Friday, May 29, 2015

'Kung Fury' Dirilis secara Gratis, Tonton Filmnya Berikut Ini

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Featured, Artikel Video, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : 'Kung Fury' Dirilis secara Gratis, Tonton Filmnya Berikut Ini
link : 'Kung Fury' Dirilis secara Gratis, Tonton Filmnya Berikut Ini

Baca juga


'Kung Fury', sebuah film pendek plesetan yang mengambil inspirasi dari film aksi dan polisi era 80-an akhirnya dirilis gratis secara resmi. Silakan menikmati.
Semenjak memulai kampanyenya pada Desember 2013, proyek Kung Fury — yang terinspirasi dari film martial arts dan polisi era 80-an yang garing — menjadi pembicaraan yang cukup hangat di dunia maya. Proyek ini terlahir dari sutradara Swedia, David Sandberg yang ingin membuat film yang bercerita tentang seorang polisi ahli kungfu yang melintasi waktu via Nintendo dengan tujuan membunuh Hitler. Nah sekarang film yang didanai dari donasi melalui Kickstarter tersebut telah selesai, dan anda bisa menontonnya gratis di bawah ini.

//twitchfilm

Sandberg memulai kampanyenya mengumpulkan dana dengan target $200.000 untuk memproduksi film ini dalam versi pendek berdurasi 30 menit dengan donasi yang terkumpul mencapai $630.019. Kampanye kedua menargetkan $1 juta untuk membuat film versi panjang, namun proyek Kickstarter tersebut dihentikan pada 25 Januari 2014.

Untuk proyeknya ini, Sandberg bahkan juga bekerja sama dengan ikon era 80-an David Hasselhoff demi membuat video musik retro untuk lagu tema film ini yang berjudul "True Survivor".

Dengan bujet terbatas tentu saja efek visualnya tak sekelas film blockbuster Hollywood, namun untuk ukuran film dengan buet segitu efek yang ditampilkan cukup mengagumkan dan sesuai dengan kualitas yang sesuai dengan tema yang diangkat. Dalam film ini kita bisa melihat adegan-adegan khas film aksi kelas B era 80-an, beserta gaya busana, dan musik. Kita akan melihat karakter Kung Fury (yang diperankan Sandberg) bersama gadis barbar bersenjata mesin bernama Barbariana yang meminta bantuan Dewa Petir untuk membantunya melakukan perjalanan waktu ke jaman Nazi.

Berikut sinopsis resmi dari website Kung Fury. Videonya bisa anda tonton di bawah ini. ©UP

Film pendek Kung Fury adalah penghormatan dan surat cinta bagi era 80-an dari sutradara David Sandberg.

Detektif Miami Police Department yang juga ahli martial arts, Kung Fury melakukan perjalanan lintas waktu dari tahun 1980 ke era Perang Dunia II untuk membunuh Adolf Hitler alias "Kung Fuhrer", dan membalaskan dendam temannya yang tewas di tangan pemimpin Nazi tersebut. Kesalahan pada mesin waktu membuatnya terlempar lebih jauh ke jaman Viking.

'Kung Fury', sebuah film pendek plesetan yang mengambil inspirasi dari film aksi dan polisi era 80-an akhirnya dirilis gratis secara resmi. Silakan menikmati.
Semenjak memulai kampanyenya pada Desember 2013, proyek Kung Fury — yang terinspirasi dari film martial arts dan polisi era 80-an yang garing — menjadi pembicaraan yang cukup hangat di dunia maya. Proyek ini terlahir dari sutradara Swedia, David Sandberg yang ingin membuat film yang bercerita tentang seorang polisi ahli kungfu yang melintasi waktu via Nintendo dengan tujuan membunuh Hitler. Nah sekarang film yang didanai dari donasi melalui Kickstarter tersebut telah selesai, dan anda bisa menontonnya gratis di bawah ini.

//twitchfilm

Sandberg memulai kampanyenya mengumpulkan dana dengan target $200.000 untuk memproduksi film ini dalam versi pendek berdurasi 30 menit dengan donasi yang terkumpul mencapai $630.019. Kampanye kedua menargetkan $1 juta untuk membuat film versi panjang, namun proyek Kickstarter tersebut dihentikan pada 25 Januari 2014.

Untuk proyeknya ini, Sandberg bahkan juga bekerja sama dengan ikon era 80-an David Hasselhoff demi membuat video musik retro untuk lagu tema film ini yang berjudul "True Survivor".

Dengan bujet terbatas tentu saja efek visualnya tak sekelas film blockbuster Hollywood, namun untuk ukuran film dengan buet segitu efek yang ditampilkan cukup mengagumkan dan sesuai dengan kualitas yang sesuai dengan tema yang diangkat. Dalam film ini kita bisa melihat adegan-adegan khas film aksi kelas B era 80-an, beserta gaya busana, dan musik. Kita akan melihat karakter Kung Fury (yang diperankan Sandberg) bersama gadis barbar bersenjata mesin bernama Barbariana yang meminta bantuan Dewa Petir untuk membantunya melakukan perjalanan waktu ke jaman Nazi.

Berikut sinopsis resmi dari website Kung Fury. Videonya bisa anda tonton di bawah ini. ©UP

Film pendek Kung Fury adalah penghormatan dan surat cinta bagi era 80-an dari sutradara David Sandberg.

Detektif Miami Police Department yang juga ahli martial arts, Kung Fury melakukan perjalanan lintas waktu dari tahun 1980 ke era Perang Dunia II untuk membunuh Adolf Hitler alias "Kung Fuhrer", dan membalaskan dendam temannya yang tewas di tangan pemimpin Nazi tersebut. Kesalahan pada mesin waktu membuatnya terlempar lebih jauh ke jaman Viking.

Tuesday, May 26, 2015

'Tomorrowland' Mengecewakan: Benarkah Penonton Tak Peduli Lagi dengan Film Orisinal?

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Artikel, Artikel Featured, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : 'Tomorrowland' Mengecewakan: Benarkah Penonton Tak Peduli Lagi dengan Film Orisinal?
link : 'Tomorrowland' Mengecewakan: Benarkah Penonton Tak Peduli Lagi dengan Film Orisinal?

Baca juga


Artikel dari Variety menyebutkan bahwa kegagalan 'Tomorrowland' di Box Office, sedikit banyak karena penonton tak lagi peduli dengan film orisinal dan lebih memilih film adaptasi. Berikut opini saya tentang hal tersebut.
Membaca sebuah artikel di Variety yang mengangkat tentang permasalahan orisinalitas tema yang mengakibatkan film Tomorrowland hanya meraih laba seadanya pada minggu debutnya — yang hanya sedikit lebih bai dari film Disney John Carter dan Lone Ranger — membuat saya tergelitik untuk membahas sedikit tentang hal tersebut. Artikel aslinya dari Variety itu berjudul 'Tomorrowland' Exposes Hollywood's Originality Problem.

Sebagai informasi, selama 4 hari penayangannya Tomorrowland hanya mengumpulkan $41,7 juta dari bujetnya yang masif $180 juta, tak sesuai dengan ekpektasi tinggi dari Disney. Padahal film ini digawangi oleh nama sutradara kelas atas Brad Bird (The Incredibles, Mission: Impossible - Ghost Protocol) ditambah dengan kekuatan bintang dari George Clooney.

TOMORROWLAND //highsnobiety

"Tomorrowland adalah film orisinal dan merupakan tantangan [baginya untuk bersaing] dalam pasar," ujar Kepala Distribusi Disney, Dave Holls. "Kami merasa sangat penting sebagai perusahaan dan insustri untuk tetap memberikan kisah yang orisinal."

Tomorrowland tak bisa dibilang orisinal sepenuhnya karena film ini diangkat dari wahana Disney, namun saya takkan memperdebatkan hal tersebut. Yang menjadi pertanyaan, benarkah penonton tak lagi tertarik dengan film orisinal dan lebih memilih film remake, reboot, sekuel atau adaptasi game, komik, novel, dll? Saya melihat ini dari perspektif saya sebagai penonton awam.

