baru dari Cina saja.

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Weekend Box Office 11 Agustus - 13 Agustus 2017

1.

Annabelle: Creation
Minggu ini $35,006,404
Total $35,006,404

2.

Dunkirk
Minggu ini $10,884,117
Total $153,191,668

3.

The Nut Job 2: Nutty by Nature
Minggu ini $8,342,311
Total $8,342,311

4.

The Dark Tower
Minggu ini $7,820,154
Total $34,250,918

5.

Girls Trip
Minggu ini $6,466,475
Total $97,139,980
Ulasan Weekend Box Office Minggu Sebelumnya: Box Office: 'The Dark Tower' Jadi Jawara Loyo ■UP

Tuesday, August 15, 2017

Daniel Craig Pastikan Kembali di ‘Bond 25’

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Daniel Craig Pastikan Kembali di ‘Bond 25’
link : Daniel Craig Pastikan Kembali di ‘Bond 25’

Baca juga


Daniel Craig memastikan dirinya akan kembali jadi 007 untuk sekali lagi pasca terakhir tampil di 'Spectre'.

Spekulasi tentang apakah Daniel Craig akan kembali atau tidak sebagai James Bond di Bond 25 akhirnya berakhir sudah. Pasalnya, saat menjadi bintang tamu di The Late Show with Stephen Colbert, Craig memastikan dirinya akan kembali jadi 007 untuk sekali lagi pasca terakhir tampil di Spectre. Sayangnya, selain mengkonfirmasi siap kembali, Craig tak berbagi detail lebih lanjut soal perannya di film mendatang. Yang jelas, jika Craig bilang sekali lagi, maka artinya Bond 25 menandai penampilan terakhirnya sebagai karakter agen rahasia Inggris rekaan Ian Fleming.

Pengumuman kembalinya Craig sendiri agak mengejutkan, lantaran kepastian ini datang beberapa jam usai Craig menyuarakan keraguan ketika diwawancarai stasiun radio Boston. Ketika ditanyai apakah ia akan kembali di Bond 25, Craig mengakui belum ada keputusan final dan belum ada yang bersifat resmi. Lebih lanjut, Craig menegaskan segalanya akan tergantung pada keputusan personal, meskipun di sisi lain ia tahu pihak studio sangat berharap ia kembali dan ia tertarik melakukannya.

Bagaimanapun, kini Craig sudah memastikan ia akan kembali untuk Bond 25. Dengan demikian, Craig tercatat lima kali menjadi James Bond pasca Casino Royale, Quantum of Solace, Skyfall dan Spectre.

Sementara itu, MGM dan Eon memastikan pemain, sutradara hingga distributor baru akan diungkap pada pengumuman kedepannya. Naskah Bond 25 sendiri kembali ditulis Neal Purvis dan Robert Wade. Ini menjadi film Bond kelima yang ditangani duo penulis tersebut, setelah sebelumnya mereka terlibat di keempat film Bond Craig.

Dengan jadwal rilis 8 November 2019, kemungkinan besar proses syuting Bond 25 akan bergulir pada 2018. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Daniel Craig memastikan dirinya akan kembali jadi 007 untuk sekali lagi pasca terakhir tampil di 'Spectre'.

Spekulasi tentang apakah Daniel Craig akan kembali atau tidak sebagai James Bond di Bond 25 akhirnya berakhir sudah. Pasalnya, saat menjadi bintang tamu di The Late Show with Stephen Colbert, Craig memastikan dirinya akan kembali jadi 007 untuk sekali lagi pasca terakhir tampil di Spectre. Sayangnya, selain mengkonfirmasi siap kembali, Craig tak berbagi detail lebih lanjut soal perannya di film mendatang. Yang jelas, jika Craig bilang sekali lagi, maka artinya Bond 25 menandai penampilan terakhirnya sebagai karakter agen rahasia Inggris rekaan Ian Fleming.

Pengumuman kembalinya Craig sendiri agak mengejutkan, lantaran kepastian ini datang beberapa jam usai Craig menyuarakan keraguan ketika diwawancarai stasiun radio Boston. Ketika ditanyai apakah ia akan kembali di Bond 25, Craig mengakui belum ada keputusan final dan belum ada yang bersifat resmi. Lebih lanjut, Craig menegaskan segalanya akan tergantung pada keputusan personal, meskipun di sisi lain ia tahu pihak studio sangat berharap ia kembali dan ia tertarik melakukannya.

Bagaimanapun, kini Craig sudah memastikan ia akan kembali untuk Bond 25. Dengan demikian, Craig tercatat lima kali menjadi James Bond pasca Casino Royale, Quantum of Solace, Skyfall dan Spectre.

Sementara itu, MGM dan Eon memastikan pemain, sutradara hingga distributor baru akan diungkap pada pengumuman kedepannya. Naskah Bond 25 sendiri kembali ditulis Neal Purvis dan Robert Wade. Ini menjadi film Bond kelima yang ditangani duo penulis tersebut, setelah sebelumnya mereka terlibat di keempat film Bond Craig.

Dengan jadwal rilis 8 November 2019, kemungkinan besar proses syuting Bond 25 akan bergulir pada 2018. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Review Film: 'Cars 3' (2017)

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Adventure, Artikel Animasi, Artikel Review, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Cars 3' (2017)
link : Review Film: 'Cars 3' (2017)

Baca juga


Lightning McQueen membawa 'Cars 3' kembali ke arena, dan saya tak pernah se-enjoy ini menonton film 'Cars'.

