- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul
, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Seiring Fox – studio di balik Deadpool dan franchise ‘X-Men’ – segera diakuisisi Disney, nasib ‘X-Force’ dan beberapa proyek film superhero Fox pun menjadi dipertanyakan. Potensi pembatalan ‘X-Force’ akhirnya ditanggapi langsung oleh kreator Deadpool dan X-Force, Rob Liefeld.
Setelah Deadpool 2, petualangan seru dan kocak antihero Marvel akan berlanjut di X-Force, dimana ia siap beraksi bersama tim barunya. Namun seiring Fox – studio di balik Deadpool dan franchise X-Men – segera diakuisisi Disney, nasib X-Force dan beberapa proyek film superhero Fox pun menjadi dipertanyakan.
Bahkan belum lama ini, jurnalis bernama Daniel Richtman mengklaim, proyek Gambit – yang dibintangi Channing Tatum – dan Doctor Doom – yang dikembangkan Noah Hawley (Legion) – resmi ditutup. Bagimanapun, Daniel juga menggarisbawahi X-Force belum dibatalkan, dan film ini masih bisa melangkah maju, asalkan proses syutingnya dimulai sebelum Disney resmi memegang Fox pada Maret 2019. Hal ini pun dinilai sulit untuk tercapai, sehingga banyak yang menyimpulkan X-Force juga akan mengikuti nasib suram Gambit dan Doctor Doom.
Potensi pembatalan X-Force akhirnya ditanggapi langsung oleh kreator Deadpool dan X-Force, Rob Liefeld. Menurutnya, X-Force adalah korban dari akuisisi Disney terhadap Fox yang menelan biaya $71.3 miliar. Di luar X-Force, Liefeld memilih untuk tak berkomentar. Namun berkaca dari laporan Daniel dan respon Liefeld, status beberapa proyek film superhero Fox kini jelas tidak menjanjikan. Sementara di lain pihak, Kevin Feige – arsitek Marvel Cinematic Universe – juga menyatakan, pihaknya baru mengambil langkah konkrit jika sudah diberi lampu hijau oleh Disney. Alhasil, kondisi proyek superhero Fox yang kini sedang dikembangkan agaknya akan terus simpang siur, setidaknya sampai akuisisi Disney kelar.
Ditulis dan disutradarai Drew Goddard, X-Force menampilkan Deadpool (Ryan Reynolds) yang akan beraksi bersama tim beranggotakan Cable (Josh Brolin) dan Domino (Zazie Beetz) - dua karakter yang tampil perdana di Deadpool 2 – serta beberapa karakter potensial lain seperti Colossus, Negasonic hingga Dopinder. Kendati plot cerita belum diketahui, Liefeld pernah mengungkapkan bahwa X-Force akan menjadi The Avengers versi rating R.
Untuk saat ini X-Force belum memiliki jadwal syuting maupun tanggal rilis.
Seiring Fox – studio di balik Deadpool dan franchise ‘X-Men’ – segera diakuisisi Disney, nasib ‘X-Force’ dan beberapa proyek film superhero Fox pun menjadi dipertanyakan. Potensi pembatalan ‘X-Force’ akhirnya ditanggapi langsung oleh kreator Deadpool dan X-Force, Rob Liefeld.
Setelah Deadpool 2, petualangan seru dan kocak antihero Marvel akan berlanjut di X-Force, dimana ia siap beraksi bersama tim barunya. Namun seiring Fox – studio di balik Deadpool dan franchise X-Men – segera diakuisisi Disney, nasib X-Force dan beberapa proyek film superhero Fox pun menjadi dipertanyakan.
Bahkan belum lama ini, jurnalis bernama Daniel Richtman mengklaim, proyek Gambit – yang dibintangi Channing Tatum – dan Doctor Doom – yang dikembangkan Noah Hawley (Legion) – resmi ditutup. Bagimanapun, Daniel juga menggarisbawahi X-Force belum dibatalkan, dan film ini masih bisa melangkah maju, asalkan proses syutingnya dimulai sebelum Disney resmi memegang Fox pada Maret 2019. Hal ini pun dinilai sulit untuk tercapai, sehingga banyak yang menyimpulkan X-Force juga akan mengikuti nasib suram Gambit dan Doctor Doom.
Potensi pembatalan X-Force akhirnya ditanggapi langsung oleh kreator Deadpool dan X-Force, Rob Liefeld. Menurutnya, X-Force adalah korban dari akuisisi Disney terhadap Fox yang menelan biaya $71.3 miliar. Di luar X-Force, Liefeld memilih untuk tak berkomentar. Namun berkaca dari laporan Daniel dan respon Liefeld, status beberapa proyek film superhero Fox kini jelas tidak menjanjikan. Sementara di lain pihak, Kevin Feige – arsitek Marvel Cinematic Universe – juga menyatakan, pihaknya baru mengambil langkah konkrit jika sudah diberi lampu hijau oleh Disney. Alhasil, kondisi proyek superhero Fox yang kini sedang dikembangkan agaknya akan terus simpang siur, setidaknya sampai akuisisi Disney kelar.
Ditulis dan disutradarai Drew Goddard, X-Force menampilkan Deadpool (Ryan Reynolds) yang akan beraksi bersama tim beranggotakan Cable (Josh Brolin) dan Domino (Zazie Beetz) - dua karakter yang tampil perdana di Deadpool 2 – serta beberapa karakter potensial lain seperti Colossus, Negasonic hingga Dopinder. Kendati plot cerita belum diketahui, Liefeld pernah mengungkapkan bahwa X-Force akan menjadi The Avengers versi rating R.
Untuk saat ini X-Force belum memiliki jadwal syuting maupun tanggal rilis.
- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul
, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Menambah panjang daftar franchise lawas yang direboot, kali ini gilliran ‘Final Destination’ yang siap menelurkan seri terbaru yang mengulang segalanya dari awal.
Menambah panjang daftar franchise lawas yang direboot, kali ini gilliran Final Destination yang siap menelurkan seri terbaru yang mengulang segalanya dari awal.
Bertindak sebagai rumah produksi adalah New Line, studio sama di balik kesuksesan franchise Final Destination pada awal tahun 2000-an. Biarpun kelima film Final Destination tak pernah menuai sambutan hangat dari para kritikus, jajaran film horror sadis ini punya daya tariknya sendiri dalam menarik penonton, terbukti dari total pendapatan $665 juta yang ditorehkan kelima filmnya.
Terakhir kali Final Destination meluncurkan seri teranyar pada 2011, dan setelah sekian lama dibiarkan pensiun, franchise ini kembali dihidupkan studio dalam bentuk reboot yang naskahnya ditulis Patrick Melton dan Marcus Dunstan. Mereka berdua agaknya sudah tak asing lagi dengan film-film bersimbah darah, mengingat keduanya telah menulis skrip empat film Saw (mulai seri keempat) plus Piranha 3DD. Patrick dan Marcus juga terlibat di Scary Stories to Tell in the Dark, film horror dari Guillermo del Toro yang siap dirilis Agustus 2019.
Secara garis besar, kelima film Final Destination mengisahkan segelintir orang yang berhasil selamat dari kecelakaan maut. Para korban selamat ini lalu diperingatkan oleh sang karakter utama bahwa mereka akan tewas dengan cara mengenaskan. Sayangnya, meski si protagonis sudah menjelaskan soal pertanda buruk yang ia rasakan, para korban selamat tetap tewas satu per satu dalam rentetan insiden yang tak lazim dan di luar nalar.
Menurut kabar dari THR, Patrick dan Marcus akan melakukan pembaruan terhadap premis Final Destination reboot, meskipun belum diketahui pasti perubahan seperti apa yang hendak mereka hadirkan. Sementara itu, New Line – yang sedang berada di atas angin karena film-film horrornya selalu sukses - saat ini masih belum menentukan sutradara.
Menambah panjang daftar franchise lawas yang direboot, kali ini gilliran ‘Final Destination’ yang siap menelurkan seri terbaru yang mengulang segalanya dari awal.
Menambah panjang daftar franchise lawas yang direboot, kali ini gilliran Final Destination yang siap menelurkan seri terbaru yang mengulang segalanya dari awal.
Bertindak sebagai rumah produksi adalah New Line, studio sama di balik kesuksesan franchise Final Destination pada awal tahun 2000-an. Biarpun kelima film Final Destination tak pernah menuai sambutan hangat dari para kritikus, jajaran film horror sadis ini punya daya tariknya sendiri dalam menarik penonton, terbukti dari total pendapatan $665 juta yang ditorehkan kelima filmnya.