Sekarang memang ada kecenderungan bagi studio Hollywood untuk memprioritaskan film remake/reboot/sekuel/adaptasi untuk diproduksi dibandingkan dengan film orisinial. Bahkan ada beberapa pengamat film yang berkomentar bahwa film orisinal susah mendapat lampu hijau, karena prospeknya yang tak menjanjikan. Wajar sebenarnya, melihat perolehan box office tiga tahun terakhir yang menunjukkan bahwa hampir 90% posisi Top 10 Highest Grossing Film diisi oleh film-film macam itu (datanya bisa anda lihat disini dan disini).

Namun tak bisa dilupakan juga bahwa ada beberapa film orisinal yang berhasil masuk seperti Interstellar (menjadi film terlaris ke-10 tahun 2014) dan Gravity (menjadi film terlaris ke-8 tahun 2013). Walaupun memang agak sulit bersaing, Tomorrowland tentu punya kans yang sama bukan? Apalagi Tomorrowland punya kelebihan karena mereknya yang lekat dengan Disney — kurang lebih mirip dengan The Lego Movie yang lekat dengan merek LEGO. Bedanya, The Lego Movie sukses, sementara Tomorrowland sedikit tersendat ;)

Nah menurut kacamata saya, yang menjadi permasalahan bukanlah orisinalitas. Jadi apa pasal? Kalau boleh sedikit sotoy, kesuksesan box office film orisinal tergantung dari kualitas film dan promosi dari studio, salah satu atau keduanya sekaligus.

Hal ini bisa dilihat dari Gravity. Dengan promosi yang menurut saya biasa saja, tapi mendapat review dahsyat dari kritikus dan word-of-mouth yang bagus dari penonton, menjadikan film ini sukses secara finansial dengan raihan $716.392.705. Contoh paling dekat adalah Mad Max: Fury Road. Fury Road mungkin memang bukan film orisinal, namun dengan film terakhirnya yang dirilis 30 tahun lalu, praktis tak banyak penonton yang aware dengan film tersebut (selain penonton berumur). Promosi gencar yang dilakukan Warner Bros serta komentar bagus dari penonton, membuat raihan Fury Road telah melewati bujet yang juga masif, $150 juta.

GRAVITY //hypable

Untuk kasus Tomorrowland, jujur saja saya tak bisa berkomentar banyak tentang materi promosinya. Memang bijak untuk menjaga kerahasiaan materi film sebelum dirilis, namun ini bisa jadi pedang bermata dua. Dari materi promosi Tomorrowland yang saya lihat, tak banyak sebenarnya yang diberikan Warner Bros. Trailer hanya berfokus pada karakter Clooney dan kemisteriusan Tomorrowland. Padahal dengan sedikit mengekspos karakter Britt Robertson, mungkin bisa menarik demografi anak muda.

Nah poin di atas, tak masalah sebenarnya jika film tersebut mendapatkan review bagus. Sayangnya Tomorrowland hanya mendapat skor 50% dari RottenTomatoes, 60 dari MetaCritic, dan nilai "B" dari CinemaScore. Di jaman teknologi informasi seperti sekarang, review dari mulut-ke-mulut lebih diperhatikan penonton.

Penonton tak bisa disalahkan sepenuhnya dengan kegagalan film orisinal di box office. Penonton yang cerdas tentu tahu mana film yang berkualitas, terlepas dari apakah film tersebut film orisinal atau bukan. Meski saya adalah maniak nonton, untuk mendapatkan pengalaman layar lebar, saya juga cukup pilih-pilih.

"[Keberhasilan] itu selalu bergantung pada sutradara yang berbakat, kekuatan bintang dari aktor, dan konten [film] yang dibuat," ujar Phil Contrino, Wakil Presiden dan Kepala Analis BoxOffice.com. Yap, saya sangat sangat setuju.

[Anda bisa membaca review saya mengenai film Tomorrowland disini] ©UP

Artikel dari Variety menyebutkan bahwa kegagalan 'Tomorrowland' di Box Office, sedikit banyak karena penonton tak lagi peduli dengan film orisinal dan lebih memilih film adaptasi. Berikut opini saya tentang hal tersebut.
Membaca sebuah artikel di Variety yang mengangkat tentang permasalahan orisinalitas tema yang mengakibatkan film Tomorrowland hanya meraih laba seadanya pada minggu debutnya — yang hanya sedikit lebih bai dari film Disney John Carter dan Lone Ranger — membuat saya tergelitik untuk membahas sedikit tentang hal tersebut. Artikel aslinya dari Variety itu berjudul 'Tomorrowland' Exposes Hollywood's Originality Problem.

Sebagai informasi, selama 4 hari penayangannya Tomorrowland hanya mengumpulkan $41,7 juta dari bujetnya yang masif $180 juta, tak sesuai dengan ekpektasi tinggi dari Disney. Padahal film ini digawangi oleh nama sutradara kelas atas Brad Bird (The Incredibles, Mission: Impossible - Ghost Protocol) ditambah dengan kekuatan bintang dari George Clooney.

TOMORROWLAND //highsnobiety

"Tomorrowland adalah film orisinal dan merupakan tantangan [baginya untuk bersaing] dalam pasar," ujar Kepala Distribusi Disney, Dave Holls. "Kami merasa sangat penting sebagai perusahaan dan insustri untuk tetap memberikan kisah yang orisinal."

Tomorrowland tak bisa dibilang orisinal sepenuhnya karena film ini diangkat dari wahana Disney, namun saya takkan memperdebatkan hal tersebut. Yang menjadi pertanyaan, benarkah penonton tak lagi tertarik dengan film orisinal dan lebih memilih film remake, reboot, sekuel atau adaptasi game, komik, novel, dll? Saya melihat ini dari perspektif saya sebagai penonton awam.

Sekarang memang ada kecenderungan bagi studio Hollywood untuk memprioritaskan film remake/reboot/sekuel/adaptasi untuk diproduksi dibandingkan dengan film orisinial. Bahkan ada beberapa pengamat film yang berkomentar bahwa film orisinal susah mendapat lampu hijau, karena prospeknya yang tak menjanjikan. Wajar sebenarnya, melihat perolehan box office tiga tahun terakhir yang menunjukkan bahwa hampir 90% posisi Top 10 Highest Grossing Film diisi oleh film-film macam itu (datanya bisa anda lihat disini dan disini).

Namun tak bisa dilupakan juga bahwa ada beberapa film orisinal yang berhasil masuk seperti Interstellar (menjadi film terlaris ke-10 tahun 2014) dan Gravity (menjadi film terlaris ke-8 tahun 2013). Walaupun memang agak sulit bersaing, Tomorrowland tentu punya kans yang sama bukan? Apalagi Tomorrowland punya kelebihan karena mereknya yang lekat dengan Disney — kurang lebih mirip dengan The Lego Movie yang lekat dengan merek LEGO. Bedanya, The Lego Movie sukses, sementara Tomorrowland sedikit tersendat ;)

Nah menurut kacamata saya, yang menjadi permasalahan bukanlah orisinalitas. Jadi apa pasal? Kalau boleh sedikit sotoy, kesuksesan box office film orisinal tergantung dari kualitas film dan promosi dari studio, salah satu atau keduanya sekaligus.

Hal ini bisa dilihat dari Gravity. Dengan promosi yang menurut saya biasa saja, tapi mendapat review dahsyat dari kritikus dan word-of-mouth yang bagus dari penonton, menjadikan film ini sukses secara finansial dengan raihan $716.392.705. Contoh paling dekat adalah Mad Max: Fury Road. Fury Road mungkin memang bukan film orisinal, namun dengan film terakhirnya yang dirilis 30 tahun lalu, praktis tak banyak penonton yang aware dengan film tersebut (selain penonton berumur). Promosi gencar yang dilakukan Warner Bros serta komentar bagus dari penonton, membuat raihan Fury Road telah melewati bujet yang juga masif, $150 juta.

GRAVITY //hypable

Untuk kasus Tomorrowland, jujur saja saya tak bisa berkomentar banyak tentang materi promosinya. Memang bijak untuk menjaga kerahasiaan materi film sebelum dirilis, namun ini bisa jadi pedang bermata dua. Dari materi promosi Tomorrowland yang saya lihat, tak banyak sebenarnya yang diberikan Warner Bros. Trailer hanya berfokus pada karakter Clooney dan kemisteriusan Tomorrowland. Padahal dengan sedikit mengekspos karakter Britt Robertson, mungkin bisa menarik demografi anak muda.