“Life is a beach, and then you drive.”
— Lightning McQueen
Sekarang kita sudah berada di film ketiga dari franchise Cars, jadi saya pikir kita semua sudah belajar untuk menerima kenyataan, terlepas dari pertanyaan kenapa di semesta ini mobil-mobil bertingkah layaknya manusia, kenapa tak ada manusia yang tampak apalagi yang mengendarai mobil, atau bagaimana bos Pixar, John Lasseter bisa punya ide untuk membuat film tentang mobil yang bisa bicara. Oh, atau kenapa traktor menjadi hewan ternak bagi mobil, padahal traktor juga termasuk mobil. Iya, itu konyol. Namun Cars 3 adalah film Cars yang next-level. Kali ini jagoan kita dihadapkan pada problematika yang relevan dimana ia harus merengkuh masa lalu untuk bisa mengalahkan tantangan masa depan di dunia balap mobil.

Saya senang saat tahu bahwa Pixar kembali menempatkan Lightning McQueen (Owen Wilson) di jalur fitrahnya: trek balap. Meski di beberapa titik cukup menikmati kekonyolan McQueen dkk beraksi di dunia mata-mata dalam Cars 2, saya tak bisa menghilangkan perasaan bahwa itu bukanlah sesuatu yang seharusnya dilakukan McQueen. Lebih senang lagi ketika mendapati bahwa Cars 3 akhirnya merapat ke jalur Pixar, sort of; menyajikan kisah yang meyampaikan pesan yang bermakna yang akan membuat kita kepikiran sembari menonton. Ada sesuatu mengenai penerimaan diri dan adaptasi terhadap perubahan yang mengalir dengan subtil, namun filmnya tetap simpel dan ceria.


Lightning McQueen sekarang sudah menjadi legenda balap, dimana ia melesat di arena melewati pesaingnya sembari meledek mereka. Siap untuk menjadi yang pertama sampai di garis finis, tapi tunggu dulu — ia hanya berada di podium kedua. McQueen dikalahkan di saat-saat terakhir oleh mobil mewah, canggih, generasi terbaru bernama Jackson Storm (Armie Hammer). Giliran McQueen yang diledek karena ia adalah produk lama yang sudah ketinggalan jaman. Pembalap di generasi Storm bisa berlari di kecepatan 320 km/jam tanpa kesulitan, sementara McQueen hanyalah mantan jawara bermesin tua.

Apakah ini sudah waktunya untuk pensiun? Tidak juga, karena McQueen siap menggeber mesinnya lebih keras. Naasnya, dalam sebuah sekuens yang spektakuler, ia mengalami kecelakaan parah. Ia pulang kandang ke Radiator Spring. Apakah ini sudah waktunya untuk pensiun? Masih belum, karena McQueen mendapat satu kesempatan terakhir dari sponsor barunya, konglomerat bernama Sterling (Nathan Fillion). Sterling adalah penggemar berat McQueen, tapi ia juga seorang pebisnis. Jadi ia membuat kesepakatan: jika kalah, McQueen harus pensiun dan siap menjadi duta endorsement dari produk mobil milik Sterling.

Cars 3 adalah soal jaman yang sudah semakin berkembang dan bagaimana attitude kita terhadapnya. Tetap statis dan tak berubah tidaklah cukup, karena kita akan ditinggalkan oleh perubahan itu sendiri. McQueen tahu harus beradaptasi, tapi ia tak begitu siap untuk mencoba alat simulator yang disediakan di fasilitas canggih milik Sterling. McQueen memutuskan untuk melakukannya dengan “cara lama”, yaitu langsung turun ke jalanan yang penuh lumpur dan kerikil. Literally.

Film ini adalah debut bagi animator dan storyboard artist veteran di Pixar, Brian Fee. Fee menyajikan animasi yang detail dan, saya yakin, tetap sangat menarik bagi anak-anak. Sekuens latihan balap di pantai yang sangat cerah, misalnya. Kontras dengan itu, McQueen bergelap-gelapan (karena berlumur lumpur dan waktunya adalah malam hari) saat ikut dalam adu mobil semacam kontes Crush Gear bagi Cars. Adegan flashback juga membawa kita melihat footage jadul saat mentor McQueen, Doc Hudson balapan di sirkuit tanah.

Di fasilitas pelatihan, McQueen mendapat pelatih Cruz (Cristela Alonzo) yang penuh semangat, namun kerap memperlakukannya sebagai mobil jompo, alih-alih legenda hidup. McQueen membawa kabur Cruz untuk ikut dalam pelatihan “cara lama”-nya, tapi Cruz tak sedemikian kompeten dalam hal balapan berkotor-kotoran. Perlahan-lahan, saya mulai heran akan apa yang ingin dituju film ini. Di satu titik, saya merasa McQueen-lah yang mengajari Cruz. Dan akhirnya menjelang balapan akhir, semua menjadi jelas: adaptasi bagi McQueen tak seperti yang saya duga. Klimaksnya yang tak bisa dibilang super-emosional tapi sampai dengan memuaskan ini, relatif mengejutkan untuk ukuran film yang ditujukan khusus untuk anak-anak.