Terakhir kali Final Destination meluncurkan seri teranyar pada 2011, dan setelah sekian lama dibiarkan pensiun, franchise ini kembali dihidupkan studio dalam bentuk reboot yang naskahnya ditulis Patrick Melton dan Marcus Dunstan. Mereka berdua agaknya sudah tak asing lagi dengan film-film bersimbah darah, mengingat keduanya telah menulis skrip empat film Saw (mulai seri keempat) plus Piranha 3DD. Patrick dan Marcus juga terlibat di Scary Stories to Tell in the Dark, film horror dari Guillermo del Toro yang siap dirilis Agustus 2019.
Secara garis besar, kelima film Final Destination mengisahkan segelintir orang yang berhasil selamat dari kecelakaan maut. Para korban selamat ini lalu diperingatkan oleh sang karakter utama bahwa mereka akan tewas dengan cara mengenaskan. Sayangnya, meski si protagonis sudah menjelaskan soal pertanda buruk yang ia rasakan, para korban selamat tetap tewas satu per satu dalam rentetan insiden yang tak lazim dan di luar nalar.
Menurut kabar dari THR, Patrick dan Marcus akan melakukan pembaruan terhadap premis Final Destination reboot, meskipun belum diketahui pasti perubahan seperti apa yang hendak mereka hadirkan. Sementara itu, New Line – yang sedang berada di atas angin karena film-film horrornya selalu sukses - saat ini masih belum menentukan sutradara.
- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul
, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Di saat ada belum ada kejelasan mengenai status terkini dari film teranyar 'Mortal Kombat', muncul rumor bahwa Warner Bros. mengembangkan film berjudul sama dalam format animasi
Di saat ada belum ada kejelasan mengenai status terkini dari film teranyarMortal Kombat, muncul rumor bahwa Warner Bros. mengembangkan film berjudul sama dalam format animasi.
Eksistensi proyek film animasi Mortal Kombat ini sendiri terungkap lewat kabar dari Revenge of the Fans. Kendati baru sebatas rumor dan belum mendapat konfirmasi, informasi ini juga menyertakan daftar pengisi suara yang terlibat. Sebut saja Joel McHale sebagai Johnny Cage dan JenniferCarpenter sebagai Sonya Blade. Disusul beberapa pemain yang karakternya belum diketahui, diantaranya Darin DePaul, Fred Tatasciore, Grey Griffin, Ike Amadi, Kevin Michael Richardson, Robin Atkin Downes, Jordan Rodrigues, Patrick Seitz dan Steve Blum.
Khusus untuk dua nama terakhir, masing-masing dari mereka menjadi pengisi suara Scorpion dan Sub-Zero di sejumlah game Mortal Kombat. Adapun jika rumor ini terbukti benar, film animasi Mortal Kombat diharapkan berating R agar dapat membawa daya tarik utama gamenya, yakni pertarungan sadis dengan dibumbui koreografi serangan yang atraktif.
Bicara soal film terbaru Mortal Kombat yang berformat live-action, proyek ini diproduseri James Wan (Aquaman) dan dibesut sutradara iklan Simon McQuoid yang akan mengawali debutnya dalam menggarap film. Alih-alih melanjutkan cerita dua film live-action pendahulunya, Mortal Kombat (1995) dan Mortal Kombat: Annihilation (1997), seri ini kabarnya akan menjadi reboot. Well, lantaran proyek live-action ini sudah lama tak terdengar rimbanya, boleh jadi studio diam-diam telah membatalkannya dan berganti haluan dengan fokus mengembangkan film animasi Mortal Kombat.
Di saat ada belum ada kejelasan mengenai status terkini dari film teranyar 'Mortal Kombat', muncul rumor bahwa Warner Bros. mengembangkan film berjudul sama dalam format animasi
Di saat ada belum ada kejelasan mengenai status terkini dari film teranyarMortal Kombat, muncul rumor bahwa Warner Bros. mengembangkan film berjudul sama dalam format animasi.
Eksistensi proyek film animasi Mortal Kombat ini sendiri terungkap lewat kabar dari Revenge of the Fans. Kendati baru sebatas rumor dan belum mendapat konfirmasi, informasi ini juga menyertakan daftar pengisi suara yang terlibat. Sebut saja Joel McHale sebagai Johnny Cage dan JenniferCarpenter sebagai Sonya Blade. Disusul beberapa pemain yang karakternya belum diketahui, diantaranya Darin DePaul, Fred Tatasciore, Grey Griffin, Ike Amadi, Kevin Michael Richardson, Robin Atkin Downes, Jordan Rodrigues, Patrick Seitz dan Steve Blum.
Khusus untuk dua nama terakhir, masing-masing dari mereka menjadi pengisi suara Scorpion dan Sub-Zero di sejumlah game Mortal Kombat. Adapun jika rumor ini terbukti benar, film animasi Mortal Kombat diharapkan berating R agar dapat membawa daya tarik utama gamenya, yakni pertarungan sadis dengan dibumbui koreografi serangan yang atraktif.
Bicara soal film terbaru Mortal Kombat yang berformat live-action, proyek ini diproduseri James Wan (Aquaman) dan dibesut sutradara iklan Simon McQuoid yang akan mengawali debutnya dalam menggarap film. Alih-alih melanjutkan cerita dua film live-action pendahulunya, Mortal Kombat (1995) dan Mortal Kombat: Annihilation (1997), seri ini kabarnya akan menjadi reboot. Well, lantaran proyek live-action ini sudah lama tak terdengar rimbanya, boleh jadi studio diam-diam telah membatalkannya dan berganti haluan dengan fokus mengembangkan film animasi Mortal Kombat.
'How to Train Your Dragon 3' punya cerita lama untuk disimpulkan walau tak punya cerita baru untuk diceritakan.
“Its you and me bud. Always.” — Hiccup
Rating UP: Setelah sembilan tahun belajar cara melatih naga, jagoan kita, Hiccup (Jay Baruchel) tentu saja seharusnya sudah lulus; kalau tidak, yaa dropout karena sudah lewat dari standar 7-tahun-nya Kemristekdikti. Jadi sekarang sudah bukan soal melatih naga lagi. Maka, senang menjumpai bahwa How to Train Your Dragon 3 yang merupakan film terakhir dari franchisenya, benar-benar berperan sebagai penutup yang hakiki. Film ini memberikan kita momen dramatis, yang memang tak bisa dihindari, dengan (((cukup))) pas. Ia sekaligus juga memberi jawaban memuaskan soal kenapa manusia tak lagi menjumpai naga saat ini.
Sudah banyak yang berubah selama hampir satu dekade. Hiccup sudah jadi kepala suku Berk, melanjutkan tongkat estafet dari ayahnya. Brewoknya sudah mulai tumbuh. Ia juga harus siap melanjutkan hubungannya dengan Astrid (America Ferrerra) ke jenjang yang lebih jauh, soalnya Astrid pasti juga gak mau digantung terus. Naga peliharaan Hiccup, seekor Night Fury yang diberi nama Toothless, sudah menjadi naga alfa, yang membuatnya bisa memerintah naga mana pun. Satu hal yang membuat How to Train Your Dragon menarik dicermati adalah karena filmnya bertumbuh bersama karakter. Para jagoan kita bertambah dewasa, demikian pula dengan masalah mereka. Ceritanya dibangun dengan menyadari perubahan dalam rentang waktu yang panjang.
Di film pertama, Hiccup berhasil membuat sukunya hidup harmonis dengan naga, merubah mereka dari pemburu naga menjadi penjinak naga. Di film berikutnya, ia sukses mengatasi ancaman dari tim pemburu naga yang dipimpin si sadis Drago Bludvist dengan naga raksasanya. Setelah semua itu, apalagi coba konflik yang bakal dihadapi Hiccup dan Toothless? Kayaknya sih tak ada yang bisa lebih besar.
Itulah kenapa ancaman baru dari Grimmel the Grisly (F. Murray Abraham) tak begitu menggigit, padahal ia punya pasukan naga kalajengking yang bisa menyemburkan asam korosif dari mulut mereka. "Kamu belum pernah ketemu yang seperti aku," ujar Grimmel kepada Hiccup saat ia nyaris berhasil menculik Toothless. Namun kita serasa sudah pernah. Film ini butuh sesuatu untuk menggerakkan Hiccup dan sukunya dari kampung halaman mereka. Dan Grimmel hanyalah duri kecil yang bertugas untuk itu.
Tujuan mereka adalah surga dunia bagi para naga, tempat misterius yang bernama "Hidden World". Gak hidden-hidden banget sih, soalnya kita sudah bisa melihatnya dengan utuh di pertengahan film. Tapi saya tak akan komplain. "Hidden World" benar-benar surga visual; tempat yang dibangun dengan CGI mempesona, dihiasi dengan warna-warni neon yang menyilaukan mata. Kualitas gambar di film ketiga ini melewati semua yang pernah kita lihat di film pendahulunya. Detailnya luar biasa. Sutradara Dean DeBlois, yang terbang solo sejak film kedua, memanfaatkan kedinamisan mediumnya untuk memberikan sekuens aerial yang imersif.
