Sunday, May 24, 2015

Melihat Kontroversi Kemenangan Angel Pieters dalam IMA 2015

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Artikel, Artikel Featured, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Melihat Kontroversi Kemenangan Angel Pieters dalam IMA 2015
link : Melihat Kontroversi Kemenangan Angel Pieters dalam IMA 2015

Baca juga


Gelaran Indonesian Movie Awards tahun ini menuai kontroversi. Yang menjadi pokok permasalahan adalah kemenangan Angel Pieters dalam kategori Soundtrack Terfavorit, padahal sebelumnya nama Angel sama sekali tak tercantum dalam nominasi pada materi promosi acara yang diiklankan oleh RCTI selaku pihak penyelenggara. Saya pun awalnya heran karena saat membuat posting daftar pemenang IMA 2015, ada sedikit ketidakcocokan antara nama nominasi dengan nama pemenang.

//tribunnews

Hal ini tentu saja membuat gerah publik, karena ada indikasi bahwa RCTI telah merekaya kemenangan tersebut. Para musisi yang ikut masuk dalam nominasi, diantaranya Glenn Fredly dan Pongki Barata juga mengkritisi keputusan tersebut. Publik menduga kemenangan ini merupakan titipan dari pihak petinggi RCTI, mengingat bahwa lagu Indonesia Negeri Kita yang dinyanyikan Angel adalah ciptaan Liliana Tanoe, istri dari Presdir RCTI, Hari Tanoe.

Situasi menjadi semakin memanas saat beredar isu bahwa dalam buku panduan nominasi IMA 2015, nama Angel sengaja ditambahkan saat hari H dengan menggunakan stiker. Namun isu ini diklarifikasi oleh pihak RCTI melalui Dini Putri, selaku Director and Programming RCTI.

"Memang tiap kategori semua punya lima nominasi untuk yang terfavorit. Tapi soundtrack ada enam. Bisa jadi tidak ke-print atau apa. Kecuali di buku tidak ada. Poinnya mungkin hari itu diprin kecil-kecil. Teman-teman [media] tahu membuat program itu lama. Kalau hari itu tiba-tiba dimunculkan, gimana ini dimunculkan. Menurut saya nonsense semua polemik yang ada di luar. Makanya saya cuma meluruskan, " ujar Dini sebagaimana dilansir oleh KapanLagi.

Terlepas dari pembelaan Dini tersebut, kita tak tahu apakah benar tidak ada penambahan nama Angel menggunakan stiker, karena buku nominasi tersebut tak pernah dirilis ke publik. Yang jelas, pihak RCTI cukup getol berusaha mengklarifikasi polemik ini agar tidak berlarut-larut. Untuk memperkuat argumennya, Dini juga menunjukkan bukti perolehan SMS yang diraih Angel.

"Apakah dia [Liliana Tanoe] sebagai istri pengusaha tidak boleh membuat lagu? Silakan dicek berapa penonton film Di Balik 98. Jadi tidak ada titipandan tidak perlu ada titipan. Kalau pun menang kemarin, itu berdasar voting SMS berjumlah 1.306." (foto Dini yang sedang mengklarifikasi bisa dilihat disini).

Kita tak bisa menyalahkan publik yang menuding RCTI melakukan rekayasa, karena faktanya dalam materi promosi IMA 2015 memang tak ada tercantum nama Angel Pieters. Argumen RCTI bahwa nama Angel sudah dimasukkan dalam nominasi sejak bulan April adalah argumen lemah. Apalagi ini adalah nominasi "terfavorit" dimana yang memilih adalah publik. Kalau publik tak mengetahui nominasi tersebut, jadi sebenarnya kemarin siapa yang memilih? Siapa yang mengirim SMS? Saya hanya penasaran.

Di luar kontroversi benar tidaknya nama Angel masuk sejak awal, kasus ini tentunya mempengaruhi kredibilitas ajang IMA yang telah digelar sejak 9 tahun yang lalu. Ironis, jika ajang IMA yang sengaja dibuat untuk "menandingi" Festival Film Indonesia (FFI) — yang katanya tak kredibel — juga mengalami permasahan yang sama: isu kredibiltas. ©UP

Gelaran Indonesian Movie Awards tahun ini menuai kontroversi. Yang menjadi pokok permasalahan adalah kemenangan Angel Pieters dalam kategori Soundtrack Terfavorit, padahal sebelumnya nama Angel sama sekali tak tercantum dalam nominasi pada materi promosi acara yang diiklankan oleh RCTI selaku pihak penyelenggara. Saya pun awalnya heran karena saat membuat posting daftar pemenang IMA 2015, ada sedikit ketidakcocokan antara nama nominasi dengan nama pemenang.

//tribunnews

Hal ini tentu saja membuat gerah publik, karena ada indikasi bahwa RCTI telah merekaya kemenangan tersebut. Para musisi yang ikut masuk dalam nominasi, diantaranya Glenn Fredly dan Pongki Barata juga mengkritisi keputusan tersebut. Publik menduga kemenangan ini merupakan titipan dari pihak petinggi RCTI, mengingat bahwa lagu Indonesia Negeri Kita yang dinyanyikan Angel adalah ciptaan Liliana Tanoe, istri dari Presdir RCTI, Hari Tanoe.

Situasi menjadi semakin memanas saat beredar isu bahwa dalam buku panduan nominasi IMA 2015, nama Angel sengaja ditambahkan saat hari H dengan menggunakan stiker. Namun isu ini diklarifikasi oleh pihak RCTI melalui Dini Putri, selaku Director and Programming RCTI.

"Memang tiap kategori semua punya lima nominasi untuk yang terfavorit. Tapi soundtrack ada enam. Bisa jadi tidak ke-print atau apa. Kecuali di buku tidak ada. Poinnya mungkin hari itu diprin kecil-kecil. Teman-teman [media] tahu membuat program itu lama. Kalau hari itu tiba-tiba dimunculkan, gimana ini dimunculkan. Menurut saya nonsense semua polemik yang ada di luar. Makanya saya cuma meluruskan, " ujar Dini sebagaimana dilansir oleh KapanLagi.

Terlepas dari pembelaan Dini tersebut, kita tak tahu apakah benar tidak ada penambahan nama Angel menggunakan stiker, karena buku nominasi tersebut tak pernah dirilis ke publik. Yang jelas, pihak RCTI cukup getol berusaha mengklarifikasi polemik ini agar tidak berlarut-larut. Untuk memperkuat argumennya, Dini juga menunjukkan bukti perolehan SMS yang diraih Angel.

"Apakah dia [Liliana Tanoe] sebagai istri pengusaha tidak boleh membuat lagu? Silakan dicek berapa penonton film Di Balik 98. Jadi tidak ada titipandan tidak perlu ada titipan. Kalau pun menang kemarin, itu berdasar voting SMS berjumlah 1.306." (foto Dini yang sedang mengklarifikasi bisa dilihat disini).

Kita tak bisa menyalahkan publik yang menuding RCTI melakukan rekayasa, karena faktanya dalam materi promosi IMA 2015 memang tak ada tercantum nama Angel Pieters. Argumen RCTI bahwa nama Angel sudah dimasukkan dalam nominasi sejak bulan April adalah argumen lemah. Apalagi ini adalah nominasi "terfavorit" dimana yang memilih adalah publik. Kalau publik tak mengetahui nominasi tersebut, jadi sebenarnya kemarin siapa yang memilih? Siapa yang mengirim SMS? Saya hanya penasaran.

Di luar kontroversi benar tidaknya nama Angel masuk sejak awal, kasus ini tentunya mempengaruhi kredibilitas ajang IMA yang telah digelar sejak 9 tahun yang lalu. Ironis, jika ajang IMA yang sengaja dibuat untuk "menandingi" Festival Film Indonesia (FFI) — yang katanya tak kredibel — juga mengalami permasahan yang sama: isu kredibiltas. ©UP

Friday, May 22, 2015

Review Film: 'Spy' (2015)

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Aksi, Artikel Komedi, Artikel Kriminal, Artikel Review, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Spy' (2015)
link : Review Film: 'Spy' (2015)

Baca juga


Melissa McCarthy dan Paul Feig memberikan film aksi-komedi bertema spionase yang berhasil menyeimbangkan sisi serius dan konyol yang membuat 'Spy' lebih dari sekedar parodi genre.

“You really think you're ready for the field.”
— Rick Ford
Saat Melissa McCarthy nimbrung dalam salah satu dari beberapa film bertema spionase tahun ini, sebagian besar penonton — atau setidaknya saya — berekspektasi dia akan bermain sebagai karakter wanita gendut bermulut vulgar sebagaimana perannya dalam Identity Thief, Tammy, atau The Heat. Namun berkolaborasi kembali dengan sutradaranya dalam Bridesmaids, Paul Feig, McCarthy menunjukkan range kualitas akting yang lebih dari sekedar mesin penembak kata F***.