Tanpa bermaksud untuk mengungkap poin penting, film ini adalah mengenai guru dan murid. McQueen butuh mentor tapi Doc sudah tiada. Karakter yang diisikan suaranya oleh mendiang Paul Newman ini hanya muncul dalam flashback, tapi krusial dalam membawa narasi film. McQueen pergi ke kampung halaman Doc, kemudian bertemu dengan mentor Doc, Smokey (Chris Cooper), dan di satu momen yang menarik, juga bersua dengan para mantan legenda balap yang sedang nongkrong. Sementara itu, hubungan McQueen-Cruz semakin mirip dengan hubungan Doc-McQueen. Ternyata Cruz sendiri juga bermimpi menjadi pembalap, tapi ia tak percaya diri di industri ini. McQueen pribadi tak bisa lagi hanya bergantung pada kejayaan masa lalu, ia harus melesat ke depan.

Cars 3 adalah film yang ringan tapi berisi, dan tak terbatas untuk anak-anak (atau orang dewasa dengan semangat anak-anak) saja. Dengan durasi yang singkat dan plot yang sederhana, pacing-nya mantap. Pelajarannya mungkin akan lebih beresonansi bagi orang dewasa, tapi saya takkan komplain karena saya memang tak hanya sekedar ingin melihat mobil saling ber-bruum-bruum ria sampai durasi berakhir. Memang tak ada bagian yang akan membuat saraf emosi anda trauma sebagaimana beberapa film luar biasa Pixar, tapi saya tak pernah sefokus dan se-enjoy ini menonton film-film Cars.

Catatan: Cars 3 dibuka dengan film pendek berjudul Lou, tentang seorang tukang bully sekolah yang akhirnya mendapat pelajaran. Pesan moralnya sangat bagus, tapi tak secerdas Sanjay’s Super Team dalam bercerita. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Cars 3

109 menit
Semua Umur
Brian Fee
Kiel Murray, Bob Peterson, Mike Rich
Kevin Reher
Jeremy Lasky, Kim White
Randy Newman

Lightning McQueen membawa 'Cars 3' kembali ke arena, dan saya tak pernah se-enjoy ini menonton film 'Cars'.

“Life is a beach, and then you drive.”
— Lightning McQueen
Sekarang kita sudah berada di film ketiga dari franchise Cars, jadi saya pikir kita semua sudah belajar untuk menerima kenyataan, terlepas dari pertanyaan kenapa di semesta ini mobil-mobil bertingkah layaknya manusia, kenapa tak ada manusia yang tampak apalagi yang mengendarai mobil, atau bagaimana bos Pixar, John Lasseter bisa punya ide untuk membuat film tentang mobil yang bisa bicara. Oh, atau kenapa traktor menjadi hewan ternak bagi mobil, padahal traktor juga termasuk mobil. Iya, itu konyol. Namun Cars 3 adalah film Cars yang next-level. Kali ini jagoan kita dihadapkan pada problematika yang relevan dimana ia harus merengkuh masa lalu untuk bisa mengalahkan tantangan masa depan di dunia balap mobil.

Saya senang saat tahu bahwa Pixar kembali menempatkan Lightning McQueen (Owen Wilson) di jalur fitrahnya: trek balap. Meski di beberapa titik cukup menikmati kekonyolan McQueen dkk beraksi di dunia mata-mata dalam Cars 2, saya tak bisa menghilangkan perasaan bahwa itu bukanlah sesuatu yang seharusnya dilakukan McQueen. Lebih senang lagi ketika mendapati bahwa Cars 3 akhirnya merapat ke jalur Pixar, sort of; menyajikan kisah yang meyampaikan pesan yang bermakna yang akan membuat kita kepikiran sembari menonton. Ada sesuatu mengenai penerimaan diri dan adaptasi terhadap perubahan yang mengalir dengan subtil, namun filmnya tetap simpel dan ceria.


Lightning McQueen sekarang sudah menjadi legenda balap, dimana ia melesat di arena melewati pesaingnya sembari meledek mereka. Siap untuk menjadi yang pertama sampai di garis finis, tapi tunggu dulu — ia hanya berada di podium kedua. McQueen dikalahkan di saat-saat terakhir oleh mobil mewah, canggih, generasi terbaru bernama Jackson Storm (Armie Hammer). Giliran McQueen yang diledek karena ia adalah produk lama yang sudah ketinggalan jaman. Pembalap di generasi Storm bisa berlari di kecepatan 320 km/jam tanpa kesulitan, sementara McQueen hanyalah mantan jawara bermesin tua.

Apakah ini sudah waktunya untuk pensiun? Tidak juga, karena McQueen siap menggeber mesinnya lebih keras. Naasnya, dalam sebuah sekuens yang spektakuler, ia mengalami kecelakaan parah. Ia pulang kandang ke Radiator Spring. Apakah ini sudah waktunya untuk pensiun? Masih belum, karena McQueen mendapat satu kesempatan terakhir dari sponsor barunya, konglomerat bernama Sterling (Nathan Fillion). Sterling adalah penggemar berat McQueen, tapi ia juga seorang pebisnis. Jadi ia membuat kesepakatan: jika kalah, McQueen harus pensiun dan siap menjadi duta endorsement dari produk mobil milik Sterling.

Cars 3 adalah soal jaman yang sudah semakin berkembang dan bagaimana attitude kita terhadapnya. Tetap statis dan tak berubah tidaklah cukup, karena kita akan ditinggalkan oleh perubahan itu sendiri. McQueen tahu harus beradaptasi, tapi ia tak begitu siap untuk mencoba alat simulator yang disediakan di fasilitas canggih milik Sterling. McQueen memutuskan untuk melakukannya dengan “cara lama”, yaitu langsung turun ke jalanan yang penuh lumpur dan kerikil. Literally.