Menemukan "Hidden World" bukan satu-satunya masalah Hiccup. Sobat karibnya, Toothless sedang kasmaran karena baru berjumpa dengan naga satu spesies yang diberi nama Light Fury. Kasmarannya sudah kronis, sampai Toothless harus menggelinjang tak karuan demi menarik perhatian sang gebetan. Ini membuat Hiccup tertinggal, dengan konflik batin yang Hiccup sendiri pun tak tahu. Tanpa Toothless, Hiccup ternyata menjadi protagonis yang tak begitu menarik. Disini saya menyadari bahwa Hiccup ini sebetulnya adalah karakter yang lumayan membosankan. Ia tak *uhuk* bergigi tanpa naganya.
Hal yang sama barangkali juga berlaku untuk karakter yang sudah kita kenal dari film-film sebelumnya. Kita berjumpa kembali dengan si kembar Tuffnut (Justin Rupple) dan Ruffnut (Kristen Wiig), Fishleg (Christopher Mintz-Plasse), Gobber (Craig Ferguson), Eret (Kit Harrington), Snotlout (Jonah Hill), serta ibu Hiccup, Valka (Cate Blanchett). Mereka *benar-benar* terasa seperti karakter pendukung saja, entah itu untuk memperumit situasi atau sekadar ngelawak.
Namun barangkali itu bukan poin utamanya. Semua hiruk pikuk tersebut hanyalah mekanika plot agar Hiccup bisa meninjau kembali hubungannya dengan Toothless. Film ini tak ragu-ragu untuk memberikan pernyataan realistis tentang bagaimana arti sesungguhnya dari peduli terhadap seseorang/sesuatu. Menatap tujuan baru dan merelakan yang telah berlalu. Tak begitu emosional, tapi film memolesnya dengan cara melandaskan konflik internal ini lewat flashback yang melibatkan Hiccup kecil dengan ayahnya Stoick (Gerard Butler).
Meski plotnya tak begitu mengikat, ada banyak hal yang sangat layak untuk disaksikan dari film ini, khususnya kualitas animasinya yang mengalami peningkatan cukup signifikan. Meski demikian, How to Train Your Dragon 3 pantas eksis bukan cuma karena alasan itu saja; ia punya cerita lama untuk disimpulkan walau tak punya cerita baru untuk diceritakan. ■UP
'How to Train Your Dragon 3' punya cerita lama untuk disimpulkan walau tak punya cerita baru untuk diceritakan.
“Its you and me bud. Always.” — Hiccup
Rating UP: Setelah sembilan tahun belajar cara melatih naga, jagoan kita, Hiccup (Jay Baruchel) tentu saja seharusnya sudah lulus; kalau tidak, yaa dropout karena sudah lewat dari standar 7-tahun-nya Kemristekdikti. Jadi sekarang sudah bukan soal melatih naga lagi. Maka, senang menjumpai bahwa How to Train Your Dragon 3 yang merupakan film terakhir dari franchisenya, benar-benar berperan sebagai penutup yang hakiki. Film ini memberikan kita momen dramatis, yang memang tak bisa dihindari, dengan (((cukup))) pas. Ia sekaligus juga memberi jawaban memuaskan soal kenapa manusia tak lagi menjumpai naga saat ini.
Sudah banyak yang berubah selama hampir satu dekade. Hiccup sudah jadi kepala suku Berk, melanjutkan tongkat estafet dari ayahnya. Brewoknya sudah mulai tumbuh. Ia juga harus siap melanjutkan hubungannya dengan Astrid (America Ferrerra) ke jenjang yang lebih jauh, soalnya Astrid pasti juga gak mau digantung terus. Naga peliharaan Hiccup, seekor Night Fury yang diberi nama Toothless, sudah menjadi naga alfa, yang membuatnya bisa memerintah naga mana pun. Satu hal yang membuat How to Train Your Dragon menarik dicermati adalah karena filmnya bertumbuh bersama karakter. Para jagoan kita bertambah dewasa, demikian pula dengan masalah mereka. Ceritanya dibangun dengan menyadari perubahan dalam rentang waktu yang panjang.
Di film pertama, Hiccup berhasil membuat sukunya hidup harmonis dengan naga, merubah mereka dari pemburu naga menjadi penjinak naga. Di film berikutnya, ia sukses mengatasi ancaman dari tim pemburu naga yang dipimpin si sadis Drago Bludvist dengan naga raksasanya. Setelah semua itu, apalagi coba konflik yang bakal dihadapi Hiccup dan Toothless? Kayaknya sih tak ada yang bisa lebih besar.
Itulah kenapa ancaman baru dari Grimmel the Grisly (F. Murray Abraham) tak begitu menggigit, padahal ia punya pasukan naga kalajengking yang bisa menyemburkan asam korosif dari mulut mereka. "Kamu belum pernah ketemu yang seperti aku," ujar Grimmel kepada Hiccup saat ia nyaris berhasil menculik Toothless. Namun kita serasa sudah pernah. Film ini butuh sesuatu untuk menggerakkan Hiccup dan sukunya dari kampung halaman mereka. Dan Grimmel hanyalah duri kecil yang bertugas untuk itu.
Tujuan mereka adalah surga dunia bagi para naga, tempat misterius yang bernama "Hidden World". Gak hidden-hidden banget sih, soalnya kita sudah bisa melihatnya dengan utuh di pertengahan film. Tapi saya tak akan komplain. "Hidden World" benar-benar surga visual; tempat yang dibangun dengan CGI mempesona, dihiasi dengan warna-warni neon yang menyilaukan mata. Kualitas gambar di film ketiga ini melewati semua yang pernah kita lihat di film pendahulunya. Detailnya luar biasa. Sutradara Dean DeBlois, yang terbang solo sejak film kedua, memanfaatkan kedinamisan mediumnya untuk memberikan sekuens aerial yang imersif.
Menemukan "Hidden World" bukan satu-satunya masalah Hiccup. Sobat karibnya, Toothless sedang kasmaran karena baru berjumpa dengan naga satu spesies yang diberi nama Light Fury. Kasmarannya sudah kronis, sampai Toothless harus menggelinjang tak karuan demi menarik perhatian sang gebetan. Ini membuat Hiccup tertinggal, dengan konflik batin yang Hiccup sendiri pun tak tahu. Tanpa Toothless, Hiccup ternyata menjadi protagonis yang tak begitu menarik. Disini saya menyadari bahwa Hiccup ini sebetulnya adalah karakter yang lumayan membosankan. Ia tak *uhuk* bergigi tanpa naganya.
Hal yang sama barangkali juga berlaku untuk karakter yang sudah kita kenal dari film-film sebelumnya. Kita berjumpa kembali dengan si kembar Tuffnut (Justin Rupple) dan Ruffnut (Kristen Wiig), Fishleg (Christopher Mintz-Plasse), Gobber (Craig Ferguson), Eret (Kit Harrington), Snotlout (Jonah Hill), serta ibu Hiccup, Valka (Cate Blanchett). Mereka *benar-benar* terasa seperti karakter pendukung saja, entah itu untuk memperumit situasi atau sekadar ngelawak.
Namun barangkali itu bukan poin utamanya. Semua hiruk pikuk tersebut hanyalah mekanika plot agar Hiccup bisa meninjau kembali hubungannya dengan Toothless. Film ini tak ragu-ragu untuk memberikan pernyataan realistis tentang bagaimana arti sesungguhnya dari peduli terhadap seseorang/sesuatu. Menatap tujuan baru dan merelakan yang telah berlalu. Tak begitu emosional, tapi film memolesnya dengan cara melandaskan konflik internal ini lewat flashback yang melibatkan Hiccup kecil dengan ayahnya Stoick (Gerard Butler).
Meski plotnya tak begitu mengikat, ada banyak hal yang sangat layak untuk disaksikan dari film ini, khususnya kualitas animasinya yang mengalami peningkatan cukup signifikan. Meski demikian, How to Train Your Dragon 3 pantas eksis bukan cuma karena alasan itu saja; ia punya cerita lama untuk disimpulkan walau tak punya cerita baru untuk diceritakan. ■UP
- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul
, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Box Office, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
Memuncaki box office selama 3 minggu berturut-turut, 'Aquaman' sekarang menjadi film DCEU terlaris. Berikut rekap box office minggu ini.
Kita hampir bisa mendengar grasak-grusuk di kantor Warner Bros untuk segera membuat Aquaman 2 saat laporan box office minggu ini masuk. Betul sekali, film tentang pahlawan yang bisa berbicara dengan ikan sudah resmi menjadi film terlaris dalam DC Extended Universe.
Minggu ini, Aquaman telah meraup $940 juta dari seluruh dunia, mendongkel rekor yang diperoleh Batman v Superman ($873,6 juta). Angka tersebut diperoleh berkat tambahan $56,2 juta dari 79 negara.