Nah poin di atas, tak masalah sebenarnya jika film tersebut mendapatkan review bagus. Sayangnya Tomorrowland hanya mendapat skor 50% dari RottenTomatoes, 60 dari MetaCritic, dan nilai "B" dari CinemaScore. Di jaman teknologi informasi seperti sekarang, review dari mulut-ke-mulut lebih diperhatikan penonton.

Penonton tak bisa disalahkan sepenuhnya dengan kegagalan film orisinal di box office. Penonton yang cerdas tentu tahu mana film yang berkualitas, terlepas dari apakah film tersebut film orisinal atau bukan. Meski saya adalah maniak nonton, untuk mendapatkan pengalaman layar lebar, saya juga cukup pilih-pilih.

"[Keberhasilan] itu selalu bergantung pada sutradara yang berbakat, kekuatan bintang dari aktor, dan konten [film] yang dibuat," ujar Phil Contrino, Wakil Presiden dan Kepala Analis BoxOffice.com. Yap, saya sangat sangat setuju.

[Anda bisa membaca review saya mengenai film Tomorrowland disini] ©UP

Review Film: 'It Follows' (2015)

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Horor, Artikel Misteri, Artikel Review, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'It Follows' (2015)
link : Review Film: 'It Follows' (2015)

Baca juga


Didukung dengan scoring dan komposisi yang intens, 'It Follows' adalah film horor minimalis yang sangat mencekam berkat atmosfer dan permainan mood dari David Robert Mitchell.

““It doesn't think. It doesn't feel. It doesn't give up.””
Masih ingat dulu di awal tahun 2000-an ada fenomena pesan berantai yang jika kita baca namun tidak diteruskan maka akan mendapat kemalangan? Kurang lebih tema seperti itulah yang diangkat oleh sutradara David Robert Mitchell dalam film horor It Follows. Bedanya, disini kutukan berpindah melalui hubungan seksual. Di tangan Mitchell, ini bukan hanya menjadi sekedar gimmick, alih-alih penonton akan disuguhkan sebuah horor minimalis yang benar-benar membuat bulu kuduk merinding.

Sama halnya dengan judulnya yang misterius, film dibuka dengan adegan yang membuat penonton bertanya-tanya. Dengan sorotan yang steady dengan jarak yang terjaga, kamera berputar pelan mengawasi sekitar. Di lingkungan perumahan pinggir kota, seorang gadis kepanikan dan seolah-olah dikejar sesuatu yang tak bisa dilihat orang lain. Sang gadis kabur tergesa-gesa dengan mobilnya, dan keesokan harinya ditemukan tewas dengan kondisi (sangat) mengenaskan.

Cerita beralih ke gadis lain yang bernama Jay (Maika Monroe) yang baru berpacaran dengan Hugh (Jake Weary). Setelah beberapa kali kencan, Hugh dan Jay melakukan hubungan badan. Sehabis berhubungan, bukannya bercengkerama Hugh malah membius Jay dan mengikatnya di sebuah kursi. Hugh kemudian menceritakan sebuah fakta mengejutkan bahwa dia mendapat kutukan yang membuatnya diikuti makhluk misterius (di film direferensikan sebagai "It / Dia") dimana satu-satunya cara untuk menghilangkan kutukan itu adalah dengan memindahkannya pada orang lain melalui hubungan seks.


Sebelum kabur, Hugh menjelaskan karakteristik makhluk tersebut secara garis besar: 1) Bisa berubah wujud menjadi siapa saja, namun tak bisa dilihat orang lain selain yang terkena kutukan; 2) Hanya bisa dipindahkan melalui hubungan seks; 3) Berjalan pelan namun pasti, dan mengincar orang yang terkena kutukan; 4) Jika yang kena kutukan mati, maka kutukan berpindah kembali ke orang sebelumnya. Tentu saja awalnya Jay tidak percaya, namun setelah muncul beberapa kejadian aneh di sekitarnya, Jay dengan bantuan teman-temannya berusaha menghilangkan kutukan tersebut.

Sedikit menyoroti gaya hidup anak muda yang bebas, banyak yang menginterpretasikan film ini sebagai metafora penyakit menular seksual seperti AIDS atau semacamnya dan seolah-olah menanamkan ide untuk menjadi parno terhadap seks bebas. Pesan ini mungkin akan mengena di dunia Barat yang cenderung lebih bebas dibandingkan dengan kita yang menganut budaya Timur yang notabene masih menganggap hubungan seksual sebagai hal yang tabu. Tanpa perlu mencerna metafora tersebut, anda tetap bisa menikmati film ini.

It Follows tak seperti film horor konvensional yang menggunakan metode jump scares, seperti wujud mengerikan yang muncul mendadak atau suara jreng jreng bervolume besar. Suara pintu berderit atau kucing yang meloncat tiba-tiba memang akan membuat kaget namun anda menonton horor untuk ditakut-takuti bukan dibuat kaget bukan?

Mengambil inspirasi dari film horor era 70-an dengan sedikit nuansa dari filmnya David Lynch, Mitchell menakuti dengan membangun atmosfer mencekam. Di film ini nyaris tak ada penampakan seram yang ditampilkan. Melalui karakteristik "Dia" yang bisa mengambil wujud siapa saja: wanita, pria tinggi, dan anak-anak — kita dibuat untuk selalu mewaspadai sekitar. Sama seperti Jay, kita menjadi paranoid karena tak tahu kapan dan dimana "Dia" akan muncul — yap, bahkan di siang hari dan di tempat ramai.

Dengan bujet minim, Mitchell yang juga menulis naskah, menangani film ini dengan terampil. Tak menggunakan horor visual tapi justru menakuti dengan memainkan emosi penonton. Adegan pembuka yang mengerikan membuat ekspektasi tinggi di benak penonton. Pemilihan setting di pinggiran kota yang suram juga pas karena lekat dengan suasana supranatural.

Untuk memberikan atmosfer tersebut, Mitchell juga memanfaatkan hal teknis seperti metode pengambilan gambar dan scoring. Dengan lensa widescreen, pergerakan kamera, dan komposisi gambar yang sedemikian rupa, sinematografer Mike Gioulakis membuat penonton agar selalu mewaspadai sekitar, merasakan keberadaan "Dia", walaupun tak mucul di layar. Alih-alih menciptakan tensi dengan gerakan kamera, Gioulakis memilih metode steady long-shot yang memberikan suasana hening nan mencekam. Scoring adalah faktor paling krusial disini. Disasterpeace yang biasa menangani score game, menggunakan score eletronik ala film John Carpenter, yang punya feel asing namun pas dengan intensitas film.

Tak seperti film horor eksploitatif lain yang menjadikan karakternya saling bertengkar untuk menyelesaikan masalah, disini justru saling bahu-membahu. Teman-teman Jay: Paul (Keir Gilchrist), Greg (Daniel Zovatto), Kelly (Lili Sepe) dan adiknya, Yara (Olivia Luccardi) tak hanya memberi dukungan moril terhadap tragedi yang tak bisa mereka lihat dan mengerti. Penampilan Monroe yang mendapat porsi lebih besar juga menarik, dengan memberikan konflik internal. Dengan parasnya yang menarik memang mudah memindahkan kutukannya ke orang lain, namun jika resikonya membuat orang tersebut meninggal (apalagi temannya sendiri) tentu Jay harus berpikir dua kali.

Mendekati akhir, tensi It Follows terasa sedikit menurun. "Dia" yang merupakan makhluk tak jelas tanpa motif yang jelas dan nyaris tak mampu dikalahkan — meski masih bisa ditembak — sedikit membuat para tokoh desperate karena pada akhirnya tak banyak yang bisa dilakukan. Perlawanan terakhir juga sedikit kontradiktif dengan plot di tengah film.