Film ini adalah debut bagi animator dan storyboard artist veteran di Pixar, Brian Fee. Fee menyajikan animasi yang detail dan, saya yakin, tetap sangat menarik bagi anak-anak. Sekuens latihan balap di pantai yang sangat cerah, misalnya. Kontras dengan itu, McQueen bergelap-gelapan (karena berlumur lumpur dan waktunya adalah malam hari) saat ikut dalam adu mobil semacam kontes Crush Gear bagi Cars. Adegan flashback juga membawa kita melihat footage jadul saat mentor McQueen, Doc Hudson balapan di sirkuit tanah.

Di fasilitas pelatihan, McQueen mendapat pelatih Cruz (Cristela Alonzo) yang penuh semangat, namun kerap memperlakukannya sebagai mobil jompo, alih-alih legenda hidup. McQueen membawa kabur Cruz untuk ikut dalam pelatihan “cara lama”-nya, tapi Cruz tak sedemikian kompeten dalam hal balapan berkotor-kotoran. Perlahan-lahan, saya mulai heran akan apa yang ingin dituju film ini. Di satu titik, saya merasa McQueen-lah yang mengajari Cruz. Dan akhirnya menjelang balapan akhir, semua menjadi jelas: adaptasi bagi McQueen tak seperti yang saya duga. Klimaksnya yang tak bisa dibilang super-emosional tapi sampai dengan memuaskan ini, relatif mengejutkan untuk ukuran film yang ditujukan khusus untuk anak-anak.

Tanpa bermaksud untuk mengungkap poin penting, film ini adalah mengenai guru dan murid. McQueen butuh mentor tapi Doc sudah tiada. Karakter yang diisikan suaranya oleh mendiang Paul Newman ini hanya muncul dalam flashback, tapi krusial dalam membawa narasi film. McQueen pergi ke kampung halaman Doc, kemudian bertemu dengan mentor Doc, Smokey (Chris Cooper), dan di satu momen yang menarik, juga bersua dengan para mantan legenda balap yang sedang nongkrong. Sementara itu, hubungan McQueen-Cruz semakin mirip dengan hubungan Doc-McQueen. Ternyata Cruz sendiri juga bermimpi menjadi pembalap, tapi ia tak percaya diri di industri ini. McQueen pribadi tak bisa lagi hanya bergantung pada kejayaan masa lalu, ia harus melesat ke depan.

Cars 3 adalah film yang ringan tapi berisi, dan tak terbatas untuk anak-anak (atau orang dewasa dengan semangat anak-anak) saja. Dengan durasi yang singkat dan plot yang sederhana, pacing-nya mantap. Pelajarannya mungkin akan lebih beresonansi bagi orang dewasa, tapi saya takkan komplain karena saya memang tak hanya sekedar ingin melihat mobil saling ber-bruum-bruum ria sampai durasi berakhir. Memang tak ada bagian yang akan membuat saraf emosi anda trauma sebagaimana beberapa film luar biasa Pixar, tapi saya tak pernah sefokus dan se-enjoy ini menonton film-film Cars.

Catatan: Cars 3 dibuka dengan film pendek berjudul Lou, tentang seorang tukang bully sekolah yang akhirnya mendapat pelajaran. Pesan moralnya sangat bagus, tapi tak secerdas Sanjay’s Super Team dalam bercerita. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Cars 3

109 menit
Semua Umur
Brian Fee
Kiel Murray, Bob Peterson, Mike Rich
Kevin Reher
Jeremy Lasky, Kim White
Randy Newman

Diwarnai Insiden Serius, Syuting ‘Deadpool 2’ & ‘Mission: Impossible 6’ Dihentikan Sementara

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Diwarnai Insiden Serius, Syuting ‘Deadpool 2’ & ‘Mission: Impossible 6’ Dihentikan Sementara
link : Diwarnai Insiden Serius, Syuting ‘Deadpool 2’ & ‘Mission: Impossible 6’ Dihentikan Sementara

Baca juga


Dua film blockbuster yang siap meluncur 2018 telah menghentikan sementara proses syutingnya, menyusul terjadinya insiden serius di lokasi pengambilan gambar.

Dua film blockbuster yang siap meluncur 2018 telah menghentikan sementara proses syutingnya, menyusul terjadinya insiden serius di lokasi pengambilan gambar.

Film pertama yang ditimpa insiden ialah Deadpool 2. Diberitakan bahwa seorang stuntwoman bernama Joi “SJ” Harris tewas di lokasi syuting di Vancouver saat melakoni stunt sepeda motor. Kabarnya, Joi yang seorang pebalap berpengalaman, melakukan stunt untuk karakter Domino saat mengalami kecelakaan, dan jatuh dari motornya setelah beberapa kali take untuk adegan yang sama. Hingga kini polisi masih menyelidiki apakah kecelakaan ini disebabkan oleh kelalaian manusia atau kesalahan teknis. Namun Deadline mengkonfirmasi Joi tak mengenakan helm.

Menyusul kematian Joi, Ryan Reynolds – yang juga berasal dari Vancouver dan menjadi pemeran Deadpool – menyampaikan rasa dukanya lewat sebuah statement. Ia merasa sedih, terkejut dan terpukul atas wafatnya Joi. Kini dilaporkan bahwa proses syuting Deadpool 2 dihentikan sementara untuk masa berkabung. Belum diketahui pasti kapan syuting kembali dilanjutkan. Ada kemungkinan rehat ini akan mempengaruhi jadwal rilis Deadpool 2. Namun setidaknya untuk saat ini, sekuel tersebut masih dijadwalkan tayang pada 1 Juni 2018.