Pertanyaannya sekarang bukan "apakah" Aquaman punya cukup kekuatan untuk menaklukkan dua film superhero DC terlaris sepanjang masa, The Dark Knight ($1 miliar) dan The Dark Knight Rises ($1,1 miliar), melainkan "kapan".
Meskipun demikian, Aquaman rupanya cuma tangguh di luar. Di kampung halamannya, ia masih merupakan film DCEU paling gak laku. Tambahan $31,0 juta minggu ini tetap saja cuma bisa menempatkannya di bawah Man of Steel ($291 juta) dengan $260,0 juta. Tapi bodoamat. Yang penting, laba total sudah hampir 1 miliar cuy.
Di musim liburan yang biasanya sepi ini, satu film nyelip dan tampil mengejutkan dengan merebut posisi runner-up. Film tersebut adalah horor-thriller Escape Room yang mendapat $18,2 juta. Semakin mengejutkan saat mendapati bahwa film ini dibuat hanya dengan bujet $9 juta saja. Artinya, debut di minggu pertamanya saja sudah dua kali lipat dari bujet produksi. Penonton memberikannya CinemaScore "B".
Setelah mengalami kenaikan minggu lalu, Mary Poppins Returns harus rela anjlok 44,1%. Ia berada di posisi tiga dengan $15,9 juta. Total pendapatannya di Amerika sejauh ini baru $138,8 juta. Sementara itu secara global, pendapatannya adalah $257,9 juta berkat tambahan $23 juta dari luar Amerika.
Bumblebee dan Spider-Man: Into the Spider-Verse bersaing ketat di posisi empat. Namun pemenangnya adalah Bumblebee dengan $13,2 juta. Film ini sudah mendapat $97,6 juta secara domestik dan $289,6 juta secara global (berkat tambahan $82,7 juta dari luar Amerika). Hasil masif tersebut sebagian besar disumbang dari debut di Cina sebesar $59,4 juta.
Sementara itu, Spider-Man: Into the Spider-Verse membayangi di bawahnya dengan $13,1 juta. Total pendapatan domestiknya adalah $134 juta. Sedangkan total pendapatan globalnya adalah $275,5 juta.
Memuncaki box office selama 3 minggu berturut-turut, 'Aquaman' sekarang menjadi film DCEU terlaris. Berikut rekap box office minggu ini.
Kita hampir bisa mendengar grasak-grusuk di kantor Warner Bros untuk segera membuat Aquaman 2 saat laporan box office minggu ini masuk. Betul sekali, film tentang pahlawan yang bisa berbicara dengan ikan sudah resmi menjadi film terlaris dalam DC Extended Universe.
Minggu ini, Aquaman telah meraup $940 juta dari seluruh dunia, mendongkel rekor yang diperoleh Batman v Superman ($873,6 juta). Angka tersebut diperoleh berkat tambahan $56,2 juta dari 79 negara.
Pertanyaannya sekarang bukan "apakah" Aquaman punya cukup kekuatan untuk menaklukkan dua film superhero DC terlaris sepanjang masa, The Dark Knight ($1 miliar) dan The Dark Knight Rises ($1,1 miliar), melainkan "kapan".
Meskipun demikian, Aquaman rupanya cuma tangguh di luar. Di kampung halamannya, ia masih merupakan film DCEU paling gak laku. Tambahan $31,0 juta minggu ini tetap saja cuma bisa menempatkannya di bawah Man of Steel ($291 juta) dengan $260,0 juta. Tapi bodoamat. Yang penting, laba total sudah hampir 1 miliar cuy.
Di musim liburan yang biasanya sepi ini, satu film nyelip dan tampil mengejutkan dengan merebut posisi runner-up. Film tersebut adalah horor-thriller Escape Room yang mendapat $18,2 juta. Semakin mengejutkan saat mendapati bahwa film ini dibuat hanya dengan bujet $9 juta saja. Artinya, debut di minggu pertamanya saja sudah dua kali lipat dari bujet produksi. Penonton memberikannya CinemaScore "B".
Setelah mengalami kenaikan minggu lalu, Mary Poppins Returns harus rela anjlok 44,1%. Ia berada di posisi tiga dengan $15,9 juta. Total pendapatannya di Amerika sejauh ini baru $138,8 juta. Sementara itu secara global, pendapatannya adalah $257,9 juta berkat tambahan $23 juta dari luar Amerika.
Bumblebee dan Spider-Man: Into the Spider-Verse bersaing ketat di posisi empat. Namun pemenangnya adalah Bumblebee dengan $13,2 juta. Film ini sudah mendapat $97,6 juta secara domestik dan $289,6 juta secara global (berkat tambahan $82,7 juta dari luar Amerika). Hasil masif tersebut sebagian besar disumbang dari debut di Cina sebesar $59,4 juta.
Sementara itu, Spider-Man: Into the Spider-Verse membayangi di bawahnya dengan $13,1 juta. Total pendapatan domestiknya adalah $134 juta. Sedangkan total pendapatan globalnya adalah $275,5 juta.
- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul
, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Award,
Artikel Golden Globe, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.
'Bohemian Rhapsody' adalah film drama terbaik di Golden Globe 2019, sementara 'Green Book' menjadi film musikal/ komedi terbaik. Berikut daftar lengkap pemenang.
Malam penghargaan Golden Globe ke-76 menjadi malam yang menarik. Memulai awards season dengan penominasian yang boleh dibilang membuat sebagian orang berkerut kening, penghargaan ini berakhir dengan memberikan punchline yang tajam. Tapi yaah, namanya Golden Globe, tak mungkin kalau tanpa kejutan.
Dalam gala penganugerahan yang diselenggarakan kemarin (6/1) di The Beverly Hilton, California, Bohemian Rhapsody berhasil menjadi film terbaik untuk kategori Drama. Iyak betul, film biografi band legendaris Queen ini sukses mengalahkan Black Panther, BlacKkKlansman, If Beale Street Could Talk, dan (yang awalnya difavoritkan menang) A Star is Born. Aktor utamanya, Rami Malek yang memerankan Freddie Mercury, juga berhasil membawa pulang tropi aktor terbaik.
Golden Globe juga memberi momentum besar untuk Green Book. Film yang menjadi favorit penonton dalam Toronto International Film Festival 2018 ini berhasil menjadi film terbaik di kategori Musical or Comedy. Ia juga menjadi pemenang terbanyak dalam Golden Globe tahun ini dengan membawa pulang piala Best Supporting Actor untuk Mahershala Ali serta Best Screenplay.
Film terakhir yang mendapat lebih dari satu piala adalah Roma. Lewat film ini, Alfonso Cuarón menjadi sutradara terbaik, sekaligus menjadi pemenang di kategori film asing terbaik.
Kejutan terbesar datang dari kategori aktris drama terbaik. Kategori ini merupakan kategori dengan persaingan paling ketat, diisi dengan nama-nama solid seperti Nicole Kidman, Rosamund Pike, Melissa McCarthy, dan Lady Gaga. Namun yang keluar sebagai pemenang justru Glenn Close dari film The Wife.
Di kategori musikal/komedi, prediket aktor terbaik menjadi milik Christian Bale untuk film Vice. Sedangkan aktris terbaik, tentu saja, adalah Olivia Colman dari The Favourite. Siapa lagi coba.
Walau cenderung lebih populis, Golden Globe kerap disebut-sebut sebagai bayangan Oscar. Pemenang antara kedua penghargaan ini memang tak selalu senada. Tapi dengan popularitasnya, Golden Globe menyumbang momentum yang cukup signifikan bagi para pemenang dan nominee-nya untuk bersaing di Oscar.
Perbedaan paling mencolok antara Golden Globe dengan Oscar adalah Oscar tak punya kompetisi televisi. Tahun ini, The Americans (((akhirnya))) berhasil memenangkan Golden Globe pertama mereka secara dramatis; lha, ini season terakhir mereka soalnya. Sementara itu, The Kominsky Method membungkam jawara tahun lalu, The Marvelous Mrs Maisel di kategori musikal/komedi.
Di kategori Limited Series, HBO tak bisa mengulang kesuksesan mereka dengan Big Little Lies. Pasalnya, Sharp Objects rupanya sukses ditaklukkan oleh The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story.
Berikut daftar lengkap nominasi dan pemenang Golden Globe Awards ke-76. Pemenang ditandai dengan huruf tebal berwarna merah.