Tentu, dalam film komedi berjudul Spy ini, McCarthy tetap saja memberikan lelucon dengan umpatannya yang kasar. Namun alih-alih menyinggung, lelucon ini lebih tepatnya berfungsi sebagai punchline. Feig berhasil menemukan cara yang tepat untuk menyeimbangkan sisi serius dan konyol sehingga menjadikan film ini lebih dari sekedar parodi film mata-mata. Menarik melihat bagaimana perkembangan karakter yang dimainkan McCarthy, dimulai dari asisten di belakang meja hingga beraksi menghajar penjahat dalam adu jotos tangan kosong.

Di awal cerita, Susan Cooper (McCarthy) bukanlah siapa-siapa dalam organisasi CIA. Meski mendapat nilai yang cukup tinggi dalam ujian lapangan, Susan berakhir menjadi semacam GPS hidup — memberikan navigasi, informasi posisi musuh dan lain-lain — bagi para agen lapangan. Cooper bukannya suka dengan pekerjaannya, namun cintanya yang bertepuk sebelah tangan pada salah satu agen bernama Bradley Fine (Jude Law) membuatnya betah.


Bradley sendiri adalah seorang agen yang karismatik ala James Bond. Sayangnya, dalam misi mencari detonator nuklir, Fine harus tewas di tangan penjual senjata cantik bernama Rayna (Rose Byrne), yang kebetulan mengetahui identitas semua agen lapangan. Susan yang berniat balas dendam mengajukan diri untuk terjun ke lapangan, apalagi dia takkan mungkin dikenali oleh Rayna. Meski mendapat protes dari agen Richard Ford (Jason Statham), Kepala CIA (Allison Janney) menugaskan Susan dengan syarat dia hanya melakukan pengintaian dan tak boleh berkonfrontasi langsung.

Seperti halnya film bertema mata-mata, Susan tentu memperoleh peralatan berteknologi tinggi. Namun sayangnya peralatan mutakhir ini dikamuflasekan sebagai "perkakas" yang tak sepantasnya dibawa wanita untuk berpergian, seperti pluit, obat wasir, atau salep jamur kuku. Yah, meski ujung-ujungnya bakalan berguna juga sih.

Misi ini mengantarkan Susan ke beberapa kota eksotis di Eropa seperti Paris, Budapest, dan Roma, dengan bantuan navigasi dari teman senasibnya yang bernama Nancy (Miranda Hart). Nyaris ketahuan, dia harus melakukan penyamaran, namun konsep penyamaran yang diberikan CIA sedikit nyeleneh dan mungkin dianggap sesuai dengan kondisi fisiknya. Misalnya dia harus menyamar sebagai maniak kucing, yang pada akhirnya membuatnya muak dan memutuskan memanfaatkan sumber daya untuk membeli baju mewah yang berhasil mendekatkannya pada Rayna. Well, lebih dari sekedar dekat, dia berhasil menyamar sebagai bodyguard pribadi Rayna.

Dalam Spy, ada banyak referensi film spionase yang diparodikan, contohnya adegan pembuka yang mirip dengan sekuens pembuka film James Bond. Bahkan, scoring-nya juga meniru franchise mata-mata terpopuler tersebut. Meski begitu, Feig menggarap film ini dengan serius. Ditinjau sebagai film mata-mata, Spy nyaris memiliki semua elemen yang dibutuhkan: aksi, drama, dan beberapa plot twist. Namun dengan gayanya yang tak memaksakan film ini sebagai komedilah yang membuat Spy lebih lucu ketimbang film-film sejenis.

Berkat alur filmnya, McCarthy diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kapabilitas aktingnya untuk lebih dari sekedar menampilkan karakter lucu namun juga karakter yang benar-benar bisa kita pedulikan. Dia bermain sebagai wanita yang punya emosi dan perasaan sekaligus punya persona komik yang lucu. Pada akhirnya, inilah yang membuat konfliknya terasa lebih natural.

Satu hal lagi yang menarik adalah bagaimana Statham memainkan Richard sebagai karakter terlucu yang sepantaran dengan Susan, tanpa perlu bertingkah konyol. Richard adalah agen yang sok, suka membual — dia bercerita bahwa tangan kirinya sempat putus lalu disambung lagi dengan tangan — dan selalu menganggap dirinya superhebat tanpa mengukur bayang-bayang dan akal sehat, yang kesemuanya diucapkannya dengan mimik serius. Aksinya hingga akhir film ditujukan hanya untuk membuat kita tergelak.

Untuk ukuran film komedi, 120 menit memang terasa agak lama, dan bagian akhirnya saya rasa sedikit dipanjang-panjangkan. Namun dengan penampilan McCarthy yang sangat mudah disukai di film ini, anda mungkin bisa bertahan hingga menit terakhir. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Spy' |
|

IMDb | Rottentomatoes
120 menit | Dewasa

Sutradara Paul Feig
Penulis Paul Feig
Pemain Melissa McCarthy, Jude Law, Jason Statham

Melissa McCarthy dan Paul Feig memberikan film aksi-komedi bertema spionase yang berhasil menyeimbangkan sisi serius dan konyol yang membuat 'Spy' lebih dari sekedar parodi genre.

“You really think you're ready for the field.”
— Rick Ford
Saat Melissa McCarthy nimbrung dalam salah satu dari beberapa film bertema spionase tahun ini, sebagian besar penonton — atau setidaknya saya — berekspektasi dia akan bermain sebagai karakter wanita gendut bermulut vulgar sebagaimana perannya dalam Identity Thief, Tammy, atau The Heat. Namun berkolaborasi kembali dengan sutradaranya dalam Bridesmaids, Paul Feig, McCarthy menunjukkan range kualitas akting yang lebih dari sekedar mesin penembak kata F***.

Tentu, dalam film komedi berjudul Spy ini, McCarthy tetap saja memberikan lelucon dengan umpatannya yang kasar. Namun alih-alih menyinggung, lelucon ini lebih tepatnya berfungsi sebagai punchline. Feig berhasil menemukan cara yang tepat untuk menyeimbangkan sisi serius dan konyol sehingga menjadikan film ini lebih dari sekedar parodi film mata-mata. Menarik melihat bagaimana perkembangan karakter yang dimainkan McCarthy, dimulai dari asisten di belakang meja hingga beraksi menghajar penjahat dalam adu jotos tangan kosong.

Di awal cerita, Susan Cooper (McCarthy) bukanlah siapa-siapa dalam organisasi CIA. Meski mendapat nilai yang cukup tinggi dalam ujian lapangan, Susan berakhir menjadi semacam GPS hidup — memberikan navigasi, informasi posisi musuh dan lain-lain — bagi para agen lapangan. Cooper bukannya suka dengan pekerjaannya, namun cintanya yang bertepuk sebelah tangan pada salah satu agen bernama Bradley Fine (Jude Law) membuatnya betah.


Bradley sendiri adalah seorang agen yang karismatik ala James Bond. Sayangnya, dalam misi mencari detonator nuklir, Fine harus tewas di tangan penjual senjata cantik bernama Rayna (Rose Byrne), yang kebetulan mengetahui identitas semua agen lapangan. Susan yang berniat balas dendam mengajukan diri untuk terjun ke lapangan, apalagi dia takkan mungkin dikenali oleh Rayna. Meski mendapat protes dari agen Richard Ford (Jason Statham), Kepala CIA (Allison Janney) menugaskan Susan dengan syarat dia hanya melakukan pengintaian dan tak boleh berkonfrontasi langsung.

Seperti halnya film bertema mata-mata, Susan tentu memperoleh peralatan berteknologi tinggi. Namun sayangnya peralatan mutakhir ini dikamuflasekan sebagai "perkakas" yang tak sepantasnya dibawa wanita untuk berpergian, seperti pluit, obat wasir, atau salep jamur kuku. Yah, meski ujung-ujungnya bakalan berguna juga sih.

Misi ini mengantarkan Susan ke beberapa kota eksotis di Eropa seperti Paris, Budapest, dan Roma, dengan bantuan navigasi dari teman senasibnya yang bernama Nancy (Miranda Hart). Nyaris ketahuan, dia harus melakukan penyamaran, namun konsep penyamaran yang diberikan CIA sedikit nyeleneh dan mungkin dianggap sesuai dengan kondisi fisiknya. Misalnya dia harus menyamar sebagai maniak kucing, yang pada akhirnya membuatnya muak dan memutuskan memanfaatkan sumber daya untuk membeli baju mewah yang berhasil mendekatkannya pada Rayna. Well, lebih dari sekedar dekat, dia berhasil menyamar sebagai bodyguard pribadi Rayna.

Dalam Spy, ada banyak referensi film spionase yang diparodikan, contohnya adegan pembuka yang mirip dengan sekuens pembuka film James Bond. Bahkan, scoring-nya juga meniru franchise mata-mata terpopuler tersebut. Meski begitu, Feig menggarap film ini dengan serius. Ditinjau sebagai film mata-mata, Spy nyaris memiliki semua elemen yang dibutuhkan: aksi, drama, dan beberapa plot twist. Namun dengan gayanya yang tak memaksakan film ini sebagai komedilah yang membuat Spy lebih lucu ketimbang film-film sejenis.