Sementara itu, film lain yang proses syutingnya dihentikan sementara yaitu Mission: Impossible 6, usai sang lakon utama, Tom Cruise, mengalami kecelakaan saat melakoni stunt di London. Berdasarkan footage dari TMZ, Cruise terlihat melompat dari atas bangunan ke bangunan lain dengan memakai tali pengaman. Namun lantaran Cruise tampaknya salah ambil momentum untuk melompat, ia akhirnya terbentur cukup keras pada bagian dada saat mendarat di bangunan yang ia tuju. Sang aktor berusia 55 tahun ini sebenarnya bisa bangkit dan bergerak normal. Namun kenyataannya, kini cedera Cruise diketahui lebih serius dari perkiraan awal. Menurut laporan dari The Sun, Cruise butuh waktu berbulan-bulan untuk pulih dari cederanya yang serius. Cukup masuk akal memang jika melihat bagaimana Cruise terjatuh. Namun hingga kini belum ada respon dari Paramount maupun sutradara Christopher McQuarrie terkait laporan The Sun.

Sepanjang karirnya, Cruise sendiri dikenal selalu melakoni stunt sendiri tanpa bantuan stuntman. Mulai dari memanjat Burj Al Khalifa di Mission: Impossible – Ghost Protocol sampai aksi menantang gravitasi di The Mummy. Alhasil, dengan keberanian dan kenekatannya, resiko Cruise mengalami cedera tentu bertambah tinggi. Pasca insiden Cruise, belum ada keterangan kapan syuting kembali dilanjutkan. Untuk saat ini, Mission: Impossible 6 masih dijadwalkan tayang pada 27 Juli 2018. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Dua film blockbuster yang siap meluncur 2018 telah menghentikan sementara proses syutingnya, menyusul terjadinya insiden serius di lokasi pengambilan gambar.

Dua film blockbuster yang siap meluncur 2018 telah menghentikan sementara proses syutingnya, menyusul terjadinya insiden serius di lokasi pengambilan gambar.

Film pertama yang ditimpa insiden ialah Deadpool 2. Diberitakan bahwa seorang stuntwoman bernama Joi “SJ” Harris tewas di lokasi syuting di Vancouver saat melakoni stunt sepeda motor. Kabarnya, Joi yang seorang pebalap berpengalaman, melakukan stunt untuk karakter Domino saat mengalami kecelakaan, dan jatuh dari motornya setelah beberapa kali take untuk adegan yang sama. Hingga kini polisi masih menyelidiki apakah kecelakaan ini disebabkan oleh kelalaian manusia atau kesalahan teknis. Namun Deadline mengkonfirmasi Joi tak mengenakan helm.

Menyusul kematian Joi, Ryan Reynolds – yang juga berasal dari Vancouver dan menjadi pemeran Deadpool – menyampaikan rasa dukanya lewat sebuah statement. Ia merasa sedih, terkejut dan terpukul atas wafatnya Joi. Kini dilaporkan bahwa proses syuting Deadpool 2 dihentikan sementara untuk masa berkabung. Belum diketahui pasti kapan syuting kembali dilanjutkan. Ada kemungkinan rehat ini akan mempengaruhi jadwal rilis Deadpool 2. Namun setidaknya untuk saat ini, sekuel tersebut masih dijadwalkan tayang pada 1 Juni 2018.

Sementara itu, film lain yang proses syutingnya dihentikan sementara yaitu Mission: Impossible 6, usai sang lakon utama, Tom Cruise, mengalami kecelakaan saat melakoni stunt di London. Berdasarkan footage dari TMZ, Cruise terlihat melompat dari atas bangunan ke bangunan lain dengan memakai tali pengaman. Namun lantaran Cruise tampaknya salah ambil momentum untuk melompat, ia akhirnya terbentur cukup keras pada bagian dada saat mendarat di bangunan yang ia tuju. Sang aktor berusia 55 tahun ini sebenarnya bisa bangkit dan bergerak normal. Namun kenyataannya, kini cedera Cruise diketahui lebih serius dari perkiraan awal. Menurut laporan dari The Sun, Cruise butuh waktu berbulan-bulan untuk pulih dari cederanya yang serius. Cukup masuk akal memang jika melihat bagaimana Cruise terjatuh. Namun hingga kini belum ada respon dari Paramount maupun sutradara Christopher McQuarrie terkait laporan The Sun.

Sepanjang karirnya, Cruise sendiri dikenal selalu melakoni stunt sendiri tanpa bantuan stuntman. Mulai dari memanjat Burj Al Khalifa di Mission: Impossible – Ghost Protocol sampai aksi menantang gravitasi di The Mummy. Alhasil, dengan keberanian dan kenekatannya, resiko Cruise mengalami cedera tentu bertambah tinggi. Pasca insiden Cruise, belum ada keterangan kapan syuting kembali dilanjutkan. Untuk saat ini, Mission: Impossible 6 masih dijadwalkan tayang pada 27 Juli 2018. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

James Wan Jelaskan Proses Terbentuknya The Conjuring Universe

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : James Wan Jelaskan Proses Terbentuknya The Conjuring Universe
link : James Wan Jelaskan Proses Terbentuknya The Conjuring Universe

Baca juga


James Wan menjelaskan bagaimana awalnya ia menciptakan The Conjuring Universe yang di luar dugaan banyak pihak bisa sukses dan besar seperti sekarang.