Black Panther BlacKkKlansman Bohemian Rhapsody If Beale Street Could Talk A Star Is Born
Best Motion Picture – Musical or Comedy
Crazy Rich Asians The Favourite Green Book Mary Poppins Returns Vice
Best Performance by an Actor in a Motion Picture – Drama
Bradley Cooper – A Star Is Born sebagai Jackson Maine Willem Dafoe – At Eternity's Gate sebagai Vincent van Gogh Lucas Hedges – Boy Erased sebagai Jared Eamons Rami Malek – Bohemian Rhapsody sebagai Freddie Mercury John David Washington – BlacKkKlansman sebagai Ron Stallworth
Best Performance by an Actress in a Motion Picture – Drama
Glenn Close – The Wife sebagai Joan Castleman Lady Gaga – A Star Is Born sebagai Ally Maine Nicole Kidman – Destroyer sebagai Erin Bell Melissa McCarthy – Can You Ever Forgive Me? sebagai Lee Israel Rosamund Pike – A Private War sebagai Marie Colvin
Best Performance by an Actor in a Motion Picture – Musical or Comedy
Christian Bale – Vice sebagai Dick Cheney Lin-Manuel Miranda – Mary Poppins Returns sebagai Jack Viggo Mortensen – Green Book sebagai Frank "Tony Lip" Vallelonga Robert Redford – The Old Man & the Gun sebagai Forrest Tucker John C. Reilly – Stan & Ollie sebagai Oliver Hardy
Best Performance by an Actor in a Motion Picture – Musical or Comedy
Emily Blunt – Mary Poppins Returns sebagai Mary Poppins Olivia Colman – The Favourite sebagai Queen Anne Elsie Fisher – Eighth Grade sebagai Kayla Day Charlize Theron – Tully sebagai Marlo Moreau Constance Wu – Crazy Rich Asians sebagai Rachel Chu
Best Supporting Performance by an Actor in a Motion Picture
Mahershala Ali – Green Book sebagai Don Shirley Timothée Chalamet – Beautiful Boy sebagai Nic Sheff Adam Driver – BlacKkKlansman sebagai Flip Zimmerman Richard E. Grant – Can You Ever Forgive Me? sebagai Jack Hock Sam Rockwell – Vice sebagai George W. Bush
Best Supporting Performance by an Actress in a Motion Picture
Amy Adams – Vice sebagai Lynne Cheney Claire Foy – First Man sebagai Janet Shearon Armstrong Regina King – If Beale Street Could Talk sebagai Sharon Rivers Emma Stone – The Favourite sebagai Abigail Hill Rachel Weisz – The Favourite sebagai Sarah Churchill
Best Director
Bradley Cooper – A Star Is Born Alfonso Cuarón – Roma Peter Farrelly – Green Book Spike Lee – BlacKkKlansman Adam McKay – Vice
Best Screenplay
Alfonso Cuarón – Roma Brian Hayes Currie, Peter Farrelly, and Nick Vallelonga – Green Book Deborah Davis and Tony McNamara – The Favourite Barry Jenkins – If Beale Street Could Talk Adam McKay – Vice
Best Original Score
Marco Beltrami – A Quiet Place Alexandre Desplat – Isle of Dogs Ludwig Göransson – Black Panther Justin Hurwitz – First Man Marc Shaiman – Mary Poppins Returns
Best Original Song
"All the Stars" (Kendrick Lamar, SZA, Sounwave, Al Shux) – Black Panther "Girl in the Movies" (Dolly Parton) – Dumplin' "Requiem for a Private War" (Annie Lennox) – A Private War "Revelation" (Jónsi, Troye Sivan, Leland) – Boy Erased "Shallow" (Lady Gaga, Mark Ronson, Anthony Rossomando, Andrew Wyatt) – A Star Is Born
Best Animated Feature Film
Incredibles 2 Isle of Dogs Mirai Ralph Breaks the Internet Spider-Man: Into the Spider-Verse
Best Foreign Language Film
Capernaum (Libanon) Girl (Belgia) Never Look Away (Jerman) Roma (Meksiko) Shoplifters (Jepang
Film dengan Nominasi Jamak
6 – Vice 5 – The Favourite, Green Book, A Star Is Born 4 – BlacKkKlansman, Mary Poppins Returns 3 – Black Panther, If Beale Street Could Talk, Roma 2 – Bohemian Rhapsody, Boy Erased, Can You Ever Forgive Me?, Crazy Rich Asians, First Man, Isle of Dogs, A Private War
Film dengan Kemenangan Jamak
3 – Green Book 2 – Bohemian Rhapsody, Roma
TELEVISION
Best Television Series – Drama
The Americans Bodyguard Homecoming Killing Eve Pose
Best Television Series – Musical or Comedy
Barry The Good Place Kidding The Kominsky Method The Marvelous Mrs. Maisel
Best Performance by an Actor in a Television Series – Drama
Jason Bateman – Ozark sebagai Martin "Marty" Byrde Stephan James – Homecoming sebagai Walter Cruz Richard Madden – Bodyguard sebagai Sergeant David Budd Billy Porter – Pose sebagai Pray Tell Matthew Rhys – The Americans sebagai Philip Jennings
Best Performance by an Actress in a Television Series – Drama
Caitriona Balfe – Outlander sebagai Claire Fraser Elisabeth Moss – The Handmaid's Tale sebagai June Osborne / Offred Sandra Oh – Killing Eve sebagai Eve Polastri Julia Roberts – Homecoming sebagai Heidi Bergman Keri Russell – The Americans sebagai Elizabeth Jennings
Best Performance by an Actor in a Television Series – Musical or Comedy
Sacha Baron Cohen – Who Is America? sebagai banyak karakter Jim Carrey – Kidding sebagai Jeff Piccirillo Michael Douglas – The Kominsky Method sebagai Sandy Kominsky Donald Glover – Atlanta sebagai Earnest "Earn" Marks / Teddy Perkins Bill Hader – Barry sebagai Barry Berkman / Barry Block
Best Performance by an Actress in a Television Series – Musical or Comedy
Kristen Bell – The Good Place sebagai Eleanor Shellstrop Candice Bergen – Murphy Brown sebagai Murphy Brown Alison Brie – GLOW sebagai Ruth "Zoya the Destroya" Wilder Rachel Brosnahan – The Marvelous Mrs. Maisel sebagai Miriam "Midge" Maisel Debra Messing – Will & Grace sebagai Grace Adler
Best Performance by an Actor in a Miniseries or Television Film
Antonio Banderas – Genius: Picasso sebagai Pablo Picasso Daniel Brühl – The Alienist sebagai Dr. Laszlo Kreizler Darren Criss – The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story sebagai Andrew Cunanan Benedict Cumberbatch – Patrick Melrose sebagai Patrick Melrose Hugh Grant – A Very English Scandal sebagai Jeremy Thorpe
Best Performance by an Actress in a Miniseries or Television Film
Amy Adams – Sharp Objects sebagai Camille Preaker Patricia Arquette – Escape at Dannemora sebagai Tilly Mitchell Connie Britton – Dirty John sebagai Debra Newell Laura Dern – The Tale sebagai Jennifer Fox Regina King – Seven Seconds sebagai Latrice Butler
Best Supporting Performance by an Actor in a Series, Miniseries or Television Film
Alan Arkin – The Kominsky Method sebagai Norman Newlander Kieran Culkin – Succession sebagai Roman Roy Édgar Ramírez – The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story sebagai Gianni Versace Ben Whishaw – A Very English Scandal sebagai Norman Josiffe Henry Winkler – Barry sebagai Gene Cousineau
Best Supporting Performance by an Actress in a Series, Miniseries or Television Film
Alex Borstein – The Marvelous Mrs. Maisel sebagai Susie Myerson Patricia Clarkson – Sharp Objects sebagai Adora Crellin Penélope Cruz – The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story sebagai Donatella Versace Thandie Newton – Westworld sebagai Maeve Millay Yvonne Strahovski – The Handmaid's Tale sebagai Serena Joy Waterford
Best Miniseries or Television Film
The Alienist The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story Escape at Dannemora Sharp Objects A Very English Scandal
Serial dengan Nominasi Jamak
4 – The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story 3 – The Americans, Barry, Homecoming, The Kominsky Method, The Marvelous Mrs. Maisel, Sharp Objects, A Very English Scandal 2 – The Alienist, Bodyguard, Escape at Dannemora, The Good Place, The Handmaid's Tale, Kidding, Killing Eve, Pose
Serial TV dengan Kemenangan Jamak
2 – The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story, The Kominsky Method
SPECIAL
Cecil B. DeMille Award
Jeff Bridges
Carol Burnett Award
Carol Burnett
Golden Globe Ambassador
Isan Elba
■UP
Pantau terus rekap Awards Season di UlasanPilem via kanal berikut
'Bohemian Rhapsody' adalah film drama terbaik di Golden Globe 2019, sementara 'Green Book' menjadi film musikal/ komedi terbaik. Berikut daftar lengkap pemenang.
Malam penghargaan Golden Globe ke-76 menjadi malam yang menarik. Memulai awards season dengan penominasian yang boleh dibilang membuat sebagian orang berkerut kening, penghargaan ini berakhir dengan memberikan punchline yang tajam. Tapi yaah, namanya Golden Globe, tak mungkin kalau tanpa kejutan.