Berkat alur filmnya, McCarthy diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kapabilitas aktingnya untuk lebih dari sekedar menampilkan karakter lucu namun juga karakter yang benar-benar bisa kita pedulikan. Dia bermain sebagai wanita yang punya emosi dan perasaan sekaligus punya persona komik yang lucu. Pada akhirnya, inilah yang membuat konfliknya terasa lebih natural.

Satu hal lagi yang menarik adalah bagaimana Statham memainkan Richard sebagai karakter terlucu yang sepantaran dengan Susan, tanpa perlu bertingkah konyol. Richard adalah agen yang sok, suka membual — dia bercerita bahwa tangan kirinya sempat putus lalu disambung lagi dengan tangan — dan selalu menganggap dirinya superhebat tanpa mengukur bayang-bayang dan akal sehat, yang kesemuanya diucapkannya dengan mimik serius. Aksinya hingga akhir film ditujukan hanya untuk membuat kita tergelak.

Untuk ukuran film komedi, 120 menit memang terasa agak lama, dan bagian akhirnya saya rasa sedikit dipanjang-panjangkan. Namun dengan penampilan McCarthy yang sangat mudah disukai di film ini, anda mungkin bisa bertahan hingga menit terakhir. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Spy' |
|

IMDb | Rottentomatoes
120 menit | Dewasa

Sutradara Paul Feig
Penulis Paul Feig
Pemain Melissa McCarthy, Jude Law, Jason Statham

Thursday, May 21, 2015

Review Film: 'Tomorrowland' (2015)

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Adventure, Artikel Misteri, Artikel Review, Artikel Sci-Fi, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Tomorrowland' (2015)
link : Review Film: 'Tomorrowland' (2015)

Baca juga


Terlalu sibuk menyajikan santapan visual bagi penonton hingga lupa dengan narasi, tak mampu mengejawantahkan pesan inovasi dan optimisme yang digaungkan secara verbal sepanjang film.

“Imagination is more important than knowledge.”
— Albert Einstein
Hingga premiernya kemarin (20/5), Disney menyimpan rapat-rapat mengenai film Tomorrowland, yang semakin meningkatkan antusiasme dan ekspektasi. Nah sekarang film yang telah lama ditunggu-tunggu dengan bujet besar, kru berbakat, tema futuristik yang menjanjikan, desain produksi yang tinggi, dan visual effects yang canggih, apa yang bisa salah dari Tomorrowland? Sebenarnya ada banyak, setidaknya menurut saya.

Diangkat dari salah satu wahana Disney, film ini mungkin diproyeksikan menjadi franchise sukses semacam Pirates of the Caribbean. Meskipun punya production value yang setara, namun Tomorrowland tak punya energi yang sama. Beberapa product placement yang diselipkan di dalam film — seperti produk kue dan minuman terkenal — sebenarnya bisa dimaklumi, namun pada akhirnya, Tomorrowland terasa seperti sekedar iklan wahana Disney.

Sedikit membuat penasaran, di depan sebuah alat countdown berdesain unik, Frank (George Clooney) dan Casey (Britt Robertson) tengah berdebat bagaimana cara menceritakan kisah mereka. Frank memulai dengan menceritakan masa kecilnya saat dia tengah menghadiri World's Fair di tahun 1964.

Frank kecil (yang dipilih dengan tepat untuk diperankan oleh Thomas Robison) adalah bocah jenius penuh semangat yang membawa jetpack buatannya untuk mengikuti kontes di World's Fair. Masih punya kekurangan teknis, penemuan Frank ditolak oleh juri David Nix (Hugh Laurie), namun dia bertemu dengan seorang gadis kecil misterius bernama Athena (Raffey Cassidy) yang memberinya sebuah pin. Berbekal pin ini, Frank masuk ke dunia futuristik nan higienis dengan gedung pencakar langit, kendaraan yang bisa melayang di udara, serta teknologi maju lainnya.


Sementara kita tak tahu bagaimana nasib Frank disana, Casey kemudian mengambil alih dengan ceritanya yang menyabotase usaha pemerintah untuk menghancurkan landasan peluncuran roket NASA yang tak dipakai lagi. Tak hanya menyangkut masa depan ayahnya, Eddie (Tim McGraw) yang akan menjadi pengangguran, penghancuran ini juga merepresentasikan keputusasaan manusia untuk menjelajah angkasa.

Dalam usaha sabotase yang kedua, Casey ditangkap oleh pihak keamanan. Saat pelepasannya, Casey memperoleh pin yang sama dengan Frank dulu, yang saat disentuh memperlihatkannya dunia paralel Tomorrowland, yang dihadirkan oleh para kru melalui sebuah efek visual keren.

Dari durasinya yang 130 menit, film ini menghabiskan sekitar separuh waktunya untuk menceritakan backstory yang seharusnya bisa diringkas. Cerita sebenarnya baru dimulai saat Frank dan Casey bersama dengan Athena berusaha untuk menyelamatkan masa depan dunia nyata yang bergantung pada dunia paralel tersebut. Cukup janggal film yang mengangkat judul Tomorrowland namun tak banyak bercerita di Tomorrowland.

Film ini punya sedikit kemiripan dengan film animasi Up, dengan adanya karakter Frank sebagai si tua yang pesimis dan Casey sebagai anak muda yang optimis dan penuh semangat. Interaksi keduanya stereotip dengan sedikit perselisihan kecil. Yang mengejutkan adalah penampilan Raffey Cassidy sebagai Athena yang sangat mencolok dan mampu mengimbangi akting Clooney dan Robertson.

Brad Bird adalah sutradara yang pas menurut Disney untuk menyutradarai film utopia semacam ini melihat trackrecord-nya dalam The Iron Giant dan The Incredibles. Dengan bantuan desainer produksi Scott Chambliss dan sinematografer Claudio Miranda, Bird menghadirkan dunia fantasi futuristik yang menjadi impian semua orang, kontras dengan masa depan dunia nyata di ambang kehancuran, yang diperlihatkan sekilas mendekati ending. Tampaknya sedikit menyenggol isu global warming dan perubahan iklim akibat gaya hidup manusia, namun pesan ini tak pernah tersampaikan dengan baik.

Naskah yang ditulis oleh Bird bersama Damon Lindelof (Prometheus, serial Lost) terkesan berantakan. Dimulai dari pemilihan sudut pandang narasi, hingga usaha menggabungkan pesan moral (yang selalu diulang-ulang sampai membuat bosan) dengan sekuens aksi yang tak pas. Adegan di toko jadul milik Kathryn Hahn dan Keegan-Michael Key seharusnya menjadi pengantar konflik utama film, tapi terasa janggal melihat posisinya dari narasi secara keseluruhan. Mengejutkan melihat fakta bahwa Bird pernah menangani film Mission: Impossible - Ghost Protocol yang notabene adalah film aksi.

Dengan mengesampingkan hal di atas, Tomorrowland adalah sebuah sajian visual yang apik. Desain dunia futuristik yang impresif dengan gedung-gedung dan kendaraan yang unik mengundang kekaguman layaknya anak kecil. Secara teknis, film ini mengagumkan. Nuansa fiksi ilmiahnya sangat terasa dengan kehadiran pistol laser, bom plasma, serta kapsul lintas waktu dan dimensi. Pastinya hal seperti ini akan mengundang decak kagum adik/anak-anak anda, meski tak menutup kemungkinan anda juga akan tertarik.

Bagi anda yang sudah berumur (seperti saya), adegan di toko Blast from the Past akan sedikit mengundang nostalgia. Ada banyak referensi sci-fi klasik yang dihadirkan, seperti Star Wars, Flash Gordon, dan Planet of the Apes yang tentunya mengundang sensasi nostalgia. Salah satu trivia fiktif menarik yang dihadirkan adalah terungkapnya perkumpulan rahasia yang dinamakan "Plus Ultra" yang beranggotakan Thomas Alva Edison dan Nikola Tesla yang berujung pada peluncuran roket oleh Frank dkk melalui Menara Eiffel.

Tomorrowland terlalu sibuk menyajikan santapan visual bagi penonton hingga lupa dengan narasi. Pesan moral tentang inovasi dan optimisme yang selalu digaungkan secara verbal sepanjang film tak pernah mengena bagi penonton, karena filmnya sendiri tak pernah mengejawantahkan pesan besar tersebut dengan baik. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Tomorrowland' |
|

IMDb | Rottentomatoes
130 menit | Semua Umur - BO

Sutradara Brad Bird
Penulis Damon Lindelof, Brad Bird
Pemain George Clooney, Hugh Laurie, Britt Robertson, Raffey Cassidy

Terlalu sibuk menyajikan santapan visual bagi penonton hingga lupa dengan narasi, tak mampu mengejawantahkan pesan inovasi dan optimisme yang digaungkan secara verbal sepanjang film.