Cinematic universe dinilai telah menjadi primadona baru bagi studio Hollywood sejak kesuksesan fantastis The Avengers pada 2012 silam. Berangkat dari momen yang mengubah permainan tersebut, muncullah beberapa semesta film baru yang berusaha menyaingi pamor Marvel Cinematic Universe, seperti DC Extended Universe, MonsterVerse hingga Dark Universe. Kini, seolah membuktikan bahwa cinematic universe tak harus berbau blockbuster, James Wan dengan tangan dinginnya menciptakan semesta film horror yang berbasis di dunia The Conjuring.

Layaknya cinematic universe pada umumnya, semesta The Conjuring berisi film-film yang saling berkaitan. Dimulai dari The Conjuring dan sekuelnya, universe ini kemudian melahirkan deretan spin-off meliputi Annabelle, Annabelle: Creation dan yang akan datang, The Nun yang berkisah hantu biarawati Valak. Ketika ditemui THR, Wan ditanyai bagaimana awalnya ia menciptakan The Conjuring Universe yang di luar dugaan banyak pihak bisa sukses dan besar seperti sekarang.

Diakui Wan, awalnya ia hendak memberi judul The Warren Files untuk film-film berbasis dunia The Conjuring. Judul ini dinilainya akan memudahkan penonton mengetahui bahwa film-film ini saling berkesinambungan dan bersetting di dunia yang sama. Meski pada akhirnya judul The Warren Files tak dipakai, Wan merasa semangat menciptakan universe ini masih tetap dipertahankan.

Sebagai arsitek The Conjuring Universe, Wan tentunya punya visi agar semua filmnya terasa padu. Untuk mewujudkannya, Wan mengusung storytelling bernuansa old school untuk film The Conjuring Universe. Alasannya, selain karena menyukai film horror old school, Wan juga ingin memastikan semua film The Conjuring Universe berasal dari konsep storytelling yang sama. Disamping itu, Wan juga tak ingin film-film ini terasa tak konsisten dari sisi visual.

Di akhir perbincangan, Wan mengungkapkan ia sudah punya gambaran cerita The Nun 2, jika film pertamanya yang tayang 13 Juli 2018 sukses di box office. Ia menyatakan, cerita The Nun 2 akan melengkapi kisah paranormal Lorraine Warren (diperankan Vera Farmiga) yang sempat dituturkan di dua film pertama The Conjuring. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

James Wan menjelaskan bagaimana awalnya ia menciptakan The Conjuring Universe yang di luar dugaan banyak pihak bisa sukses dan besar seperti sekarang.

Cinematic universe dinilai telah menjadi primadona baru bagi studio Hollywood sejak kesuksesan fantastis The Avengers pada 2012 silam. Berangkat dari momen yang mengubah permainan tersebut, muncullah beberapa semesta film baru yang berusaha menyaingi pamor Marvel Cinematic Universe, seperti DC Extended Universe, MonsterVerse hingga Dark Universe. Kini, seolah membuktikan bahwa cinematic universe tak harus berbau blockbuster, James Wan dengan tangan dinginnya menciptakan semesta film horror yang berbasis di dunia The Conjuring.

Layaknya cinematic universe pada umumnya, semesta The Conjuring berisi film-film yang saling berkaitan. Dimulai dari The Conjuring dan sekuelnya, universe ini kemudian melahirkan deretan spin-off meliputi Annabelle, Annabelle: Creation dan yang akan datang, The Nun yang berkisah hantu biarawati Valak. Ketika ditemui THR, Wan ditanyai bagaimana awalnya ia menciptakan The Conjuring Universe yang di luar dugaan banyak pihak bisa sukses dan besar seperti sekarang.

Diakui Wan, awalnya ia hendak memberi judul The Warren Files untuk film-film berbasis dunia The Conjuring. Judul ini dinilainya akan memudahkan penonton mengetahui bahwa film-film ini saling berkesinambungan dan bersetting di dunia yang sama. Meski pada akhirnya judul The Warren Files tak dipakai, Wan merasa semangat menciptakan universe ini masih tetap dipertahankan.

Sebagai arsitek The Conjuring Universe, Wan tentunya punya visi agar semua filmnya terasa padu. Untuk mewujudkannya, Wan mengusung storytelling bernuansa old school untuk film The Conjuring Universe. Alasannya, selain karena menyukai film horror old school, Wan juga ingin memastikan semua film The Conjuring Universe berasal dari konsep storytelling yang sama. Disamping itu, Wan juga tak ingin film-film ini terasa tak konsisten dari sisi visual.

Di akhir perbincangan, Wan mengungkapkan ia sudah punya gambaran cerita The Nun 2, jika film pertamanya yang tayang 13 Juli 2018 sukses di box office. Ia menyatakan, cerita The Nun 2 akan melengkapi kisah paranormal Lorraine Warren (diperankan Vera Farmiga) yang sempat dituturkan di dua film pertama The Conjuring. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem
Kunjungi Ulasan Pilem di facebook: facebook.com/ulasanpilem

Monday, August 14, 2017

Penyesuaian Tampilan & Performa UlasanPilem

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Blog, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Penyesuaian Tampilan & Performa UlasanPilem
link : Penyesuaian Tampilan & Performa UlasanPilem

Baca juga


UlasanPilem baru saja mengalami beberapa perubahan tampilan & performa (detailnya di bawah ini) yang diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan anda. Kami siap menerima feedback dari anda.