Dalam gala penganugerahan yang diselenggarakan kemarin (6/1) di The Beverly Hilton, California, Bohemian Rhapsody berhasil menjadi film terbaik untuk kategori Drama. Iyak betul, film biografi band legendaris Queen ini sukses mengalahkan Black Panther, BlacKkKlansman, If Beale Street Could Talk, dan (yang awalnya difavoritkan menang) A Star is Born. Aktor utamanya, Rami Malek yang memerankan Freddie Mercury, juga berhasil membawa pulang tropi aktor terbaik.
Golden Globe juga memberi momentum besar untuk Green Book. Film yang menjadi favorit penonton dalam Toronto International Film Festival 2018 ini berhasil menjadi film terbaik di kategori Musical or Comedy. Ia juga menjadi pemenang terbanyak dalam Golden Globe tahun ini dengan membawa pulang piala Best Supporting Actor untuk Mahershala Ali serta Best Screenplay.
Film terakhir yang mendapat lebih dari satu piala adalah Roma. Lewat film ini, Alfonso Cuarón menjadi sutradara terbaik, sekaligus menjadi pemenang di kategori film asing terbaik.
Kejutan terbesar datang dari kategori aktris drama terbaik. Kategori ini merupakan kategori dengan persaingan paling ketat, diisi dengan nama-nama solid seperti Nicole Kidman, Rosamund Pike, Melissa McCarthy, dan Lady Gaga. Namun yang keluar sebagai pemenang justru Glenn Close dari film The Wife.
Di kategori musikal/komedi, prediket aktor terbaik menjadi milik Christian Bale untuk film Vice. Sedangkan aktris terbaik, tentu saja, adalah Olivia Colman dari The Favourite. Siapa lagi coba.
Walau cenderung lebih populis, Golden Globe kerap disebut-sebut sebagai bayangan Oscar. Pemenang antara kedua penghargaan ini memang tak selalu senada. Tapi dengan popularitasnya, Golden Globe menyumbang momentum yang cukup signifikan bagi para pemenang dan nominee-nya untuk bersaing di Oscar.
Perbedaan paling mencolok antara Golden Globe dengan Oscar adalah Oscar tak punya kompetisi televisi. Tahun ini, The Americans (((akhirnya))) berhasil memenangkan Golden Globe pertama mereka secara dramatis; lha, ini season terakhir mereka soalnya. Sementara itu, The Kominsky Method membungkam jawara tahun lalu, The Marvelous Mrs Maisel di kategori musikal/komedi.
Di kategori Limited Series, HBO tak bisa mengulang kesuksesan mereka dengan Big Little Lies. Pasalnya, Sharp Objects rupanya sukses ditaklukkan oleh The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story.
Berikut daftar lengkap nominasi dan pemenang Golden Globe Awards ke-76. Pemenang ditandai dengan huruf tebal berwarna merah.
Black Panther BlacKkKlansman Bohemian Rhapsody If Beale Street Could Talk A Star Is Born
Best Motion Picture – Musical or Comedy
Crazy Rich Asians The Favourite Green Book Mary Poppins Returns Vice
Best Performance by an Actor in a Motion Picture – Drama
Bradley Cooper – A Star Is Born sebagai Jackson Maine Willem Dafoe – At Eternity's Gate sebagai Vincent van Gogh Lucas Hedges – Boy Erased sebagai Jared Eamons Rami Malek – Bohemian Rhapsody sebagai Freddie Mercury John David Washington – BlacKkKlansman sebagai Ron Stallworth
Best Performance by an Actress in a Motion Picture – Drama
Glenn Close – The Wife sebagai Joan Castleman Lady Gaga – A Star Is Born sebagai Ally Maine Nicole Kidman – Destroyer sebagai Erin Bell Melissa McCarthy – Can You Ever Forgive Me? sebagai Lee Israel Rosamund Pike – A Private War sebagai Marie Colvin
Best Performance by an Actor in a Motion Picture – Musical or Comedy
Christian Bale – Vice sebagai Dick Cheney Lin-Manuel Miranda – Mary Poppins Returns sebagai Jack Viggo Mortensen – Green Book sebagai Frank "Tony Lip" Vallelonga Robert Redford – The Old Man & the Gun sebagai Forrest Tucker John C. Reilly – Stan & Ollie sebagai Oliver Hardy
Best Performance by an Actor in a Motion Picture – Musical or Comedy
Emily Blunt – Mary Poppins Returns sebagai Mary Poppins Olivia Colman – The Favourite sebagai Queen Anne Elsie Fisher – Eighth Grade sebagai Kayla Day Charlize Theron – Tully sebagai Marlo Moreau Constance Wu – Crazy Rich Asians sebagai Rachel Chu
Best Supporting Performance by an Actor in a Motion Picture
Mahershala Ali – Green Book sebagai Don Shirley Timothée Chalamet – Beautiful Boy sebagai Nic Sheff Adam Driver – BlacKkKlansman sebagai Flip Zimmerman Richard E. Grant – Can You Ever Forgive Me? sebagai Jack Hock Sam Rockwell – Vice sebagai George W. Bush
Best Supporting Performance by an Actress in a Motion Picture
Amy Adams – Vice sebagai Lynne Cheney Claire Foy – First Man sebagai Janet Shearon Armstrong Regina King – If Beale Street Could Talk sebagai Sharon Rivers Emma Stone – The Favourite sebagai Abigail Hill Rachel Weisz – The Favourite sebagai Sarah Churchill
Best Director
Bradley Cooper – A Star Is Born Alfonso Cuarón – Roma Peter Farrelly – Green Book Spike Lee – BlacKkKlansman Adam McKay – Vice
Best Screenplay
Alfonso Cuarón – Roma Brian Hayes Currie, Peter Farrelly, and Nick Vallelonga – Green Book Deborah Davis and Tony McNamara – The Favourite Barry Jenkins – If Beale Street Could Talk Adam McKay – Vice
Best Original Score
Marco Beltrami – A Quiet Place Alexandre Desplat – Isle of Dogs Ludwig Göransson – Black Panther Justin Hurwitz – First Man Marc Shaiman – Mary Poppins Returns
Best Original Song
"All the Stars" (Kendrick Lamar, SZA, Sounwave, Al Shux) – Black Panther "Girl in the Movies" (Dolly Parton) – Dumplin' "Requiem for a Private War" (Annie Lennox) – A Private War "Revelation" (Jónsi, Troye Sivan, Leland) – Boy Erased "Shallow" (Lady Gaga, Mark Ronson, Anthony Rossomando, Andrew Wyatt) – A Star Is Born
Best Animated Feature Film
Incredibles 2 Isle of Dogs Mirai Ralph Breaks the Internet Spider-Man: Into the Spider-Verse
Best Foreign Language Film
Capernaum (Libanon) Girl (Belgia) Never Look Away (Jerman) Roma (Meksiko) Shoplifters (Jepang
Film dengan Nominasi Jamak
6 – Vice 5 – The Favourite, Green Book, A Star Is Born 4 – BlacKkKlansman, Mary Poppins Returns 3 – Black Panther, If Beale Street Could Talk, Roma 2 – Bohemian Rhapsody, Boy Erased, Can You Ever Forgive Me?, Crazy Rich Asians, First Man, Isle of Dogs, A Private War
Film dengan Kemenangan Jamak
3 – Green Book 2 – Bohemian Rhapsody, Roma
TELEVISION
Best Television Series – Drama
The Americans Bodyguard Homecoming Killing Eve Pose
Best Television Series – Musical or Comedy
Barry The Good Place Kidding The Kominsky Method The Marvelous Mrs. Maisel
Best Performance by an Actor in a Television Series – Drama
Jason Bateman – Ozark sebagai Martin "Marty" Byrde Stephan James – Homecoming sebagai Walter Cruz Richard Madden – Bodyguard sebagai Sergeant David Budd Billy Porter – Pose sebagai Pray Tell Matthew Rhys – The Americans sebagai Philip Jennings
Best Performance by an Actress in a Television Series – Drama
Caitriona Balfe – Outlander sebagai Claire Fraser Elisabeth Moss – The Handmaid's Tale sebagai June Osborne / Offred Sandra Oh – Killing Eve sebagai Eve Polastri Julia Roberts – Homecoming sebagai Heidi Bergman Keri Russell – The Americans sebagai Elizabeth Jennings
Best Performance by an Actor in a Television Series – Musical or Comedy
Sacha Baron Cohen – Who Is America? sebagai banyak karakter Jim Carrey – Kidding sebagai Jeff Piccirillo Michael Douglas – The Kominsky Method sebagai Sandy Kominsky Donald Glover – Atlanta sebagai Earnest "Earn" Marks / Teddy Perkins Bill Hader – Barry sebagai Barry Berkman / Barry Block
Best Performance by an Actress in a Television Series – Musical or Comedy
Kristen Bell – The Good Place sebagai Eleanor Shellstrop Candice Bergen – Murphy Brown sebagai Murphy Brown Alison Brie – GLOW sebagai Ruth "Zoya the Destroya" Wilder Rachel Brosnahan – The Marvelous Mrs. Maisel sebagai Miriam "Midge" Maisel Debra Messing – Will & Grace sebagai Grace Adler