“Imagination is more important than knowledge.”
— Albert Einstein
Hingga premiernya kemarin (20/5), Disney menyimpan rapat-rapat mengenai film Tomorrowland, yang semakin meningkatkan antusiasme dan ekspektasi. Nah sekarang film yang telah lama ditunggu-tunggu dengan bujet besar, kru berbakat, tema futuristik yang menjanjikan, desain produksi yang tinggi, dan visual effects yang canggih, apa yang bisa salah dari Tomorrowland? Sebenarnya ada banyak, setidaknya menurut saya.

Diangkat dari salah satu wahana Disney, film ini mungkin diproyeksikan menjadi franchise sukses semacam Pirates of the Caribbean. Meskipun punya production value yang setara, namun Tomorrowland tak punya energi yang sama. Beberapa product placement yang diselipkan di dalam film — seperti produk kue dan minuman terkenal — sebenarnya bisa dimaklumi, namun pada akhirnya, Tomorrowland terasa seperti sekedar iklan wahana Disney.

Sedikit membuat penasaran, di depan sebuah alat countdown berdesain unik, Frank (George Clooney) dan Casey (Britt Robertson) tengah berdebat bagaimana cara menceritakan kisah mereka. Frank memulai dengan menceritakan masa kecilnya saat dia tengah menghadiri World's Fair di tahun 1964.

Frank kecil (yang dipilih dengan tepat untuk diperankan oleh Thomas Robison) adalah bocah jenius penuh semangat yang membawa jetpack buatannya untuk mengikuti kontes di World's Fair. Masih punya kekurangan teknis, penemuan Frank ditolak oleh juri David Nix (Hugh Laurie), namun dia bertemu dengan seorang gadis kecil misterius bernama Athena (Raffey Cassidy) yang memberinya sebuah pin. Berbekal pin ini, Frank masuk ke dunia futuristik nan higienis dengan gedung pencakar langit, kendaraan yang bisa melayang di udara, serta teknologi maju lainnya.


Sementara kita tak tahu bagaimana nasib Frank disana, Casey kemudian mengambil alih dengan ceritanya yang menyabotase usaha pemerintah untuk menghancurkan landasan peluncuran roket NASA yang tak dipakai lagi. Tak hanya menyangkut masa depan ayahnya, Eddie (Tim McGraw) yang akan menjadi pengangguran, penghancuran ini juga merepresentasikan keputusasaan manusia untuk menjelajah angkasa.

Dalam usaha sabotase yang kedua, Casey ditangkap oleh pihak keamanan. Saat pelepasannya, Casey memperoleh pin yang sama dengan Frank dulu, yang saat disentuh memperlihatkannya dunia paralel Tomorrowland, yang dihadirkan oleh para kru melalui sebuah efek visual keren.

Dari durasinya yang 130 menit, film ini menghabiskan sekitar separuh waktunya untuk menceritakan backstory yang seharusnya bisa diringkas. Cerita sebenarnya baru dimulai saat Frank dan Casey bersama dengan Athena berusaha untuk menyelamatkan masa depan dunia nyata yang bergantung pada dunia paralel tersebut. Cukup janggal film yang mengangkat judul Tomorrowland namun tak banyak bercerita di Tomorrowland.

Film ini punya sedikit kemiripan dengan film animasi Up, dengan adanya karakter Frank sebagai si tua yang pesimis dan Casey sebagai anak muda yang optimis dan penuh semangat. Interaksi keduanya stereotip dengan sedikit perselisihan kecil. Yang mengejutkan adalah penampilan Raffey Cassidy sebagai Athena yang sangat mencolok dan mampu mengimbangi akting Clooney dan Robertson.

Brad Bird adalah sutradara yang pas menurut Disney untuk menyutradarai film utopia semacam ini melihat trackrecord-nya dalam The Iron Giant dan The Incredibles. Dengan bantuan desainer produksi Scott Chambliss dan sinematografer Claudio Miranda, Bird menghadirkan dunia fantasi futuristik yang menjadi impian semua orang, kontras dengan masa depan dunia nyata di ambang kehancuran, yang diperlihatkan sekilas mendekati ending. Tampaknya sedikit menyenggol isu global warming dan perubahan iklim akibat gaya hidup manusia, namun pesan ini tak pernah tersampaikan dengan baik.

Naskah yang ditulis oleh Bird bersama Damon Lindelof (Prometheus, serial Lost) terkesan berantakan. Dimulai dari pemilihan sudut pandang narasi, hingga usaha menggabungkan pesan moral (yang selalu diulang-ulang sampai membuat bosan) dengan sekuens aksi yang tak pas. Adegan di toko jadul milik Kathryn Hahn dan Keegan-Michael Key seharusnya menjadi pengantar konflik utama film, tapi terasa janggal melihat posisinya dari narasi secara keseluruhan. Mengejutkan melihat fakta bahwa Bird pernah menangani film Mission: Impossible - Ghost Protocol yang notabene adalah film aksi.

Dengan mengesampingkan hal di atas, Tomorrowland adalah sebuah sajian visual yang apik. Desain dunia futuristik yang impresif dengan gedung-gedung dan kendaraan yang unik mengundang kekaguman layaknya anak kecil. Secara teknis, film ini mengagumkan. Nuansa fiksi ilmiahnya sangat terasa dengan kehadiran pistol laser, bom plasma, serta kapsul lintas waktu dan dimensi. Pastinya hal seperti ini akan mengundang decak kagum adik/anak-anak anda, meski tak menutup kemungkinan anda juga akan tertarik.

Bagi anda yang sudah berumur (seperti saya), adegan di toko Blast from the Past akan sedikit mengundang nostalgia. Ada banyak referensi sci-fi klasik yang dihadirkan, seperti Star Wars, Flash Gordon, dan Planet of the Apes yang tentunya mengundang sensasi nostalgia. Salah satu trivia fiktif menarik yang dihadirkan adalah terungkapnya perkumpulan rahasia yang dinamakan "Plus Ultra" yang beranggotakan Thomas Alva Edison dan Nikola Tesla yang berujung pada peluncuran roket oleh Frank dkk melalui Menara Eiffel.

Tomorrowland terlalu sibuk menyajikan santapan visual bagi penonton hingga lupa dengan narasi. Pesan moral tentang inovasi dan optimisme yang selalu digaungkan secara verbal sepanjang film tak pernah mengena bagi penonton, karena filmnya sendiri tak pernah mengejawantahkan pesan besar tersebut dengan baik. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Tomorrowland' |
|

IMDb | Rottentomatoes
130 menit | Semua Umur - BO

Sutradara Brad Bird
Penulis Damon Lindelof, Brad Bird
Pemain George Clooney, Hugh Laurie, Britt Robertson, Raffey Cassidy

Wednesday, May 20, 2015

Review Film: 'Ex Machina' (2015)

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Drama, Artikel Featured, Artikel Review, Artikel Sci-Fi, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Review Film: 'Ex Machina' (2015)
link : Review Film: 'Ex Machina' (2015)

Baca juga


Dimainkan dengan brilian oleh ketiga aktornya, 'Ex Machina' adalah film sci-fi cerdas yang mengeksplorasi lebih jauh tentang kecerdasan buatan dan merupakan film bertema A.I. yang paling akurat hingga saat ini, baik secara logika maupun emosional.

“One day the AI's are going to look back on us the same way we look at fossil skeletons on the plains of Africa.”
— Nathan Bateman
Tema mengenai kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (A.I.) sudah sering diangkat dalam film, misalnya saja (yang terbaru) dalam Chappie dan Her. Namun di tangan Alex Garland yang terkenal dengan skenario inovatifnya dalam film zombie 28 Days Later, tema familiar ini menjadi segar dengan mengambil pendekatan baru. Tak hanya menjadikannya screenplay yang ambisius, namun juga menjadi debut prestisius Garland sebagai sutradara.

Sama seperti film sci-fi bertema A.I. lainnya, film ini juga membahas tentang eksistensi kecerdasan buatan dan bagaimana posisi mereka di dunia manusia. Apa yang akan terjadi jika kecerdasan buatan tak hanya bisa meyakinkan kita bahwa mereka sama seperti manusia, tapi menyadari bahwa mereka ADALAH manusia dan punya keinginan bertahan hidup yang sama? Pertanyaan inilah yang menjadi premis utama dari skenario Garland.

Caleb (Domhnall Gleeson) adalah seorang programer dan pegawai kelas bawah di Bluebook, sebuah perusahaan mesin pencari terpopuler di dunia (mirip dengan Google) yang memenangkan kompetisi yang diadakan oleh CEO-nya yang jenius, Nathan (Oscar Isaac). Hadiahnya adalah kesempatan untuk menghabiskan waktu seminggu bersama Nathan di kompleks mewah miliknya di Alaska.