It Follows yang fokus pada permainan mood dibandingkan adegan seram, mungkin akan membosankan bagi sebagian penonton. Namun di lain sisi, ini memberi penyegaran bagi film horor jaman sekarang yang menggunakan metode klise untuk menakut-nakuti. Jika anda mencari film yang benar-benar menyeramkan, It Follows adalah film horor yang membuat merinding di kesunyian. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'It Follows' |
|

IMDb | Rottentomatoes
100 menit | Dewasa

Sutradara: David Robert Mitchell
Penulis: David Robert Mitchell
Pemain: Maika Monroe, Keir Gilchrist, Daniel Zovatto

Didukung dengan scoring dan komposisi yang intens, 'It Follows' adalah film horor minimalis yang sangat mencekam berkat atmosfer dan permainan mood dari David Robert Mitchell.

““It doesn't think. It doesn't feel. It doesn't give up.””
Masih ingat dulu di awal tahun 2000-an ada fenomena pesan berantai yang jika kita baca namun tidak diteruskan maka akan mendapat kemalangan? Kurang lebih tema seperti itulah yang diangkat oleh sutradara David Robert Mitchell dalam film horor It Follows. Bedanya, disini kutukan berpindah melalui hubungan seksual. Di tangan Mitchell, ini bukan hanya menjadi sekedar gimmick, alih-alih penonton akan disuguhkan sebuah horor minimalis yang benar-benar membuat bulu kuduk merinding.

Sama halnya dengan judulnya yang misterius, film dibuka dengan adegan yang membuat penonton bertanya-tanya. Dengan sorotan yang steady dengan jarak yang terjaga, kamera berputar pelan mengawasi sekitar. Di lingkungan perumahan pinggir kota, seorang gadis kepanikan dan seolah-olah dikejar sesuatu yang tak bisa dilihat orang lain. Sang gadis kabur tergesa-gesa dengan mobilnya, dan keesokan harinya ditemukan tewas dengan kondisi (sangat) mengenaskan.

Cerita beralih ke gadis lain yang bernama Jay (Maika Monroe) yang baru berpacaran dengan Hugh (Jake Weary). Setelah beberapa kali kencan, Hugh dan Jay melakukan hubungan badan. Sehabis berhubungan, bukannya bercengkerama Hugh malah membius Jay dan mengikatnya di sebuah kursi. Hugh kemudian menceritakan sebuah fakta mengejutkan bahwa dia mendapat kutukan yang membuatnya diikuti makhluk misterius (di film direferensikan sebagai "It / Dia") dimana satu-satunya cara untuk menghilangkan kutukan itu adalah dengan memindahkannya pada orang lain melalui hubungan seks.


Sebelum kabur, Hugh menjelaskan karakteristik makhluk tersebut secara garis besar: 1) Bisa berubah wujud menjadi siapa saja, namun tak bisa dilihat orang lain selain yang terkena kutukan; 2) Hanya bisa dipindahkan melalui hubungan seks; 3) Berjalan pelan namun pasti, dan mengincar orang yang terkena kutukan; 4) Jika yang kena kutukan mati, maka kutukan berpindah kembali ke orang sebelumnya. Tentu saja awalnya Jay tidak percaya, namun setelah muncul beberapa kejadian aneh di sekitarnya, Jay dengan bantuan teman-temannya berusaha menghilangkan kutukan tersebut.

Sedikit menyoroti gaya hidup anak muda yang bebas, banyak yang menginterpretasikan film ini sebagai metafora penyakit menular seksual seperti AIDS atau semacamnya dan seolah-olah menanamkan ide untuk menjadi parno terhadap seks bebas. Pesan ini mungkin akan mengena di dunia Barat yang cenderung lebih bebas dibandingkan dengan kita yang menganut budaya Timur yang notabene masih menganggap hubungan seksual sebagai hal yang tabu. Tanpa perlu mencerna metafora tersebut, anda tetap bisa menikmati film ini.

It Follows tak seperti film horor konvensional yang menggunakan metode jump scares, seperti wujud mengerikan yang muncul mendadak atau suara jreng jreng bervolume besar. Suara pintu berderit atau kucing yang meloncat tiba-tiba memang akan membuat kaget namun anda menonton horor untuk ditakut-takuti bukan dibuat kaget bukan?

Mengambil inspirasi dari film horor era 70-an dengan sedikit nuansa dari filmnya David Lynch, Mitchell menakuti dengan membangun atmosfer mencekam. Di film ini nyaris tak ada penampakan seram yang ditampilkan. Melalui karakteristik "Dia" yang bisa mengambil wujud siapa saja: wanita, pria tinggi, dan anak-anak — kita dibuat untuk selalu mewaspadai sekitar. Sama seperti Jay, kita menjadi paranoid karena tak tahu kapan dan dimana "Dia" akan muncul — yap, bahkan di siang hari dan di tempat ramai.

Dengan bujet minim, Mitchell yang juga menulis naskah, menangani film ini dengan terampil. Tak menggunakan horor visual tapi justru menakuti dengan memainkan emosi penonton. Adegan pembuka yang mengerikan membuat ekspektasi tinggi di benak penonton. Pemilihan setting di pinggiran kota yang suram juga pas karena lekat dengan suasana supranatural.

Untuk memberikan atmosfer tersebut, Mitchell juga memanfaatkan hal teknis seperti metode pengambilan gambar dan scoring. Dengan lensa widescreen, pergerakan kamera, dan komposisi gambar yang sedemikian rupa, sinematografer Mike Gioulakis membuat penonton agar selalu mewaspadai sekitar, merasakan keberadaan "Dia", walaupun tak mucul di layar. Alih-alih menciptakan tensi dengan gerakan kamera, Gioulakis memilih metode steady long-shot yang memberikan suasana hening nan mencekam. Scoring adalah faktor paling krusial disini. Disasterpeace yang biasa menangani score game, menggunakan score eletronik ala film John Carpenter, yang punya feel asing namun pas dengan intensitas film.

Tak seperti film horor eksploitatif lain yang menjadikan karakternya saling bertengkar untuk menyelesaikan masalah, disini justru saling bahu-membahu. Teman-teman Jay: Paul (Keir Gilchrist), Greg (Daniel Zovatto), Kelly (Lili Sepe) dan adiknya, Yara (Olivia Luccardi) tak hanya memberi dukungan moril terhadap tragedi yang tak bisa mereka lihat dan mengerti. Penampilan Monroe yang mendapat porsi lebih besar juga menarik, dengan memberikan konflik internal. Dengan parasnya yang menarik memang mudah memindahkan kutukannya ke orang lain, namun jika resikonya membuat orang tersebut meninggal (apalagi temannya sendiri) tentu Jay harus berpikir dua kali.

Mendekati akhir, tensi It Follows terasa sedikit menurun. "Dia" yang merupakan makhluk tak jelas tanpa motif yang jelas dan nyaris tak mampu dikalahkan — meski masih bisa ditembak — sedikit membuat para tokoh desperate karena pada akhirnya tak banyak yang bisa dilakukan. Perlawanan terakhir juga sedikit kontradiktif dengan plot di tengah film.

It Follows yang fokus pada permainan mood dibandingkan adegan seram, mungkin akan membosankan bagi sebagian penonton. Namun di lain sisi, ini memberi penyegaran bagi film horor jaman sekarang yang menggunakan metode klise untuk menakut-nakuti. Jika anda mencari film yang benar-benar menyeramkan, It Follows adalah film horor yang membuat merinding di kesunyian. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'It Follows' |
|

IMDb | Rottentomatoes
100 menit | Dewasa

Sutradara: David Robert Mitchell
Penulis: David Robert Mitchell
Pemain: Maika Monroe, Keir Gilchrist, Daniel Zovatto

Review Film: 'Big Game' (2015)

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Adventure, Artikel Aksi, Artikel Review, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Big Game' (2015)
link : Review Film: 'Big Game' (2015)

Baca juga


Film ini konyol, tak rasional dengan sedikit sentuhan humor yang saking tak logisnya membuatnya menarik untuk ditonton. Bukan film yang bagus memang, namun lumayan untuk mengisi waktu luang.