Best Performance by an Actor in a Miniseries or Television Film
Antonio Banderas – Genius: Picasso sebagai Pablo Picasso Daniel Brühl – The Alienist sebagai Dr. Laszlo Kreizler Darren Criss – The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story sebagai Andrew Cunanan Benedict Cumberbatch – Patrick Melrose sebagai Patrick Melrose Hugh Grant – A Very English Scandal sebagai Jeremy Thorpe
Best Performance by an Actress in a Miniseries or Television Film
Amy Adams – Sharp Objects sebagai Camille Preaker Patricia Arquette – Escape at Dannemora sebagai Tilly Mitchell Connie Britton – Dirty John sebagai Debra Newell Laura Dern – The Tale sebagai Jennifer Fox Regina King – Seven Seconds sebagai Latrice Butler
Best Supporting Performance by an Actor in a Series, Miniseries or Television Film
Alan Arkin – The Kominsky Method sebagai Norman Newlander Kieran Culkin – Succession sebagai Roman Roy Édgar Ramírez – The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story sebagai Gianni Versace Ben Whishaw – A Very English Scandal sebagai Norman Josiffe Henry Winkler – Barry sebagai Gene Cousineau
Best Supporting Performance by an Actress in a Series, Miniseries or Television Film
Alex Borstein – The Marvelous Mrs. Maisel sebagai Susie Myerson Patricia Clarkson – Sharp Objects sebagai Adora Crellin Penélope Cruz – The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story sebagai Donatella Versace Thandie Newton – Westworld sebagai Maeve Millay Yvonne Strahovski – The Handmaid's Tale sebagai Serena Joy Waterford
Best Miniseries or Television Film
The Alienist The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story Escape at Dannemora Sharp Objects A Very English Scandal
Serial dengan Nominasi Jamak
4 – The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story 3 – The Americans, Barry, Homecoming, The Kominsky Method, The Marvelous Mrs. Maisel, Sharp Objects, A Very English Scandal 2 – The Alienist, Bodyguard, Escape at Dannemora, The Good Place, The Handmaid's Tale, Kidding, Killing Eve, Pose
Serial TV dengan Kemenangan Jamak
2 – The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story, The Kominsky Method
SPECIAL
Cecil B. DeMille Award
Jeff Bridges
Carol Burnett Award
Carol Burnett
Golden Globe Ambassador
Isan Elba
■UP
Pantau terus rekap Awards Season di UlasanPilem via kanal berikut
Film ini ibarat pukpuk lembut di punggung yang mengingatkan kita bahwa kita masih punya empati.
“Being genius is not enough, it takes courage to change people's hearts.” — Dr. Don Shirley
Rating UP: Apakah menyajikan klise adalah dosa film? Belakangan ini rasanya saya sering komplain soal klise. Saya kira saya memberi kesan bahwa "klise" bersinonim dengan "membosankan". Tapi kemudian Green Book datang menghantam saya. Ini dia film yang saking klisenya, kita bisa menebak kemana ia mengarah hanya dengan membaca sinopsisnya saja. Kita bahkan bisa langsung menebak ending-nya. Namun familiaritas ini bekerja dengan gemilang. Salah satunya adalah berkat keberhasilannya menyentuh rasa kemanusiaan kita yang paling mendasar. Namun lebih dari itu, Green Book dengan ciamik menunaikan tugas film yang paling mendasar, yaitu untuk menghibur.
Film ini bercerita mengenai dua orang yang berbeda ras dan kelas sosial, yang karena satu dan lain hal, disatukan dalam satu situasi. Mereka punya kepribadian yang bertolak belakang. Kita tahu bahwa di satu titik mereka bakal berantem, lalu di lain waktu, akur kembali. Di titik lain, mereka mau tak mau harus menyelesaikan masalah bersama. Dan sebelum mereka menyadarinya, eeh ternyata mereka sudah tercerahkan; mendapati bahwa mereka ternyata tak begitu berbeda satu sama lain. Sama-sama manusia.
Iya, ini terdengar seperti plot dari semua film mengenai persahabatan antardua orang yang secara teori tak saling cocok. Saat anda tahu bahwa bonding keduanya terjadi via perjalanan di atas mobil Cadillac, dimana yang satu adalah sopir dan satunya adalah majikan, saya maklum kalau anda langsung teringat Driving Miss Daisy. Twist-nya, yang jadi sopir kali ini adalah kulit putih, sedangkan majikannya seorang kulit hitam. Dan yang lebih mengejutkan, ceritanya diangkat dari kisah nyata. Kalau jaman sekarang sih B aja yaa, tapi di tahun 60an, ini adalah fenomena gila.
Si sopir adalah Tony Vallelonga, diperankan oleh Viggo Mortensen sebagai klise orang Itali-Amerika yang terlihat seperti diambil langsung dari figuran film The Godfather atau Goodfellas. Ia bicara dengan logat ala mafia Itali yang khas. Ia suka omong besar, sampai mendapat julukan "Tony Lip". Ia doyan ngudud. Dan sebagaimana kebanyakan keluarga keturunan Itali, ia juga sangat mencintai istri (Linda Cardellini) dan anak-anaknya. Ia temperamen dan lebih suka menyelesaikan masalah dengan tinju. Kerjaannya adalah sebagai tukang pukul di sebuah klub malam.
Dikarenakan klubnya direnovasi, Tony terpaksa nganggur untuk sementara waktu. Tapi rekening listrik dan makan anak tak pernah nganggur. Untungnya, Tony mendapat tawaran untuk menjadi sopir bagi seorang dokter. Dokter yang dimaksud bukan dokter beneran sih, melainkan pianis terkemuka bernama Dr Don Shirley (Mahershala Ali). Masalahnya, Don adalah seorang kulit hitam, dan Tony tak begitu nyaman dengan itu—di awal film, Tony bahkan sampai membuang gelas yang dipakai minum oleh mekanik berkulit hitam. Tapi yaaah apa boleh buat, demi anak dan istri semua dijabanin selagi dealnya pas.
Don adalah apa yang boleh kita sebut sebagai #horangkayah. Pertama kali kita menjumpainya, Don duduk di atas singgasana sungguhan di dalam apartemen mewah yang tepat berada di atas Carnegie Hall. Ia adalah pianis kenamaan yang sudah dua kali tampil di hadapan Presiden. Ia berpendidikan tinggi, menguasai banyak bahasa, dan punya gaya hidup elit. Belum pernah seumur hidup dia makan KFC, takut tangan berminyak katanya. Don perlu Tony untuk menyopirinya selama dua bulan untuk manggung keliling di daerah Selatan, barangkali sekalian menjadi tukang pukul, sebab daerah Selatan saat itu dikenal sangat rasis. Judul film ini sendiri mereferensikan "Negro Motorist Green Book", buku panduan yang berisi daftar hotel, restoran, dll yang boleh dikunjungi oleh kulit hitam, yang tentu saja bakal dipakai Don nanti.
Film ini tak se-socially-aware film-film bertema rasisme sekarang. Faktanya, Green Book terasa seperti film lawas yang sangat konvensional dalam mengangkat isunya. Ia hanya memberikan kita perjalanan yang relatif mulus, sembari menyentil aspek yang lebih dalam, dan barangkali lebih kompleks, dengan dosis seadanya. Pokoknya, asal cukup untuk membuat kita tahu bahwa ia sedang menyuguhkan materi yang penting.
Mengunjungi daerah Selatan adalah hal yang berbahaya untuk dilakukan seorang kulit hitam, apalagi kulit hitam seflamboyan Don. Kadang Don harus menginap di hotel bobrok. Mau minum di bar, malah di-bully. Bahkan di satu lokasi konser, ia tak diperbolehkan memakai kamar mandi dalam. Tapi film ini segera kembali ke permukaan saat konfliknya menyentuh ranah yang lebih gelap. Ia menyederhanakan isu penting menjadi film dengan pesan moral yang selow.
Film ini digarap oleh Peter Farrelly, yang pernah memberikan kita komedi receh Dumb and Dumber bersama saudaranya, Bobby. Boleh jadi terjeoet anda terheran-heran bagaimana mungkin orang yang pernah memberikan kita "Suara Paling Annoying Sejagad" menghandel materi yang inspirasional seperti ini. Namun begitulah, dalam debut solo perdananya, Peter Farrelly sukses menyuguhkan film solid yang lucu dan sedikit manis, walau main aman.