Sesampainya disana, ternyata Caleb bukan diundang untuk liburan, melainkan melakukan "Turing Test", sebuah pengujian yang dilakukan Nathan untuk mengetes A.I. berteknologi tinggi yang baru dibangunnya dalam wujud robot berwajah cantik bernama Ava (Alicia Vikander). Caleb bertugas untuk melakukan kontak verbal dengan Ava dan menguji kesempurnaan Ava sebagai A.I. yang mirip manusia.

Saya tak ingin mengungkap lebih jauh, karena lebih baik jika anda tak tahu banyak sebelum menonton. Semua terlihat misterius di awal film, membuat anda menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi dan disanalah kunci sukses Garland memancing rasa penasaran penonton. Sedikit demi sedikit kita terikat secara emosional dengan tiap-tiap karakter.


Melalui 7 sesi pengujian Ava, Garland mengungkap semua rahasia melalui skenario yang dinarasikan dengan terencana. Semua lapisan cerita dibuka satu persatu yang mengungkapkan bahwa Nathan dan Ava punya agenda tersendiri.

Dengan narasi yang hanya berfokus pada 3 orang (dengan tambahan satu karakter pendukung yang juga punya peran signifikan yang diperankan oleh Sonoya Mizuno), film ini terasa seperti drama teater, yang dimainkan dengan brilian oleh ketiga aktornya. Tak hanya meyakinkan kita bahwa ketiganya berinteraksi sebagai sesama jenius, mereka juga membawakan bobot emosional yang dituntut oleh karakter masing-masing.

Yang paling mencolok adalah Oscar Isaac yang memainkan Nathan, seorang jenius muda yang punya kompleksisitas karakter. Nathan yang visioner memanfaatkan database Bluebook (yang menguasai 90% query pencarian di dunia) bukan untuk tujuan komersil melainkan membuat A.I. super. Di balik pembawaannya yang santai, humoris, dan sesekali mabuk, ada indikasi bahwa dia punya rahasia tersembunyi.

Saya merasa Caleb adalah representasi dari penonton yang polos dan nyaris tak tahu apa-apa. Caleb yang diperankan oleh Domhnall adalah seorang nerd yang jenius, namun dia tak mengerti apa yang sedang terjadi. Matang dalam logika, namun naif secara mental. Vikander juga meyakinkan sebagai seorang (atau sebuah?) robot cerdas lengkap dengan gerak tubuh canggung yang mencoba meniru mimik dan perilaku manusia.

Ex Machina tak pernah berusaha terlihat pintar dengan menggunakan istilah thesaurus. Dialog-dialognya yang cerdas memang menggunakan istilah-istilah canggih, namun mudah dicerna. Plot twist yang cukup banyak, tak pernah mendahului penonton karena semuanya sesuai, baik secara logis maupun emosional.

Walaupun bergenre sci-fi dengan setting di masa depan, selain penampakan Ava dengan tubuh robotiknya yang nyaris transparan dengan lapisan wajah cantik yang (secara meyakinkan dibuat seperti) ditempel di atas tengkorak metal, nyaris tak ada efek visual CGI yang dihadirkan. Anda takkan melihat set megah dan efek canggih seperti film Artificial Intelligence-nya Steven Spielberg.

Secara efektif Garland memanfaatkan bujet minimnya yang hanya $15 juta dan menciptakan film dengan estetika visual. Pemilihan lokasi yang dipakai tak hanya cocok dengan narasi film namun juga membangun mood penonton. Penonton dikondisikan untuk merasakan perasaan klaustrofobik Caleb yang menginap di kabin Nathan dengan ruangan berdinding tebal tanpa jendela. Meski sesekali Caleb dan Nathan berjalan-jalan keluar kabin ke lokasi dengan pemandangan mengagumkan (yang diambil dengan indah oleh sinematografer Rob Hardy), tak mengurangi perasaan terisolasi. Atmosfer ini juga didukung oleh scoring menawan dari Ben Salisbury dan Geoff Barrow.

Pada akhirnya, Ex Machina adalah drama sci-fi psikologis tentang prasangka, teror, dan empati. Ending film yang mind-blowing mengisyaratkan bahwa ini bukan sekedar pertarungan antara manusia dan A.I. namun juga sedikit menyindir persaingan gender. Tak sekedar mengambil embel-embel "sci-fi" sebagai bahan jualan, namun mengeksplorasi lebih jauh tentang sisi emosional dari tindakan manusia yang ingin menjadi seperti Tuhan, dan robot yang ingin menjadi seperti manusia, serta bagaimana konsekuensinya bagi dunia dan masa depan. Menurut saya, Ex Machina adalah film bertema A.I. yang paling akurat hingga saat ini. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Ex Machina' |
|

IMDb | Rottentomatoes
108 menit | Dewasa

Sutradara Alex Garland
Penulis Alex Garland
Pemain Domhnall Gleeson, Alicia Vikander, Oscar Isaac

Dimainkan dengan brilian oleh ketiga aktornya, 'Ex Machina' adalah film sci-fi cerdas yang mengeksplorasi lebih jauh tentang kecerdasan buatan dan merupakan film bertema A.I. yang paling akurat hingga saat ini, baik secara logika maupun emosional.

“One day the AI's are going to look back on us the same way we look at fossil skeletons on the plains of Africa.”
— Nathan Bateman
Tema mengenai kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (A.I.) sudah sering diangkat dalam film, misalnya saja (yang terbaru) dalam Chappie dan Her. Namun di tangan Alex Garland yang terkenal dengan skenario inovatifnya dalam film zombie 28 Days Later, tema familiar ini menjadi segar dengan mengambil pendekatan baru. Tak hanya menjadikannya screenplay yang ambisius, namun juga menjadi debut prestisius Garland sebagai sutradara.

Sama seperti film sci-fi bertema A.I. lainnya, film ini juga membahas tentang eksistensi kecerdasan buatan dan bagaimana posisi mereka di dunia manusia. Apa yang akan terjadi jika kecerdasan buatan tak hanya bisa meyakinkan kita bahwa mereka sama seperti manusia, tapi menyadari bahwa mereka ADALAH manusia dan punya keinginan bertahan hidup yang sama? Pertanyaan inilah yang menjadi premis utama dari skenario Garland.

Caleb (Domhnall Gleeson) adalah seorang programer dan pegawai kelas bawah di Bluebook, sebuah perusahaan mesin pencari terpopuler di dunia (mirip dengan Google) yang memenangkan kompetisi yang diadakan oleh CEO-nya yang jenius, Nathan (Oscar Isaac). Hadiahnya adalah kesempatan untuk menghabiskan waktu seminggu bersama Nathan di kompleks mewah miliknya di Alaska.

Sesampainya disana, ternyata Caleb bukan diundang untuk liburan, melainkan melakukan "Turing Test", sebuah pengujian yang dilakukan Nathan untuk mengetes A.I. berteknologi tinggi yang baru dibangunnya dalam wujud robot berwajah cantik bernama Ava (Alicia Vikander). Caleb bertugas untuk melakukan kontak verbal dengan Ava dan menguji kesempurnaan Ava sebagai A.I. yang mirip manusia.

Saya tak ingin mengungkap lebih jauh, karena lebih baik jika anda tak tahu banyak sebelum menonton. Semua terlihat misterius di awal film, membuat anda menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi dan disanalah kunci sukses Garland memancing rasa penasaran penonton. Sedikit demi sedikit kita terikat secara emosional dengan tiap-tiap karakter.


Melalui 7 sesi pengujian Ava, Garland mengungkap semua rahasia melalui skenario yang dinarasikan dengan terencana. Semua lapisan cerita dibuka satu persatu yang mengungkapkan bahwa Nathan dan Ava punya agenda tersendiri.

Dengan narasi yang hanya berfokus pada 3 orang (dengan tambahan satu karakter pendukung yang juga punya peran signifikan yang diperankan oleh Sonoya Mizuno), film ini terasa seperti drama teater, yang dimainkan dengan brilian oleh ketiga aktornya. Tak hanya meyakinkan kita bahwa ketiganya berinteraksi sebagai sesama jenius, mereka juga membawakan bobot emosional yang dituntut oleh karakter masing-masing.

Yang paling mencolok adalah Oscar Isaac yang memainkan Nathan, seorang jenius muda yang punya kompleksisitas karakter. Nathan yang visioner memanfaatkan database Bluebook (yang menguasai 90% query pencarian di dunia) bukan untuk tujuan komersil melainkan membuat A.I. super. Di balik pembawaannya yang santai, humoris, dan sesekali mabuk, ada indikasi bahwa dia punya rahasia tersembunyi.

Saya merasa Caleb adalah representasi dari penonton yang polos dan nyaris tak tahu apa-apa. Caleb yang diperankan oleh Domhnall adalah seorang nerd yang jenius, namun dia tak mengerti apa yang sedang terjadi. Matang dalam logika, namun naif secara mental. Vikander juga meyakinkan sebagai seorang (atau sebuah?) robot cerdas lengkap dengan gerak tubuh canggung yang mencoba meniru mimik dan perilaku manusia.