“The forest is a harsh judge. It will give everyone adequately.”
— Oskari
Seorang bocah 13 tahun menyelamatkan Presiden Amerika dari serangan teroris? Terdengar konyol, namun itulah yang menjadi cerita utama Big Game. Mengangkat premis yang telah jamak dipakai, sutradara Jalmari Helander (Rare Exports) menggunakan plot stereotip Hollywood dengan sedikit sentuhan segar nan tak rasional, menjadikan Big Game sebagai film kelas B yang konyol namun juga seru.

Samuel L. Jackson bermain sebagai Presiden Amerika yang payah, William Alan Moore. Dalam kunjungannya ke luar negeri, pesawat Air Force One yang ditumpanginya mendapat serangan teroris. Agen Secret Service Morris (Ray Stevenson) segera mengevakuasi Presiden dengan pesawat penyelamat dan sang Presiden terdampar di hutan Finlandia.

Dan memang begitulah rencana dari seorang teroris kaya eksentrik bernama Hazar (Mehmet Kurtulus) yang hendak "berburu" Presiden. Pertanyaannya, bagaimana mungkin Air Force One bisa disabotase? Karena plotnya sendiri cukup predictable, maka aman jika saya bilang bahwa Hazar menyuap Morris demi rencana perburuan tersebut.

Sementara itu — tanpa diketahui oleh Hazar dan Morris — untuk ulang tahunnya yang ke-13 seorang bocah yang bernama Oskari (Onni Tommila) diwajibkan untuk melewati ujian kedewasaan yang sesuai dengan tradisi setempat yaitu untuk bertahan hidup satu hari satu malam di belantara rimba dan membawa hasil buruan. Secara kebetulan, Oskari menemukan pesawat penyelamat Presiden dan mereka berdua pun harus bertahan di tengah hutan dari kejaran para teroris.


Di Pentagon, Wakil Presiden (Victor Garber) bersama Kepala CIA (Felicity Huffman), Jenderal Militer (Ted Levine), dan penasehat CIA (Jim Broadbent) berusaha keras melacak keberadaan Presiden. Nama karakter yang mereka perankan tak penting disini, karena peran mereka menurut saya hanya sebagai bahan satire untuk menyindir kecanggihan CIA dengan semua teori dan peralatan canggihnya, namun tak bisa berbuat banyak di lapangan.

Dengan menggunakan setting di Finlandia (meski sebagian besar syuting dilakukan di Jerman), film ini memanfaatkan lokasi dengan efektif. Sinematografer Mika Orasmaa mengambil gambar yang menyisir pemandangan pegunungan dan tebing bebatuan yang indah, untuk mengkompensasi kekurangan pada departemen efek visual CGI yang kurang matang di beberapa scene.

Walaupun filmnya digarap dengan serius — bisa dilihat dari desain produksi, lokasi, dan properti yang lumayan bagus, film ini adalah film yang konyol dengan sentuhan dark comedy. Saya tak tahu apakah Helander memang memaksudkan filmnya ini bernuansa begitu, tapi sedikit banyak adegan-adegan tak rasional yang terjadi cukup seru untuk dinikmati. Plotnya memang klise, namun ada scene-scene gila — seperti teroris yang menembak SATU orang dengan rudal berdaya ledak tinggi serta adegan kabur menggunakan lemari pendingin — yang membuat saya berujar 'WTF". Dan selama 90 menit, itulah yang disajikan oleh Big Game.

Melanjutkan film debutnya Rare Exports (yang belum pernah saya tonton), Helander berhasil mengumpulkan nama-nama yang lumayan tenar untuk Big Game. Penampilan para aktor yang rata-rata, menunjukkan bahwa mereka tahu kasta film yang mereka mainkan dan tampil sebagaimana adanya.

Cukup menarik melihat Jackson yang meninggalkan citra tough guy, meski di akhir film tetap tak melupakan dialog khas mothef***er-nya. Disini dia bermain sebagai Presiden yang lemah, tak familiar dengan senjata. Saking cupu-nya beberapa kali didikte oleh Oskari. Yang perlu digarisbawahi adalah akting dari Tommila. Saya tak tahu bagaimana aktingnya dalam Rare Exports, namun disini penampilannya cukup solid sebagai seorang anak yang ingin menjadi dewasa dan mendapat pengakuan ayahnya.

Adegan final blow di akhir film adalah salah satu dari beberapa yang mungkin tak pernah anda lihat di film-film lain, yang saking tak logisnya membuatnya menarik untuk ditonton, sedikit mengingatkan dengan adegan sinting Furious 7 dimana mobil meloncat antargedung. Big Game tak bisa dibilang film yang bagus. Film ini bodoh, tak masuk akal dengan sedikit sentuhan humor yang setidaknya bisa membuat terkekeh. Lumayan untuk mengisi waktu luang. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Big Game' |
|

IMDb | Rottentomatoes
90 menit | Remaja

Sutradara Jalmari Helander
Penulis Jalmari Helander, Petri Jokiranta
Pemain Samuel L. Jackson, Onni Tommila, Felicity Huffman

Film ini konyol, tak rasional dengan sedikit sentuhan humor yang saking tak logisnya membuatnya menarik untuk ditonton. Bukan film yang bagus memang, namun lumayan untuk mengisi waktu luang.

“The forest is a harsh judge. It will give everyone adequately.”
— Oskari
Seorang bocah 13 tahun menyelamatkan Presiden Amerika dari serangan teroris? Terdengar konyol, namun itulah yang menjadi cerita utama Big Game. Mengangkat premis yang telah jamak dipakai, sutradara Jalmari Helander (Rare Exports) menggunakan plot stereotip Hollywood dengan sedikit sentuhan segar nan tak rasional, menjadikan Big Game sebagai film kelas B yang konyol namun juga seru.

Samuel L. Jackson bermain sebagai Presiden Amerika yang payah, William Alan Moore. Dalam kunjungannya ke luar negeri, pesawat Air Force One yang ditumpanginya mendapat serangan teroris. Agen Secret Service Morris (Ray Stevenson) segera mengevakuasi Presiden dengan pesawat penyelamat dan sang Presiden terdampar di hutan Finlandia.

Dan memang begitulah rencana dari seorang teroris kaya eksentrik bernama Hazar (Mehmet Kurtulus) yang hendak "berburu" Presiden. Pertanyaannya, bagaimana mungkin Air Force One bisa disabotase? Karena plotnya sendiri cukup predictable, maka aman jika saya bilang bahwa Hazar menyuap Morris demi rencana perburuan tersebut.

Sementara itu — tanpa diketahui oleh Hazar dan Morris — untuk ulang tahunnya yang ke-13 seorang bocah yang bernama Oskari (Onni Tommila) diwajibkan untuk melewati ujian kedewasaan yang sesuai dengan tradisi setempat yaitu untuk bertahan hidup satu hari satu malam di belantara rimba dan membawa hasil buruan. Secara kebetulan, Oskari menemukan pesawat penyelamat Presiden dan mereka berdua pun harus bertahan di tengah hutan dari kejaran para teroris.


Di Pentagon, Wakil Presiden (Victor Garber) bersama Kepala CIA (Felicity Huffman), Jenderal Militer (Ted Levine), dan penasehat CIA (Jim Broadbent) berusaha keras melacak keberadaan Presiden. Nama karakter yang mereka perankan tak penting disini, karena peran mereka menurut saya hanya sebagai bahan satire untuk menyindir kecanggihan CIA dengan semua teori dan peralatan canggihnya, namun tak bisa berbuat banyak di lapangan.

Dengan menggunakan setting di Finlandia (meski sebagian besar syuting dilakukan di Jerman), film ini memanfaatkan lokasi dengan efektif. Sinematografer Mika Orasmaa mengambil gambar yang menyisir pemandangan pegunungan dan tebing bebatuan yang indah, untuk mengkompensasi kekurangan pada departemen efek visual CGI yang kurang matang di beberapa scene.

Walaupun filmnya digarap dengan serius — bisa dilihat dari desain produksi, lokasi, dan properti yang lumayan bagus, film ini adalah film yang konyol dengan sentuhan dark comedy. Saya tak tahu apakah Helander memang memaksudkan filmnya ini bernuansa begitu, tapi sedikit banyak adegan-adegan tak rasional yang terjadi cukup seru untuk dinikmati. Plotnya memang klise, namun ada scene-scene gila — seperti teroris yang menembak SATU orang dengan rudal berdaya ledak tinggi serta adegan kabur menggunakan lemari pendingin — yang membuat saya berujar 'WTF". Dan selama 90 menit, itulah yang disajikan oleh Big Game.