Pesona utama film ini adalah menyaksikan culture clash antara Tony dan Don. Sembari melakukan perjalanan dari satu kota ke kota lain, mereka saling sindir atau nyeletuk soal stereotipe masing-masing. Tapi ini juga membuat mereka lebih saling mengenal. Oleh karena, itu keberhasilan terbesar dari film berasal dari performa dan chemistry dua aktor utamanya. Bukan cuma penampilan fisik saja, dimana Mortensen menunjukkan kemampuan bunglonnya untuk bertransformasi menjadi pria keturunan Itali yang gempal atau Ali yang (((terlihat))) tampil meyakinkan bermain piano. Alih-alih, keduanya membuat karakternya lolos dari jebakan karikatur dengan memberikan nuance dan sentimentalitas. Karakterisasi mereka memang klise, tapi kita seolah merasakan mereka sebagai manusia sungguhan.
Pencerahan yang mereka dapatkan nyaris terasa subtil, sampai tak begitu kita sadari di titik mana sebetulnya mereka mulai berubah. Bagaimana film ini bekerja sama seperti bagaimana kita berteman dengan seseorang; entah kapan dan bagaimana, tahu-tahu sudah akrab saja. Green Book barangkali bukan film paling inspiratif tahun ini, tapi ia memberi kita sedikit harapan. Entah hitam atau putih, orang yang baik adalah orang yang baik. Film ini ibarat pukpuk lembut di punggung yang mengingatkan kita bahwa kita masih punya empati. ■UP
Jim Burke, Charles B. Wessler, Brian Currie, Peter Farrelly, Nick Vallelonga
Sean Porter
Kris Bowers
Film ini ibarat pukpuk lembut di punggung yang mengingatkan kita bahwa kita masih punya empati.
“Being genius is not enough, it takes courage to change people's hearts.” — Dr. Don Shirley
Rating UP: Apakah menyajikan klise adalah dosa film? Belakangan ini rasanya saya sering komplain soal klise. Saya kira saya memberi kesan bahwa "klise" bersinonim dengan "membosankan". Tapi kemudian Green Book datang menghantam saya. Ini dia film yang saking klisenya, kita bisa menebak kemana ia mengarah hanya dengan membaca sinopsisnya saja. Kita bahkan bisa langsung menebak ending-nya. Namun familiaritas ini bekerja dengan gemilang. Salah satunya adalah berkat keberhasilannya menyentuh rasa kemanusiaan kita yang paling mendasar. Namun lebih dari itu, Green Book dengan ciamik menunaikan tugas film yang paling mendasar, yaitu untuk menghibur.
Film ini bercerita mengenai dua orang yang berbeda ras dan kelas sosial, yang karena satu dan lain hal, disatukan dalam satu situasi. Mereka punya kepribadian yang bertolak belakang. Kita tahu bahwa di satu titik mereka bakal berantem, lalu di lain waktu, akur kembali. Di titik lain, mereka mau tak mau harus menyelesaikan masalah bersama. Dan sebelum mereka menyadarinya, eeh ternyata mereka sudah tercerahkan; mendapati bahwa mereka ternyata tak begitu berbeda satu sama lain. Sama-sama manusia.
Iya, ini terdengar seperti plot dari semua film mengenai persahabatan antardua orang yang secara teori tak saling cocok. Saat anda tahu bahwa bonding keduanya terjadi via perjalanan di atas mobil Cadillac, dimana yang satu adalah sopir dan satunya adalah majikan, saya maklum kalau anda langsung teringat Driving Miss Daisy. Twist-nya, yang jadi sopir kali ini adalah kulit putih, sedangkan majikannya seorang kulit hitam. Dan yang lebih mengejutkan, ceritanya diangkat dari kisah nyata. Kalau jaman sekarang sih B aja yaa, tapi di tahun 60an, ini adalah fenomena gila.
Si sopir adalah Tony Vallelonga, diperankan oleh Viggo Mortensen sebagai klise orang Itali-Amerika yang terlihat seperti diambil langsung dari figuran film The Godfather atau Goodfellas. Ia bicara dengan logat ala mafia Itali yang khas. Ia suka omong besar, sampai mendapat julukan "Tony Lip". Ia doyan ngudud. Dan sebagaimana kebanyakan keluarga keturunan Itali, ia juga sangat mencintai istri (Linda Cardellini) dan anak-anaknya. Ia temperamen dan lebih suka menyelesaikan masalah dengan tinju. Kerjaannya adalah sebagai tukang pukul di sebuah klub malam.
Dikarenakan klubnya direnovasi, Tony terpaksa nganggur untuk sementara waktu. Tapi rekening listrik dan makan anak tak pernah nganggur. Untungnya, Tony mendapat tawaran untuk menjadi sopir bagi seorang dokter. Dokter yang dimaksud bukan dokter beneran sih, melainkan pianis terkemuka bernama Dr Don Shirley (Mahershala Ali). Masalahnya, Don adalah seorang kulit hitam, dan Tony tak begitu nyaman dengan itu—di awal film, Tony bahkan sampai membuang gelas yang dipakai minum oleh mekanik berkulit hitam. Tapi yaaah apa boleh buat, demi anak dan istri semua dijabanin selagi dealnya pas.
Don adalah apa yang boleh kita sebut sebagai #horangkayah. Pertama kali kita menjumpainya, Don duduk di atas singgasana sungguhan di dalam apartemen mewah yang tepat berada di atas Carnegie Hall. Ia adalah pianis kenamaan yang sudah dua kali tampil di hadapan Presiden. Ia berpendidikan tinggi, menguasai banyak bahasa, dan punya gaya hidup elit. Belum pernah seumur hidup dia makan KFC, takut tangan berminyak katanya. Don perlu Tony untuk menyopirinya selama dua bulan untuk manggung keliling di daerah Selatan, barangkali sekalian menjadi tukang pukul, sebab daerah Selatan saat itu dikenal sangat rasis. Judul film ini sendiri mereferensikan "Negro Motorist Green Book", buku panduan yang berisi daftar hotel, restoran, dll yang boleh dikunjungi oleh kulit hitam, yang tentu saja bakal dipakai Don nanti.
Film ini tak se-socially-aware film-film bertema rasisme sekarang. Faktanya, Green Book terasa seperti film lawas yang sangat konvensional dalam mengangkat isunya. Ia hanya memberikan kita perjalanan yang relatif mulus, sembari menyentil aspek yang lebih dalam, dan barangkali lebih kompleks, dengan dosis seadanya. Pokoknya, asal cukup untuk membuat kita tahu bahwa ia sedang menyuguhkan materi yang penting.
Mengunjungi daerah Selatan adalah hal yang berbahaya untuk dilakukan seorang kulit hitam, apalagi kulit hitam seflamboyan Don. Kadang Don harus menginap di hotel bobrok. Mau minum di bar, malah di-bully. Bahkan di satu lokasi konser, ia tak diperbolehkan memakai kamar mandi dalam. Tapi film ini segera kembali ke permukaan saat konfliknya menyentuh ranah yang lebih gelap. Ia menyederhanakan isu penting menjadi film dengan pesan moral yang selow.
Film ini digarap oleh Peter Farrelly, yang pernah memberikan kita komedi receh Dumb and Dumber bersama saudaranya, Bobby. Boleh jadi terjeoet anda terheran-heran bagaimana mungkin orang yang pernah memberikan kita "Suara Paling Annoying Sejagad" menghandel materi yang inspirasional seperti ini. Namun begitulah, dalam debut solo perdananya, Peter Farrelly sukses menyuguhkan film solid yang lucu dan sedikit manis, walau main aman.
Pesona utama film ini adalah menyaksikan culture clash antara Tony dan Don. Sembari melakukan perjalanan dari satu kota ke kota lain, mereka saling sindir atau nyeletuk soal stereotipe masing-masing. Tapi ini juga membuat mereka lebih saling mengenal. Oleh karena, itu keberhasilan terbesar dari film berasal dari performa dan chemistry dua aktor utamanya. Bukan cuma penampilan fisik saja, dimana Mortensen menunjukkan kemampuan bunglonnya untuk bertransformasi menjadi pria keturunan Itali yang gempal atau Ali yang (((terlihat))) tampil meyakinkan bermain piano. Alih-alih, keduanya membuat karakternya lolos dari jebakan karikatur dengan memberikan nuance dan sentimentalitas. Karakterisasi mereka memang klise, tapi kita seolah merasakan mereka sebagai manusia sungguhan.
Pencerahan yang mereka dapatkan nyaris terasa subtil, sampai tak begitu kita sadari di titik mana sebetulnya mereka mulai berubah. Bagaimana film ini bekerja sama seperti bagaimana kita berteman dengan seseorang; entah kapan dan bagaimana, tahu-tahu sudah akrab saja. Green Book barangkali bukan film paling inspiratif tahun ini, tapi ia memberi kita sedikit harapan. Entah hitam atau putih, orang yang baik adalah orang yang baik. Film ini ibarat pukpuk lembut di punggung yang mengingatkan kita bahwa kita masih punya empati. ■UP