Ex Machina tak pernah berusaha terlihat pintar dengan menggunakan istilah thesaurus. Dialog-dialognya yang cerdas memang menggunakan istilah-istilah canggih, namun mudah dicerna. Plot twist yang cukup banyak, tak pernah mendahului penonton karena semuanya sesuai, baik secara logis maupun emosional.

Walaupun bergenre sci-fi dengan setting di masa depan, selain penampakan Ava dengan tubuh robotiknya yang nyaris transparan dengan lapisan wajah cantik yang (secara meyakinkan dibuat seperti) ditempel di atas tengkorak metal, nyaris tak ada efek visual CGI yang dihadirkan. Anda takkan melihat set megah dan efek canggih seperti film Artificial Intelligence-nya Steven Spielberg.

Secara efektif Garland memanfaatkan bujet minimnya yang hanya $15 juta dan menciptakan film dengan estetika visual. Pemilihan lokasi yang dipakai tak hanya cocok dengan narasi film namun juga membangun mood penonton. Penonton dikondisikan untuk merasakan perasaan klaustrofobik Caleb yang menginap di kabin Nathan dengan ruangan berdinding tebal tanpa jendela. Meski sesekali Caleb dan Nathan berjalan-jalan keluar kabin ke lokasi dengan pemandangan mengagumkan (yang diambil dengan indah oleh sinematografer Rob Hardy), tak mengurangi perasaan terisolasi. Atmosfer ini juga didukung oleh scoring menawan dari Ben Salisbury dan Geoff Barrow.

Pada akhirnya, Ex Machina adalah drama sci-fi psikologis tentang prasangka, teror, dan empati. Ending film yang mind-blowing mengisyaratkan bahwa ini bukan sekedar pertarungan antara manusia dan A.I. namun juga sedikit menyindir persaingan gender. Tak sekedar mengambil embel-embel "sci-fi" sebagai bahan jualan, namun mengeksplorasi lebih jauh tentang sisi emosional dari tindakan manusia yang ingin menjadi seperti Tuhan, dan robot yang ingin menjadi seperti manusia, serta bagaimana konsekuensinya bagi dunia dan masa depan. Menurut saya, Ex Machina adalah film bertema A.I. yang paling akurat hingga saat ini. ■UP

Follow Ulasan Pilem di twitter: @ulasanpilem

'Ex Machina' |
|

IMDb | Rottentomatoes
108 menit | Dewasa

Sutradara Alex Garland
Penulis Alex Garland
Pemain Domhnall Gleeson, Alicia Vikander, Oscar Isaac

Tuesday, May 19, 2015

Inilah Daftar Lengkap Pemenang Indonesian Movie Awards (IMA) 2015

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Award, Artikel Featured, Artikel Indonesia, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Inilah Daftar Lengkap Pemenang Indonesian Movie Awards (IMA) 2015
link : Inilah Daftar Lengkap Pemenang Indonesian Movie Awards (IMA) 2015

Baca juga


Dalam acara Indonesian Movie Awards (IMA) 2015 yang baru saja digelar, 'Di Balik 98' mendapat piala bergengsi, sementara 'Cahaya dari Timur' menjadi film dengan peraih piala terbanyak.
Salah satu acara penghargaan untuk dunia perfilman Indonesia, Indonesian Movie Awards (IMA) baru saja digelar kemarin malam (18/5/2015. Tahun ini ajang yang sudah memasuki tahun ke-9 tersebut mengambil tema 9olden Age. Acara berlangsung meriah di Balai Sarbini dipandu oleh pembawa acara Robby Purba, Nirina Zubir, Deddy Mahendra Desta, Ringgo Agus Rahman dan Dennis Adishwara.


//RCTI

Di Balik 98 meraih piala Film Terbaik dan Film Terfavorit sementara Cahaya dari Timur: Beta Maluku menjadi film dengan membawa piala terbanyak 3 piala, yaitu Pemeran Utama Pria Terbaik, Pemeran Utama Pria Terfavorit, dan Pendatang Baru Terbaik. Dalam IMA 2015 juga dianugerahkan Special Awards pada Alex Komang dan Lifetime Achievement Award pada Mieke Wijaya.

Acara ini menandakan dimulainya awards season film Indonesia. Saya telah menyertakan rundown awards season 2015 yang bisa anda klik disini.

Berikut daftar lengkap nominasi dan pemenang Indonesia Movie Award (IMA) 2015. Pemenang ditandai dengan huruf tebal berwarna merah dan tanda '*". ©UP

Kategori Terbaik (Pilihan Juri)

Pemeran Utama Pria Terbaik

Chicco Jerikho (Cahaya dari Timur: Beta Maluku) *
Abimana Aryasatya
Alfie Alfandiy
Reza Rahardian
Alex Komang


Pemeran Utama Wanita Terbaik

Atiqah Hasiholan
Acha Septriasa
Marsha Timothy (Nada untuk Asa) *
Dian Sastrowardoyo
Chelsea Islan


Pendatang Baru Terbaik

Jimmy Kobagau (Tabula Rasa)
Babeto Leutualy (Cahaya Dari Timur: Beta Maluku) *
HB Naveen (Haji Backpacker)
Sumarlin Beta (Garuda19 Movie)
Adila Fitri (My Idiot Brother)


Pasangan Terbaik

Lukman Sardi dan Dian Sastrowardoyo (7 hari 24 Jam) *


Pemeran Anak-anak Terbaik

Aria Kusumah
Bima Azriel
Mallak Gruno
Tissa Biani (3 Nafas Likas) *


Pemeran Pendukung Pria Terbaik

Arifin Putra (The Raid 2: Berandal) *
Donny Alamsyah
Mathias Muchus
Teuku Rifanu Wikana
Yayuk Unru


Pemeran Pendukung Wanita Terbaik

Christine Hakim
Jajang C Noer
Laura Basuki (Haji Backpacker) *
Marissa Anita
Ririn Ekawati


Film Terbaik

Cahaya Dari Timur Beta Maluku
7 Hari 24 Jam
Di Balik 98 *
3 Nafas Likas
Merry Riana
Pendekar Tongkat Emas
99 Cahaya Di Langit Eropa part 2
Strawberry Surprise
Nada Untuk Asa
The Raid 2: Berandal

Kategori Terfavorit (Pilihan Penonton)

Pemeran Utama Pria Terfavorit

Chicco Jerikho (Cahaya dari Timur: Beta Maluku) *
Abimana Aryasatya
Alfie Alfandiy
Reza Rahardian
Alex Komang


Pemeran Utama Wanita Terfavorit

Atiqah Hasiholan
Acha Septriasa
Marsha Timothy (Nada untuk Asa) *
Dian Sastrowardoyo
Chelsea Islan


Pendatang Baru Terfavorit

Jimmy Kobagau (Tabula Rasa)
Babeto Leutualy (Cahaya Dari Timur: Beta Maluku)
HB Naveen (Haji Backpacker)
Sumarlin Beta (Garuda19 Movie) *
Adila Fitri (My Idiot Brother)


Soundtrack Terfavorit

Angel Pieters – Indonesia Negeri Kita *
Glenn Fredly – Tinggikan
Saint Locco – Di Balik Istana
Anggun – Fly My Eagle
Mahadewa – Immortal Love Song
Pongki Barata – Seluas Itu



Film Terfavorit

Cahaya Dari Timur Beta Maluku
7 Hari 24 Jam
Di Balik 98 *
3 Nafas Likas
Merry Riana
Pendekar Tongkat Emas
99 Cahaya Di Langit Eropa part 2
Strawberry Surprise
Nada Untuk Asa
The Raid 2: Berandal


Special Award
Alex Komang

Lifetime Ahievement Award
Mieke Wijaya

Dalam acara Indonesian Movie Awards (IMA) 2015 yang baru saja digelar, 'Di Balik 98' mendapat piala bergengsi, sementara 'Cahaya dari Timur' menjadi film dengan peraih piala terbanyak.
Salah satu acara penghargaan untuk dunia perfilman Indonesia, Indonesian Movie Awards (IMA) baru saja digelar kemarin malam (18/5/2015. Tahun ini ajang yang sudah memasuki tahun ke-9 tersebut mengambil tema 9olden Age. Acara berlangsung meriah di Balai Sarbini dipandu oleh pembawa acara Robby Purba, Nirina Zubir, Deddy Mahendra Desta, Ringgo Agus Rahman dan Dennis Adishwara.


//RCTI

Di Balik 98 meraih piala Film Terbaik dan Film Terfavorit sementara Cahaya dari Timur: Beta Maluku menjadi film dengan membawa piala terbanyak 3 piala, yaitu Pemeran Utama Pria Terbaik, Pemeran Utama Pria Terfavorit, dan Pendatang Baru Terbaik. Dalam IMA 2015 juga dianugerahkan Special Awards pada Alex Komang dan Lifetime Achievement Award pada Mieke Wijaya.