Melanjutkan film debutnya Rare Exports (yang belum pernah saya tonton), Helander berhasil mengumpulkan nama-nama yang lumayan tenar untuk Big Game. Penampilan para aktor yang rata-rata, menunjukkan bahwa mereka tahu kasta film yang mereka mainkan dan tampil sebagaimana adanya.

Cukup menarik melihat Jackson yang meninggalkan citra tough guy, meski di akhir film tetap tak melupakan dialog khas mothef***er-nya. Disini dia bermain sebagai Presiden yang lemah, tak familiar dengan senjata. Saking cupu-nya beberapa kali didikte oleh Oskari. Yang perlu digarisbawahi adalah akting dari Tommila. Saya tak tahu bagaimana aktingnya dalam Rare Exports, namun disini penampilannya cukup solid sebagai seorang anak yang ingin menjadi dewasa dan mendapat pengakuan ayahnya.

Adegan final blow di akhir film adalah salah satu dari beberapa yang mungkin tak pernah anda lihat di film-film lain, yang saking tak logisnya membuatnya menarik untuk ditonton, sedikit mengingatkan dengan adegan sinting Furious 7 dimana mobil meloncat antargedung. Big Game tak bisa dibilang film yang bagus. Film ini bodoh, tak masuk akal dengan sedikit sentuhan humor yang setidaknya bisa membuat terkekeh. Lumayan untuk mengisi waktu luang. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Big Game' |
|

IMDb | Rottentomatoes
90 menit | Remaja

Sutradara Jalmari Helander
Penulis Jalmari Helander, Petri Jokiranta
Pemain Samuel L. Jackson, Onni Tommila, Felicity Huffman

Monday, May 25, 2015

Bioskop Indonesia: 'Epen Cupen' Melompat ke Posisi Puncak Diikuti 'Doea Tanda Cinta'

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Box Office, Artikel Featured, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Bioskop Indonesia: 'Epen Cupen' Melompat ke Posisi Puncak Diikuti 'Doea Tanda Cinta'
link : Bioskop Indonesia: 'Epen Cupen' Melompat ke Posisi Puncak Diikuti 'Doea Tanda Cinta'

Baca juga


'Epen Cupen the Movie' melompat dari posisi ketiga ke posisi pertama, dengan 'Doea Tanda Cinta' menyusul di belakang. Sementara itu, 2 film horor 'Dejavu' dan 'Hagesu' berebut posisi bawah.
Meski hanya mendapat review rata-rata dengan rating IDFC 2 dari 5 bintang, Epen Cupen the Movie masih melanjutkan dominasinya di bioskop dalam negeri. Di minggu keduanya, film komedi ini memuncaki bioskop Indonesia dengan raihan 50.006 penonton yang berarti mengalami penurunan yang tak signifikan dari minggu lalu, hanya 19,4%. Dengan ini total raihan penonton Epen Cupen adalah 112.073 penonton.

//beranda

Doea Tanda Cinta yang mendapat nilai 3 dari IDFC tak tampil terlalu bagus. Film debut Rick Soerafani dengan naskah dari Jujur Prananto ini hanya mengumpulkan 39.669 penonton. Tapi setidaknya raihan tersebut menempatkannya di posisi kedua.

Mengalami penurunan yang cukup drastis sebesar 41,4%, LDR meraih 26.783 penonton. Total jumlah penonton yang telah dikumpulkan hingga saat ini adalah 72.517 penonton. Hasil yang cukup mengecewakan untuk ukuran film dengan production value yang cukup tinggi.

Tak terlalu jauh tertinggal dengan LDR, satu dari 2 film horor yang baru tayang Dejavu: Ajian Puter Giling berada di posisi keempat dengan raihan 20.869 penonton. Diisi dengan nama-nama yang cukup tenar seperti Dimas Seto dan Ririn Dwi Arianti dengan ditangani oleh sutradara Hanny R Saputra (Virgin, Heart, Love is Cinta), film ini bernasib lebih baik dibanding saingannya Hagesu (Hantu Gendong Susu) yang hanya meraih 10.143 penonton dan tak berhasil masuk dalam lima besar pemuncak bioskop Indonesia.

Youtubers masih bertahan di minggu ketiganya meski harus mengalami penurunan drastis sebesar 84,2%. Cukup besar memang, namun paling tidak film komedi tersebut mengumpulkan 14.406 penonton di minggu ini, yang berarti jika ditotal raihannnya adalah 168.920 penonton.

Pemuncak Bioskop Indonesia 18 Mei - 24 Mei 2015

#01 Epen Cupen the Movie


Minggu ini: 50.006 penonton
Total: 112.073 penonton

#02 Doea Tanda Cinta


Minggu ini: 39.669 penonton
Total: 39.669 penonton

#03 LDR


Minggu ini: 26.783 penonton
Total: 72.517 penonton

#04 Dejavu: Ajian Puter Giling


Minggu ini: 45.734 penonton
Total: 45.734 penonton

#05 Youtubers


Minggu ini: 14.406 penonton
Total: 168.920 penonton

Ulasan Pemuncak Bioskop Indonesia minggu lalu: Bioskop Indonesia: 'Tarot' Menjadi Film Horor Terlaris di 2015©UP

'Epen Cupen the Movie' melompat dari posisi ketiga ke posisi pertama, dengan 'Doea Tanda Cinta' menyusul di belakang. Sementara itu, 2 film horor 'Dejavu' dan 'Hagesu' berebut posisi bawah.
Meski hanya mendapat review rata-rata dengan rating IDFC 2 dari 5 bintang, Epen Cupen the Movie masih melanjutkan dominasinya di bioskop dalam negeri. Di minggu keduanya, film komedi ini memuncaki bioskop Indonesia dengan raihan 50.006 penonton yang berarti mengalami penurunan yang tak signifikan dari minggu lalu, hanya 19,4%. Dengan ini total raihan penonton Epen Cupen adalah 112.073 penonton.

//beranda

Doea Tanda Cinta yang mendapat nilai 3 dari IDFC tak tampil terlalu bagus. Film debut Rick Soerafani dengan naskah dari Jujur Prananto ini hanya mengumpulkan 39.669 penonton. Tapi setidaknya raihan tersebut menempatkannya di posisi kedua.

Mengalami penurunan yang cukup drastis sebesar 41,4%, LDR meraih 26.783 penonton. Total jumlah penonton yang telah dikumpulkan hingga saat ini adalah 72.517 penonton. Hasil yang cukup mengecewakan untuk ukuran film dengan production value yang cukup tinggi.

Tak terlalu jauh tertinggal dengan LDR, satu dari 2 film horor yang baru tayang Dejavu: Ajian Puter Giling berada di posisi keempat dengan raihan 20.869 penonton. Diisi dengan nama-nama yang cukup tenar seperti Dimas Seto dan Ririn Dwi Arianti dengan ditangani oleh sutradara Hanny R Saputra (Virgin, Heart, Love is Cinta), film ini bernasib lebih baik dibanding saingannya Hagesu (Hantu Gendong Susu) yang hanya meraih 10.143 penonton dan tak berhasil masuk dalam lima besar pemuncak bioskop Indonesia.

Youtubers masih bertahan di minggu ketiganya meski harus mengalami penurunan drastis sebesar 84,2%. Cukup besar memang, namun paling tidak film komedi tersebut mengumpulkan 14.406 penonton di minggu ini, yang berarti jika ditotal raihannnya adalah 168.920 penonton.