Sebagian dari anda mungkin sudah menyadari bahwa ada sedikit hal yang berbeda dari UlasanPilem. Benar, dalam beberapa minggu terakhir ini, saya melakukan beberapa perubahan terhadap penampilan dan performa UlasanPilem. Meski demikian, perubahannya hanya bersifat minor, jadi bagi yang sudah terbiasa dengan tampilan yang lama, anda takkan pangling. Saya berharap beberapa perubahan ini akan meningkatkan kenyamanan para pembaca selama mengunjungi UlasanPilem. Saya juga sangat menantikan feedback dari anda demi pengembangan blog ini agar semakin sesuai dengan preferensi anda.

Tujuan utama saya adalah membuat semuanya seminimalis mungkin, agar pembaca tak merasa ribet (karena terlalu riweuh) tanpa harus mengorbankan aspek informatifnya. Bagi anda yang ingin tahu, berikut adalah beberapa penyesuaian yang sudah diterapkan:


Logo


Logo sebenarnya sudah saya ganti lumayan lama, karena bagian ini merupakan titik awal dari proses desain-ulang UlasanPilem. Logo lama yang cukup padat karena bertuliskan nama blog, deskripsi blog, lambang kamera, dan 10 bintang (entah apa yang saya pikirkan saat pertama kali membuatnya), sudah berganti dengan logo simpel bertuliskan inisial UP dan alamat blog. Skema warnanya masih sama, tapi untuk inisial UP, saya berikan latar warna ombre supaya kekinian.


Preview artikel di Homepage


Ini mungkin termasuk salah satu perubahan yang signifikan. Bukan karena tampilannya yang dirombak habis-habisan, melainkan karena proses pengerjaannya yang membutuhkan waktu cukup lama. Saya tak sedemikian mahir dengan pemrograman web, sehingga harus melakukan trial & error berkali-kali untuk merombak javascript yang mengatur tampilan preview artikel.

Preview gambar artikel di Homepage sekarang berpindah ke atas judul artikel. Jadi, anda takkan lagi menemukan gambar preview yang timpang karena perbedaan jumlah baris dari judul artikel. Alignment judul saya ganti dari "left" ke "center" agar lebih enak dilihat. Iya, ini juga menjadi kelegaan bagi perasaan obsesif-kompulsif saya yang gregetan saat melihat gambar yang tak sejajar.


Performa


Perubahan ini memang tak bisa anda lihat, tapi sangat bisa anda rasakan. Performa adalah perombakan paling besar yang saya lakukan kemarin. Anda mungkin sudah merasakan bahwa waktu loading UlasanPilem lebih singkat daripada sebelumnya. Ini karena semua kode javascript dan sebagian sheet CSS saya pindahkan ke hosting pribadi. Beberapa kode gaje juga saya hapus. Jadi tak ada lagi kode inline di template blog (yang katanya tak direkomendasikan; entahlah, saya tak begitu paham), alih-alih semua terakses secara otomatis dan lebih efisien dari satu lokasi hosting. Performa UlasanPilem tak optimal jika menggunakan browser Opera Mini atau UCBrowser, sehingga saya menambahkan kode agar langsung redirect ke Google Chrome.


Info review film


Saya mengganti tampilan info film pasca artikel review agar lebih hemat tempat, enak dilihat, sekaligus mengisinya dengan keterangan yang lebih lengkap dan relevan. Tautan IMDB dan RottenTomatoes saya hilangkan, karena anda pasti bisa menemukannya sendiri di internet.


Tabel box office


Well, yang sebelumnya sih tak bisa disebut tabel, karena saya hanya menyusun elemennya secara berurutan dalam baris. Kali ini, saya benar-benar membuatnya dalam tabel, sehingga anda bisa membacanya dengan cepat nyaris dalam sekali lihat. Jika anda membuka UlasanPilem via smartphone, tak perlu khawatir tabelnya akan rusak (atau anda harus me-scroll ke kanan-kiri), sebab tabelnya akan collapse sendiri menjadi tabel-tabel mini.


Widget, dan lain-lain


Perubahan kecil lainnya dibuat agar tampilan UlasanPilem semakin minimalis. Widget akun media sosial bagi UlasanPilem diganti dengan ikon saja, alih-alih ikon+jumlah followers. Satu kolom widget iklan di sidebar saya hilangkan agar sidebar-nya tidak terlalu panjang. Judul sidebar bukan lagi kotak hitam berhuruf putih, melainkan hanya judul dengan garis bawah.

Selain itu, tombol share di bawah artikel diganti agar lebih praktis tapi lebih lengkap (mulai dari Facebook, Twit... pokoknya hampir semua media sosial deh). Ruang untuk Preview artikel "sebelumnya" dan "selanjutnya" juga dibuat lebih kecil agar tak memakan banyak tempat.


Tentu saja, UlasanPilem masih jauh dari sempurna. Jadi bagaimana perubahan ini menurut anda? Apa yang anda suka dan/atau tidak anda suka? Saya sangat mengharapkan feedback dari anda, karena dengan begitu saya bisa melakukan penyesuaian lebih lanjut untuk lebih meningkatkan user-experience anda selama mengunjungi UlasanPilem. Sekali lagi, saya bukan desainer web profesional, tapi akan saya usahakan sebisanya. ■UP

UlasanPilem baru saja mengalami beberapa perubahan tampilan & performa (detailnya di bawah ini) yang diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan anda. Kami siap menerima feedback dari anda.