Acara ini menandakan dimulainya awards season film Indonesia. Saya telah menyertakan rundown awards season 2015 yang bisa anda klik disini.

Berikut daftar lengkap nominasi dan pemenang Indonesia Movie Award (IMA) 2015. Pemenang ditandai dengan huruf tebal berwarna merah dan tanda '*". ©UP

Kategori Terbaik (Pilihan Juri)

Pemeran Utama Pria Terbaik

Chicco Jerikho (Cahaya dari Timur: Beta Maluku) *
Abimana Aryasatya
Alfie Alfandiy
Reza Rahardian
Alex Komang


Pemeran Utama Wanita Terbaik

Atiqah Hasiholan
Acha Septriasa
Marsha Timothy (Nada untuk Asa) *
Dian Sastrowardoyo
Chelsea Islan


Pendatang Baru Terbaik

Jimmy Kobagau (Tabula Rasa)
Babeto Leutualy (Cahaya Dari Timur: Beta Maluku) *
HB Naveen (Haji Backpacker)
Sumarlin Beta (Garuda19 Movie)
Adila Fitri (My Idiot Brother)


Pasangan Terbaik

Lukman Sardi dan Dian Sastrowardoyo (7 hari 24 Jam) *


Pemeran Anak-anak Terbaik

Aria Kusumah
Bima Azriel
Mallak Gruno
Tissa Biani (3 Nafas Likas) *


Pemeran Pendukung Pria Terbaik

Arifin Putra (The Raid 2: Berandal) *
Donny Alamsyah
Mathias Muchus
Teuku Rifanu Wikana
Yayuk Unru


Pemeran Pendukung Wanita Terbaik

Christine Hakim
Jajang C Noer
Laura Basuki (Haji Backpacker) *
Marissa Anita
Ririn Ekawati


Film Terbaik

Cahaya Dari Timur Beta Maluku
7 Hari 24 Jam
Di Balik 98 *
3 Nafas Likas
Merry Riana
Pendekar Tongkat Emas
99 Cahaya Di Langit Eropa part 2
Strawberry Surprise
Nada Untuk Asa
The Raid 2: Berandal

Kategori Terfavorit (Pilihan Penonton)

Pemeran Utama Pria Terfavorit

Chicco Jerikho (Cahaya dari Timur: Beta Maluku) *
Abimana Aryasatya
Alfie Alfandiy
Reza Rahardian
Alex Komang


Pemeran Utama Wanita Terfavorit

Atiqah Hasiholan
Acha Septriasa
Marsha Timothy (Nada untuk Asa) *
Dian Sastrowardoyo
Chelsea Islan


Pendatang Baru Terfavorit

Jimmy Kobagau (Tabula Rasa)
Babeto Leutualy (Cahaya Dari Timur: Beta Maluku)
HB Naveen (Haji Backpacker)
Sumarlin Beta (Garuda19 Movie) *
Adila Fitri (My Idiot Brother)


Soundtrack Terfavorit

Angel Pieters – Indonesia Negeri Kita *
Glenn Fredly – Tinggikan
Saint Locco – Di Balik Istana
Anggun – Fly My Eagle
Mahadewa – Immortal Love Song
Pongki Barata – Seluas Itu



Film Terfavorit

Cahaya Dari Timur Beta Maluku
7 Hari 24 Jam
Di Balik 98 *
3 Nafas Likas
Merry Riana
Pendekar Tongkat Emas
99 Cahaya Di Langit Eropa part 2
Strawberry Surprise
Nada Untuk Asa
The Raid 2: Berandal


Special Award
Alex Komang

Lifetime Ahievement Award
Mieke Wijaya

Monday, May 18, 2015

Bioskop Indonesia: 'Tarot' Menjadi Film Horor Terlaris di 2015

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Box Office, Artikel Featured, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Bioskop Indonesia: 'Tarot' Menjadi Film Horor Terlaris di 2015
link : Bioskop Indonesia: 'Tarot' Menjadi Film Horor Terlaris di 2015

Baca juga


Dengan total 246.486 penonton, 'Tarot' menjadi film horor Indonesia terlaris sejauh ini sepanjang 2015. 'Youtubers' dan 'Epen Cupen the Movie' tampaknya adalah hiburan segar yang cukup banyak diminati penonton.
Penayangan Avengers: Age of Ultron yang telah memasuki minggu ketiga, dan tak gencarnya serangan dari film Hollywood lain memberikan angin segar bagi bioskop Indonesia. Secara garis besar, tak ada film yang tampil mengecewakan di bioskop. Minggu ini, film Indonesia yang baru ditayangkan cukup variatif: 1 film horor, 1 film romansa, dan 1 film komedi.

Memperoleh review yang cukup bagus dari penonton, film horor Tarot masih menjadi pemuncak bioskop Indonesia dengan mengalami peningkatan sebesar 40,6% yaitu 144.041 penonton. Dengan raihan minggu lalu sebesar 102.445 penonton total perolehan Tarot hingga saat ini adalah 246.486 penonton. Ini menjadikan Tarot sebagai film horor dengan pendapatan tertinggi sepanjang 2015.

//viva

Youtubers mendepak Toba Dreams dari posisi kedua dengan raihan 91.460 penonton. Film debut Kemal Palevi sebagai sutradara ini mengalami peningkatan penonton sebesar 45,0% dari bulan lalu yang "hanya" 63.054 penonton.

Satu lagi film komedi debutan seorang comic, Epen Cupen the Movie menyusul di bawahnya dengan raihan yang tak terlalu jauh. Film bersetting Papua yang ditulis dan disutradarai oleh Acho ini memperoleh 62.067 penonton.

Di posisi keempat, film drama romatis LDR hanya mengumpulkan 45.734 penonton. Saya bilang "hanya", karena dengan production value yang cukup tinggi didukung dengan setting film di Verona dan sutradara Guntur Soeharjanto (99 Cahaya di Langit Eropa, Assalamualaikum Beijing) yang biasa menangani film bersetting luar negeri, raihan sebesar itu cukup mengecewakan.

Sementara itu, film horor yang baru tayang, Paku berada di posisi kelima dengan raihan 7.157 penonton, yang jauh berada di bawah Kesurupan Jumat Kliwon dengan 25.046 penonton yang notabene merupakan salah satu film horor dengan raihan terendah sepanjang 2015.

Pemuncak Bioskop Indonesia 11 Mei - 17 Mei 2015

#01 Tarot


Minggu ini: 144.041 penonton
Total: 246.486 penonton

#02 Youtubers


Minggu ini: 91.460 penonton
Total: 154.514 penonton

#03 Epen Cupen the Movie


Minggu ini: 62.067 penonton
Total: 62.067 penonton

#04 LDR


Minggu ini: 45.734 penonton
Total: 45.734 penonton

#05 Paku


Minggu ini: 7.157 penonton
Total: 7.157 penonton

Ulasan Pemuncak Bioskop Indonesia minggu lalu: Bioskop Indonesia: 'Tarot' Kalahkan 'Toba Dreams'©UP

Dengan total 246.486 penonton, 'Tarot' menjadi film horor Indonesia terlaris sejauh ini sepanjang 2015. 'Youtubers' dan 'Epen Cupen the Movie' tampaknya adalah hiburan segar yang cukup banyak diminati penonton.
Penayangan Avengers: Age of Ultron yang telah memasuki minggu ketiga, dan tak gencarnya serangan dari film Hollywood lain memberikan angin segar bagi bioskop Indonesia. Secara garis besar, tak ada film yang tampil mengecewakan di bioskop. Minggu ini, film Indonesia yang baru ditayangkan cukup variatif: 1 film horor, 1 film romansa, dan 1 film komedi.

Memperoleh review yang cukup bagus dari penonton, film horor Tarot masih menjadi pemuncak bioskop Indonesia dengan mengalami peningkatan sebesar 40,6% yaitu 144.041 penonton. Dengan raihan minggu lalu sebesar 102.445 penonton total perolehan Tarot hingga saat ini adalah 246.486 penonton. Ini menjadikan Tarot sebagai film horor dengan pendapatan tertinggi sepanjang 2015.

//viva

Youtubers mendepak Toba Dreams dari posisi kedua dengan raihan 91.460 penonton. Film debut Kemal Palevi sebagai sutradara ini mengalami peningkatan penonton sebesar 45,0% dari bulan lalu yang "hanya" 63.054 penonton.

Satu lagi film komedi debutan seorang comic, Epen Cupen the Movie menyusul di bawahnya dengan raihan yang tak terlalu jauh. Film bersetting Papua yang ditulis dan disutradarai oleh Acho ini memperoleh 62.067 penonton.

Di posisi keempat, film drama romatis LDR hanya mengumpulkan 45.734 penonton. Saya bilang "hanya", karena dengan production value yang cukup tinggi didukung dengan setting film di Verona dan sutradara Guntur Soeharjanto (99 Cahaya di Langit Eropa, Assalamualaikum Beijing) yang biasa menangani film bersetting luar negeri, raihan sebesar itu cukup mengecewakan.