Pemuncak Bioskop Indonesia 18 Mei - 24 Mei 2015

#01 Epen Cupen the Movie


Minggu ini: 50.006 penonton
Total: 112.073 penonton

#02 Doea Tanda Cinta


Minggu ini: 39.669 penonton
Total: 39.669 penonton

#03 LDR


Minggu ini: 26.783 penonton
Total: 72.517 penonton

#04 Dejavu: Ajian Puter Giling


Minggu ini: 45.734 penonton
Total: 45.734 penonton

#05 Youtubers


Minggu ini: 14.406 penonton
Total: 168.920 penonton

Ulasan Pemuncak Bioskop Indonesia minggu lalu: Bioskop Indonesia: 'Tarot' Menjadi Film Horor Terlaris di 2015©UP

Box Office: 'Tomorrowland' Menggeser 'Pitch Perfect 2'

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Box Office, Artikel Featured, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Box Office: 'Tomorrowland' Menggeser 'Pitch Perfect 2'
link : Box Office: 'Tomorrowland' Menggeser 'Pitch Perfect 2'

Baca juga


Meskipun tak setinggi ekspektasi Disney, 'Tomorrowland' memperoleh laba yang cukup untuk menggeser 'Pitch Perfect 2' dari puncak box office. Sementara 'Mad Max: Fury Road' makin kokoh.
Raihan Tomorrowland ternyata tak setinggi ekspektasi Disney. Film ini tak terlalu disukai para kritikus dengan nilai Rottentomatoes 49% dan para penonton pun tak terlalu terkesan dengan nilai CinemaScore "B". Meski begitu, Tomorrowland mampu mengamankan posisi pertama di Weekend Box Office dengan raihan lemah $33,0 juta.

Secara internasional, Tomorrowland yang telah tayang di 56 negara tampil lebih baik dengan raihan $56,6 juta. Masih ada peluang untuk menutupi biaya produksi yang mencapai $190 juta, mengingat film ini belum tayang di Spanyol, Australia, Cia, Jepang, Korea, dan Brazil.

//veryaware

Juara minggu lalu, Pitch Perfect 2 tergeser ke posisi kedua dan mengalami penurunan yang cukup drastis sebesar 56%. Namun dengan pendapatan minggu lalu sebesar $70 juta, tak terlalu mengejutkan jika mengalami penurunan sebesar itu dengan raihan $30,8 juta. Dalam waktu 10 hari, secara internasional film ini telah mengumpulkan $187 juta dari bujetnya yang hanya $29 juta. Aca-awesome!

Mad Max: Fury Road mengalami penurunan yang tak terlalu besar 47% dengan raihan $24,8 juta. Film ini bisa dibilang cukup sukses karena dengan raihan ini, total pendapatan Fury Road adalah $38,2 juta di Amerika saja, dan secara internasional sebesar $212 juta. Tentu ini berita baik bagi penggemar berat (dan baru) dari seri Mad Max, karena kesuksesan finansial biasanya berujung pada lahirnya sekuel.

Film horor remake yang baru tayang di Amerika, Poltergeist (saat ini belum tayang di Indonesia) mengumpulkan $22,6 juta tak terlalu berbeda dengan ekspektasi pengamat film. Sayangnya film ini tak mendapat review positif dari penonton dengan nilai CinemaScore "C+".

Sementara itu, Avengers: Age of Ultron masih berada di lima besar box office dengan raihan $21,7 juta. Film ini telah melewati angka $400 juta di Amerika dan $200 juta di Cina. Secara internasional film ini akan meraih $1,2 miliar, dan diperkirakan melewati rekor Furious 7 dengan $1,7 miliar.

Weekend Box Office 22 Mei - 24 Mei 2015

#01 Tomorrowland


Minggu ini: $32,972,000
Total: $32,972,000

#02 Pitch Perfect 2


Minggu ini: $30,830,000
Total: $109,597,000

#03 Mad Max: Fury Road


Minggu ini: $24,815,000
Total: $88,255,000

#04 Poltergeist


Minggu ini: $22,600,000
Total: $22,600,000

#05 Avengers: Age of Ultron


Minggu ini: $21,691,000
Total: $404,861,000

Ulasan Weekend Box Office Minggu Sebelumnya: Box Office: 'Mad Max: Fury Road' Tampil Solid, Namun Tak Sekuat 'Pitch Perfect 2' ©UP

Meskipun tak setinggi ekspektasi Disney, 'Tomorrowland' memperoleh laba yang cukup untuk menggeser 'Pitch Perfect 2' dari puncak box office. Sementara 'Mad Max: Fury Road' makin kokoh.
Raihan Tomorrowland ternyata tak setinggi ekspektasi Disney. Film ini tak terlalu disukai para kritikus dengan nilai Rottentomatoes 49% dan para penonton pun tak terlalu terkesan dengan nilai CinemaScore "B". Meski begitu, Tomorrowland mampu mengamankan posisi pertama di Weekend Box Office dengan raihan lemah $33,0 juta.

Secara internasional, Tomorrowland yang telah tayang di 56 negara tampil lebih baik dengan raihan $56,6 juta. Masih ada peluang untuk menutupi biaya produksi yang mencapai $190 juta, mengingat film ini belum tayang di Spanyol, Australia, Cia, Jepang, Korea, dan Brazil.

//veryaware

Juara minggu lalu, Pitch Perfect 2 tergeser ke posisi kedua dan mengalami penurunan yang cukup drastis sebesar 56%. Namun dengan pendapatan minggu lalu sebesar $70 juta, tak terlalu mengejutkan jika mengalami penurunan sebesar itu dengan raihan $30,8 juta. Dalam waktu 10 hari, secara internasional film ini telah mengumpulkan $187 juta dari bujetnya yang hanya $29 juta. Aca-awesome!

Mad Max: Fury Road mengalami penurunan yang tak terlalu besar 47% dengan raihan $24,8 juta. Film ini bisa dibilang cukup sukses karena dengan raihan ini, total pendapatan Fury Road adalah $38,2 juta di Amerika saja, dan secara internasional sebesar $212 juta. Tentu ini berita baik bagi penggemar berat (dan baru) dari seri Mad Max, karena kesuksesan finansial biasanya berujung pada lahirnya sekuel.

Film horor remake yang baru tayang di Amerika, Poltergeist (saat ini belum tayang di Indonesia) mengumpulkan $22,6 juta tak terlalu berbeda dengan ekspektasi pengamat film. Sayangnya film ini tak mendapat review positif dari penonton dengan nilai CinemaScore "C+".

Sementara itu, Avengers: Age of Ultron masih berada di lima besar box office dengan raihan $21,7 juta. Film ini telah melewati angka $400 juta di Amerika dan $200 juta di Cina. Secara internasional film ini akan meraih $1,2 miliar, dan diperkirakan melewati rekor Furious 7 dengan $1,7 miliar.

Weekend Box Office 22 Mei - 24 Mei 2015

#01 Tomorrowland


Minggu ini: $32,972,000
Total: $32,972,000

#02 Pitch Perfect 2


Minggu ini: $30,830,000
Total: $109,597,000

#03 Mad Max: Fury Road


Minggu ini: $24,815,000
Total: $88,255,000

#04 Poltergeist


Minggu ini: $22,600,000
Total: $22,600,000

#05 Avengers: Age of Ultron


Minggu ini: $21,691,000
Total: $404,861,000

Ulasan Weekend Box Office Minggu Sebelumnya: Box Office: 'Mad Max: Fury Road' Tampil Solid, Namun Tak Sekuat 'Pitch Perfect 2' ©UP

Sunday, May 24, 2015

Daftar Lengkap Pemenang Cannes Film Festival 2015

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Award, Artikel Featured, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Daftar Lengkap Pemenang Cannes Film Festival 2015
link : Daftar Lengkap Pemenang Cannes Film Festival 2015

Baca juga


Para pemenang Cannes Film Festival ke-68 telah diumumkan dengan film 'Dheepan' yang membawa piala utama Palme d'Or. Berikut daftar lengkap para pemenangnya.
Cannes Film Festival ke-68 telah berakhir dan film-film pemenang kompetisi telah diumumkan. Salah satu festival film paling prestisius di dunia ini diadakan sejak 13 Mei hingga 24 Mei lalu, dimana tahun ini yang menjadi juri adalah Joel dan Ethan Coen (Fargo, No Country for Old Men), Guillermo del Toro (Pan's Labyrinth), Xavier Dolan (Mommy), Jake Gylenhaal, Sophie Marceau, Rossy de Palma, Rokia Traore, dan Sienna Miller. Poster festival ke-68 ini menampilkan bintang Hollywood Ingrid Bergman, sebagai tribut bagi kontribusinya terhadap dunia perfilman.