Sebagian dari anda mungkin sudah menyadari bahwa ada sedikit hal yang berbeda dari UlasanPilem. Benar, dalam beberapa minggu terakhir ini, saya melakukan beberapa perubahan terhadap penampilan dan performa UlasanPilem. Meski demikian, perubahannya hanya bersifat minor, jadi bagi yang sudah terbiasa dengan tampilan yang lama, anda takkan pangling. Saya berharap beberapa perubahan ini akan meningkatkan kenyamanan para pembaca selama mengunjungi UlasanPilem. Saya juga sangat menantikan feedback dari anda demi pengembangan blog ini agar semakin sesuai dengan preferensi anda.

Tujuan utama saya adalah membuat semuanya seminimalis mungkin, agar pembaca tak merasa ribet (karena terlalu riweuh) tanpa harus mengorbankan aspek informatifnya. Bagi anda yang ingin tahu, berikut adalah beberapa penyesuaian yang sudah diterapkan:


Logo


Logo sebenarnya sudah saya ganti lumayan lama, karena bagian ini merupakan titik awal dari proses desain-ulang UlasanPilem. Logo lama yang cukup padat karena bertuliskan nama blog, deskripsi blog, lambang kamera, dan 10 bintang (entah apa yang saya pikirkan saat pertama kali membuatnya), sudah berganti dengan logo simpel bertuliskan inisial UP dan alamat blog. Skema warnanya masih sama, tapi untuk inisial UP, saya berikan latar warna ombre supaya kekinian.


Preview artikel di Homepage


Ini mungkin termasuk salah satu perubahan yang signifikan. Bukan karena tampilannya yang dirombak habis-habisan, melainkan karena proses pengerjaannya yang membutuhkan waktu cukup lama. Saya tak sedemikian mahir dengan pemrograman web, sehingga harus melakukan trial & error berkali-kali untuk merombak javascript yang mengatur tampilan preview artikel.

Preview gambar artikel di Homepage sekarang berpindah ke atas judul artikel. Jadi, anda takkan lagi menemukan gambar preview yang timpang karena perbedaan jumlah baris dari judul artikel. Alignment judul saya ganti dari "left" ke "center" agar lebih enak dilihat. Iya, ini juga menjadi kelegaan bagi perasaan obsesif-kompulsif saya yang gregetan saat melihat gambar yang tak sejajar.


Performa


Perubahan ini memang tak bisa anda lihat, tapi sangat bisa anda rasakan. Performa adalah perombakan paling besar yang saya lakukan kemarin. Anda mungkin sudah merasakan bahwa waktu loading UlasanPilem lebih singkat daripada sebelumnya. Ini karena semua kode javascript dan sebagian sheet CSS saya pindahkan ke hosting pribadi. Beberapa kode gaje juga saya hapus. Jadi tak ada lagi kode inline di template blog (yang katanya tak direkomendasikan; entahlah, saya tak begitu paham), alih-alih semua terakses secara otomatis dan lebih efisien dari satu lokasi hosting. Performa UlasanPilem tak optimal jika menggunakan browser Opera Mini atau UCBrowser, sehingga saya menambahkan kode agar langsung redirect ke Google Chrome.


Info review film


Saya mengganti tampilan info film pasca artikel review agar lebih hemat tempat, enak dilihat, sekaligus mengisinya dengan keterangan yang lebih lengkap dan relevan. Tautan IMDB dan RottenTomatoes saya hilangkan, karena anda pasti bisa menemukannya sendiri di internet.


Tabel box office


Well, yang sebelumnya sih tak bisa disebut tabel, karena saya hanya menyusun elemennya secara berurutan dalam baris. Kali ini, saya benar-benar membuatnya dalam tabel, sehingga anda bisa membacanya dengan cepat nyaris dalam sekali lihat. Jika anda membuka UlasanPilem via smartphone, tak perlu khawatir tabelnya akan rusak (atau anda harus me-scroll ke kanan-kiri), sebab tabelnya akan collapse sendiri menjadi tabel-tabel mini.


Widget, dan lain-lain


Perubahan kecil lainnya dibuat agar tampilan UlasanPilem semakin minimalis. Widget akun media sosial bagi UlasanPilem diganti dengan ikon saja, alih-alih ikon+jumlah followers. Satu kolom widget iklan di sidebar saya hilangkan agar sidebar-nya tidak terlalu panjang. Judul sidebar bukan lagi kotak hitam berhuruf putih, melainkan hanya judul dengan garis bawah.

Selain itu, tombol share di bawah artikel diganti agar lebih praktis tapi lebih lengkap (mulai dari Facebook, Twit... pokoknya hampir semua media sosial deh). Ruang untuk Preview artikel "sebelumnya" dan "selanjutnya" juga dibuat lebih kecil agar tak memakan banyak tempat.


Tentu saja, UlasanPilem masih jauh dari sempurna. Jadi bagaimana perubahan ini menurut anda? Apa yang anda suka dan/atau tidak anda suka? Saya sangat mengharapkan feedback dari anda, karena dengan begitu saya bisa melakukan penyesuaian lebih lanjut untuk lebih meningkatkan user-experience anda selama mengunjungi UlasanPilem. Sekali lagi, saya bukan desainer web profesional, tapi akan saya usahakan sebisanya. ■UP