Sementara itu, film horor yang baru tayang, Paku berada di posisi kelima dengan raihan 7.157 penonton, yang jauh berada di bawah Kesurupan Jumat Kliwon dengan 25.046 penonton yang notabene merupakan salah satu film horor dengan raihan terendah sepanjang 2015.

Pemuncak Bioskop Indonesia 11 Mei - 17 Mei 2015

#01 Tarot


Minggu ini: 144.041 penonton
Total: 246.486 penonton

#02 Youtubers


Minggu ini: 91.460 penonton
Total: 154.514 penonton

#03 Epen Cupen the Movie


Minggu ini: 62.067 penonton
Total: 62.067 penonton

#04 LDR


Minggu ini: 45.734 penonton
Total: 45.734 penonton

#05 Paku


Minggu ini: 7.157 penonton
Total: 7.157 penonton

Ulasan Pemuncak Bioskop Indonesia minggu lalu: Bioskop Indonesia: 'Tarot' Kalahkan 'Toba Dreams'©UP

Sunday, May 17, 2015

Box Office: 'Mad Max: Fury Road' Tampil Solid, Namun Tak Sekuat 'Pitch Perfect 2'

- Hallo sahabat Movie Film | Nonton Film | Download, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Box Office, Artikel Featured, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Box Office: 'Mad Max: Fury Road' Tampil Solid, Namun Tak Sekuat 'Pitch Perfect 2'
link : Box Office: 'Mad Max: Fury Road' Tampil Solid, Namun Tak Sekuat 'Pitch Perfect 2'

Baca juga


Meski mendapat laba yang solid di minggu pertamanya dengan $44,4 juta, namun 'Mad Max: Fury Road' harus rela dilindas 'Pitch Perfect 2' yang tampil lebih kuat melebihi ekspektasi semua orang.
Raihan yang diperoleh sekuel film acapella remaja Pitch Perfect 2 jauh melebihi ekspektasi semua orang. Awalnya Pitch Perfect 2 diperkirakan akan memperoleh laba sekitar $40+, kemudian naik menjadi $50, dan mengejutkannya, di hari terakhir memperoleh $70,3 juta. Dengan bujet $29 juta, film yang menjadi debut Elizabeth Banks sebagai sutradara ini sudah melampaui laba total yang diperoleh film pertamanya pada 2012 dengan $65 juta. Aca-mazing. Meski review dari kritikus film cukup beragam namun penonton cukup menyukainya dengan nilai CinemaScore "A-" dan dengan dukungan penggemar yang cukup kuat, jalan masih panjang bagi Pitch Perfect 2 di box office. Film ini baru akan tayang di Indonesia 2 minggu lagi.

Film baru yang juga punya fanbase kuat (dengan segmen berbeda tentunya) Mad Max: Fury Road juga memperoleh laba yang solid dengan $44,4 juta. Bagi studio Warner Bros, raihan ini cukup memuaskan, meski — jika mau dibandingkan dengan Pitch Perfect 2 — tak bagus-bagus amat, mengingat film ini ditayangkan di 3.702 bioskop di Amerika sementara sang juara hanya di 3.473 bioskop, apalagi Fury Road berbujet masif $150 juta. Kemungkinan besar ini disebabkan karena Fury Road yang sangat segmented, mempunyai rating R (dewasa), dan punya brand yang tak terlalu kuat.

//regmedia

Namun secara internasional berbeda cerita, karena Fury Road lebih unggul. Memperoleh review yang bagus (baca review saya disini), Fury Road memperoleh $65 juta sehingga total raihannya secara global $109,4 juta. Sementara itu, Pitch Perfect 2 memperoleh $27 juta di luar Amerika.

Avengers: Age of Ultron harus rela turun sebesar 50,0% ke posisi ketiga dengan raihan $38,8 juta. Dengan dibukanya film ini di Cina beberapa hari lalu, Captain America dkk menambah $156 juta di Cina saja dan saat ini telah memperoleh $1,14 miliar dan menjadikannya film dengan pendapatan terbesar ke-8 sepanjang masa. Pertanyaannya, mampukah Age of Ultron melampaui rekor The Avengers dengan $1,51 juta?

Film komedi Reeese Witherspoon/Sofia Vergara Hot Pursuit turun drastis sebesar 59% dengan raihan $5,7 juta dan berada di posisi keempat. Di posisi kelima, Paul Blart: Mall Cop 2 masih bertahan di minggu kelimanya dengan $3,6 juta. ©UP

Weekend Box Office 8 Mei - 10 Mei 2015

#01 Pitch Perfect 2


Minggu ini: $70,300,000
Total: $70,300,000

#02 Mad Max: Fury Road


Minggu ini: $44,440,000
Total: $44,440,000

#03 Avengers: Age of Ultron


Minggu ini: $38,837,000
Total: $372,008,000

#04 Hot Pursuit


Minggu ini: $5,780,000
Total: $23,504,000

#05 Paul Blart: Mall Cop 2


Minggu ini: $3,600,000
Total: $62,929,000

Ulasan Weekend Box Office Minggu Sebelumnya: Box Office: 'Age of Ultron' Turun Drastis, Tapi Tak Mampu Dilawan 'Hot Pursuit' ©UP

Meski mendapat laba yang solid di minggu pertamanya dengan $44,4 juta, namun 'Mad Max: Fury Road' harus rela dilindas 'Pitch Perfect 2' yang tampil lebih kuat melebihi ekspektasi semua orang.
Raihan yang diperoleh sekuel film acapella remaja Pitch Perfect 2 jauh melebihi ekspektasi semua orang. Awalnya Pitch Perfect 2 diperkirakan akan memperoleh laba sekitar $40+, kemudian naik menjadi $50, dan mengejutkannya, di hari terakhir memperoleh $70,3 juta. Dengan bujet $29 juta, film yang menjadi debut Elizabeth Banks sebagai sutradara ini sudah melampaui laba total yang diperoleh film pertamanya pada 2012 dengan $65 juta. Aca-mazing. Meski review dari kritikus film cukup beragam namun penonton cukup menyukainya dengan nilai CinemaScore "A-" dan dengan dukungan penggemar yang cukup kuat, jalan masih panjang bagi Pitch Perfect 2 di box office. Film ini baru akan tayang di Indonesia 2 minggu lagi.

Film baru yang juga punya fanbase kuat (dengan segmen berbeda tentunya) Mad Max: Fury Road juga memperoleh laba yang solid dengan $44,4 juta. Bagi studio Warner Bros, raihan ini cukup memuaskan, meski — jika mau dibandingkan dengan Pitch Perfect 2 — tak bagus-bagus amat, mengingat film ini ditayangkan di 3.702 bioskop di Amerika sementara sang juara hanya di 3.473 bioskop, apalagi Fury Road berbujet masif $150 juta. Kemungkinan besar ini disebabkan karena Fury Road yang sangat segmented, mempunyai rating R (dewasa), dan punya brand yang tak terlalu kuat.

//regmedia

Namun secara internasional berbeda cerita, karena Fury Road lebih unggul. Memperoleh review yang bagus (baca review saya disini), Fury Road memperoleh $65 juta sehingga total raihannya secara global $109,4 juta. Sementara itu, Pitch Perfect 2 memperoleh $27 juta di luar Amerika.

Avengers: Age of Ultron harus rela turun sebesar 50,0% ke posisi ketiga dengan raihan $38,8 juta. Dengan dibukanya film ini di Cina beberapa hari lalu, Captain America dkk menambah $156 juta di Cina saja dan saat ini telah memperoleh $1,14 miliar dan menjadikannya film dengan pendapatan terbesar ke-8 sepanjang masa. Pertanyaannya, mampukah Age of Ultron melampaui rekor The Avengers dengan $1,51 juta?

Film komedi Reeese Witherspoon/Sofia Vergara Hot Pursuit turun drastis sebesar 59% dengan raihan $5,7 juta dan berada di posisi keempat. Di posisi kelima, Paul Blart: Mall Cop 2 masih bertahan di minggu kelimanya dengan $3,6 juta. ©UP

Weekend Box Office 8 Mei - 10 Mei 2015

#01 Pitch Perfect 2


Minggu ini: $70,300,000
Total: $70,300,000

#02 Mad Max: Fury Road


Minggu ini: $44,440,000
Total: $44,440,000

#03 Avengers: Age of Ultron


Minggu ini: $38,837,000
Total: $372,008,000

#04 Hot Pursuit


Minggu ini: $5,780,000
Total: $23,504,000

#05 Paul Blart: Mall Cop 2


Minggu ini: $3,600,000
Total: $62,929,000

Ulasan Weekend Box Office Minggu Sebelumnya: Box Office: 'Age of Ultron' Turun Drastis, Tapi Tak Mampu Dilawan 'Hot Pursuit' ©UP