//cineblog

Cukup mengejutkan, piala bergengsi Palme d'Or jatuh pada film drama Dheepan dari Jacques Audiard. Film yang bercerita tentang pengungsi Tamil di Paris ini dinilai tak punya energi seperti film Audiard sebelumnya A Prophet (yang memenangkan Grand Prix Cannes 2009) dan Rust and Bone.

"Menurut kami ini adalah film yang indah," ujar presiden juri Ethan dan Joel Coen. "[Penilaian] ini bukanlah dari [perspektif] kritikus film. Ini adalah [penilaian] juri dari [perspektif] artis yang melihat sebuah karya."

Son of Saul, sebuah drama tentang Holocaust dari sutradara Hungaria, Laszlo Nemes memenangkan Grand Prix, yang merupakan piala runner-up. Sementara untuk kategori sutradara dimenangkan oleh Hou Hsiao-hsien dengan film The Assassin.

Aktor terbaik dimenangkan oleh Vincent Lindon dalam drama sosial The Measure of a Man, sementara Rooney Mara yang bermain dalam film bertema lesbian Carol harus berbagi piala aktris terbaik dengan Emmanuelle Bercot dalam film Mon Roi.

Berikut daftar lengkap pemenang Cannes Film Festival 2015. ©UP

Pemenang Cannes Film Festival ke-68

COMPETITION

Palme d’Or 
Dheepan (Jacques Audiard, Prancis)

Grand Prix 
Son of Saul (Laszlo Nemes, Hungaria)

Director 
Hou Hsiao-hsien (The Assassin, Taiwan)

Actor
Vincent Lindon (The Measure of a Man, Prancis)

Actress 
Emmanuelle Bercot (Mon roi, Prancis), dan Rooney Mara (Carol, Inggris)

Jury Prize
Yorgos Lanthimos (The Lobster, Yunani-Irlandia-Inggris-Belanda-Prancis)

Screenplay 
Michel Franco (Chronic, Meksiko, Prancis)


OTHER PRIZES

Palme d’Honneur 
Agnes Varda

Camera d’Or 
Land and Shade (Cesar Augusto Acevedo, Kolombia)

Short Films Palme d’Or 
Waves ’98 (Ely Dagher)

Ecumenical Jury Prize 
My Mother (Nanni Moretti)


UN CERTAIN REGARD

Un Certain Regard Prize 
Rams (Grimur Hakonarson, Islandia-Denmark)

Jury prize 
The High Sun (Dalibor Matanic, Kroasia, Slovenia, Serbia)

Director 
Kiyoshi Kurosawa, Journey to the Shore (Jepang-Prancis)

Un Certain Talent Prize
Corneliu Porumboiu, The Treasure (Romania)

Special Prize for Promising Futures
Nahid (Ida Panahandeh, Iran) dan Masaan (Neeraj Ghaywan, Prancis-India)


DIRECTORS’ FORTNIGHT

Art Cinema Award 
The Embrace of the Serpent (Ciro Guerra, Kolombia)

Society of Dramatic Authors and Composers Prize 
My Golden Days (Arnaud Desplechin, Prancis)

Europa Cinemas Label 
Mustang (Deniz Gamze Erguven, Prancis-Turki-Jerman)


CRITICS’ WEEK 

Grand Prize 
Paulina (Santiago Mitre, Argentina-Brazil-Prancis)

Visionary Prize
Land and Shade 

Society of Dramatic Authors and Composers Prize
Land and Shade 


FIPRESCI 

Competition 
Son of Saul (Laszlo Nemes, Hungaria)

Un Certain Regard 
Masaan 

Critics’ Week 
Paulina

Para pemenang Cannes Film Festival ke-68 telah diumumkan dengan film 'Dheepan' yang membawa piala utama Palme d'Or. Berikut daftar lengkap para pemenangnya.
Cannes Film Festival ke-68 telah berakhir dan film-film pemenang kompetisi telah diumumkan. Salah satu festival film paling prestisius di dunia ini diadakan sejak 13 Mei hingga 24 Mei lalu, dimana tahun ini yang menjadi juri adalah Joel dan Ethan Coen (Fargo, No Country for Old Men), Guillermo del Toro (Pan's Labyrinth), Xavier Dolan (Mommy), Jake Gylenhaal, Sophie Marceau, Rossy de Palma, Rokia Traore, dan Sienna Miller. Poster festival ke-68 ini menampilkan bintang Hollywood Ingrid Bergman, sebagai tribut bagi kontribusinya terhadap dunia perfilman.

//cineblog

Cukup mengejutkan, piala bergengsi Palme d'Or jatuh pada film drama Dheepan dari Jacques Audiard. Film yang bercerita tentang pengungsi Tamil di Paris ini dinilai tak punya energi seperti film Audiard sebelumnya A Prophet (yang memenangkan Grand Prix Cannes 2009) dan Rust and Bone.

"Menurut kami ini adalah film yang indah," ujar presiden juri Ethan dan Joel Coen. "[Penilaian] ini bukanlah dari [perspektif] kritikus film. Ini adalah [penilaian] juri dari [perspektif] artis yang melihat sebuah karya."

Son of Saul, sebuah drama tentang Holocaust dari sutradara Hungaria, Laszlo Nemes memenangkan Grand Prix, yang merupakan piala runner-up. Sementara untuk kategori sutradara dimenangkan oleh Hou Hsiao-hsien dengan film The Assassin.

Aktor terbaik dimenangkan oleh Vincent Lindon dalam drama sosial The Measure of a Man, sementara Rooney Mara yang bermain dalam film bertema lesbian Carol harus berbagi piala aktris terbaik dengan Emmanuelle Bercot dalam film Mon Roi.

Berikut daftar lengkap pemenang Cannes Film Festival 2015. ©UP

Pemenang Cannes Film Festival ke-68

COMPETITION

Palme d’Or 
Dheepan (Jacques Audiard, Prancis)

Grand Prix 
Son of Saul (Laszlo Nemes, Hungaria)

Director 
Hou Hsiao-hsien (The Assassin, Taiwan)

Actor
Vincent Lindon (The Measure of a Man, Prancis)

Actress 
Emmanuelle Bercot (Mon roi, Prancis), dan Rooney Mara (Carol, Inggris)

Jury Prize
Yorgos Lanthimos (The Lobster, Yunani-Irlandia-Inggris-Belanda-Prancis)

Screenplay 
Michel Franco (Chronic, Meksiko, Prancis)


OTHER PRIZES

Palme d’Honneur 
Agnes Varda

Camera d’Or 
Land and Shade (Cesar Augusto Acevedo, Kolombia)

Short Films Palme d’Or 
Waves ’98 (Ely Dagher)

Ecumenical Jury Prize 
My Mother (Nanni Moretti)


UN CERTAIN REGARD

Un Certain Regard Prize 
Rams (Grimur Hakonarson, Islandia-Denmark)

Jury prize 
The High Sun (Dalibor Matanic, Kroasia, Slovenia, Serbia)

Director 
Kiyoshi Kurosawa, Journey to the Shore (Jepang-Prancis)

Un Certain Talent Prize
Corneliu Porumboiu, The Treasure (Romania)

Special Prize for Promising Futures
Nahid (Ida Panahandeh, Iran) dan Masaan (Neeraj Ghaywan, Prancis-India)


DIRECTORS’ FORTNIGHT

Art Cinema Award 
The Embrace of the Serpent (Ciro Guerra, Kolombia)

Society of Dramatic Authors and Composers Prize 
My Golden Days (Arnaud Desplechin, Prancis)

Europa Cinemas Label 
Mustang (Deniz Gamze Erguven, Prancis-Turki-Jerman)


CRITICS’ WEEK 

Grand Prize 
Paulina (Santiago Mitre, Argentina-Brazil-Prancis)

Visionary Prize
Land and Shade 

Society of Dramatic Authors and Composers Prize
Land and Shade 


FIPRESCI 

Competition 
Son of Saul (Laszlo Nemes, Hungaria)

Un Certain Regard 
Masaan 

Critics’ Week 
Paulina